Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi, mengingatkan para pendakwah atau dai untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata, terutama di era digital seperti saat ini.
Menurutnya, jika ulama atau tokoh agama tidak memberikan teladan yang baik dan kurang berhati-hati dalam menyampaikan pesan dakwah, hal tersebut dapat mengurangi esensi nilai-nilai keislaman yang disampaikan sekaligus menurunkan kredibilitas mereka di mata masyarakat.
“Tujuannya agar dakwah dapat terus berjalan dengan baik dan supaya dai di Indonesia tetap dihormati serta diapresiasi oleh masyarakat,” ujar KH Ahmad Zubaidi di Jakarta, dalam rilis Sabtu (14/12/2024).
Kiai yang juga merupakan akademisi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menegaskan bahwa dalam berdakwah, penting untuk menggunakan bahasa yang santun, mendidik, dan penuh hikmah. Dengan demikian, para dai dapat menjadi panutan yang baik bagi umat.
Ia juga menekankan pentingnya etika, adab, dan tata krama sebagai fondasi utama yang harus dimiliki oleh setiap dai, selain penguasaan ilmu. “Jika seseorang hanya mengandalkan ilmu tanpa dilandasi adab, maka besar kemungkinan akan timbul kesombongan dalam menyampaikan dakwah,” jelasnya.
KH Ahmad Zubaidi mengingatkan agar para dai selalu berhati-hati dalam memilih kata-kata agar tidak menyinggung atau melukai hati para pendengarnya. Sebaliknya, dakwah seharusnya menjadi sarana untuk menyebarkan kasih sayang dan nilai-nilai luhur Islam. “Dengan memiliki tata krama, adab, etika, dan akhlak yang baik, insyaallah ilmu yang dimiliki para dai akan lebih bermanfaat dan bermakna,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ketidakhati-hatian dalam bertutur kata dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk memprovokasi dan menciptakan konflik antarumat Islam atau organisasi keagamaan.
Sebagai tambahan, KH Ahmad Zubaidi mendorong para dai untuk belajar keterampilan berbicara di depan umum, retorika, dan menyisipkan humor dalam ceramah agar dakwah terasa lebih menarik dan tidak membosankan. Namun, humor yang digunakan harus tetap sesuai dengan norma dan tidak menyakiti perasaan orang lain.
“Pelajari bagaimana menyampaikan ceramah yang diselingi humor positif. Dengan latihan yang konsisten, kualitas dakwah akan semakin baik dan para dai akan semakin mumpuni,” tutupnya.