Ketika Berita Menjelma Warna, Mantan Ketua PWI Ini Pamerkan Lukisan Realisme di Mojokerto

Ketika Berita Menjelma Warna, Mantan Ketua PWI Ini Pamerkan Lukisan Realisme di Mojokerto

Mojokerto (beritajatim.com) – Di balik kerasnya ritme liputan dan tenggat berita, wartawan senior Diak Eko Purwoto menyimpan dunia lain yang lebih sunyi : kanvas, cat, dan goresan warna.

Dunia itu kini terbuka untuk publik lewat pameran lukisan tunggal bertajuk Gen Art yang digelar di atrium mal satu-satunya di Kota Mojokerto, mulai 17 hingga 31 Desember 2025.

Pameran ini menjadi penanda perjalanan seni seorang jurnalis yang selama puluhan tahun akrab dengan kamera dan naskah berita. Tak disangka, pameran tunggal perdana mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Mojokerto ini justru berawal dari sebuah pertemuan tak disengaja.

Sekitar sebulan lalu, ia bertemu dengan direktur salah satu surat kabar di Mojokerto saat menghadiri undangan pelukis senior Priyok Dinasti di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Percakapan sederhana berkembang menjadi gagasan besar, saatnya karya-karya itu keluar dari studio dan bertemu publik.

Diak dikenal sebagai pelukis otodidak dengan aliran realisme. Melukis sejatinya sudah menjadi hobinya sejak kecil, namun sempat terhenti karena kesibukan sebagai wartawan televisi nasional. Dua tahun lalu, momen kecil justru menghidupkan kembali gairah itu. Saat putri bungsunya mendapat tugas menggambar dari sekolah.

Diak menyediakan kanvas dan ikut mendampingi. Dari situ, kuas kembali bergerak. Sejak saat itu, puluhan lukisan lahir. Sebagian bahkan telah berpindah tangan, dikoleksi oleh rekan seprofesi, pejabat pemerintah, anggota dewan, hingga pengusaha. Diak juga menerima pesanan lukisan, meski tanpa tekanan tenggat waktu.

Baginya, proses dan suasana hati jauh lebih penting. Ia menyadari, melukis memiliki kemiripan dengan menulis berita. Keduanya menuntut kepekaan memilih objek, sudut pandang yang tepat, dan momentum yang kuat. Tak heran, banyak karyanya terinspirasi dari realitas sehari-hari yang ia jumpai sebagai jurnalis.

Mulai dari keindahan alam, budaya, hingga potret sosial. Salah satu karya yang ditampilkan menggambarkan barisan anggota Polri yang berjaga saat demonstrasi. Lukisan tersebut merefleksikan beratnya tugas aparat kepolsian dalam menjaga keamanan dan kedamaian negara.

“Lukisan itu, saya membutuhkan waktu hingga empat hari. Melukis dan menulis itu sama. Keduanya mencari makna dari realitas. Melukis bagi saya adalah kenikmatan,” ungkapnya, Kamis (18/12/2025).

Hingga kini, sekitar 60 lukisan telah ia selesaikan, dengan harga berkisar Rp2,5 juta hingga Rp10 juta, tergantung ukuran dan detail. Menariknya, Diak mengaku kerap meninggalkan satu lukisan yang hampir selesai untuk mengerjakan karya lain. Sebuah kebiasaan yang justru memperkaya proses kreatifnya.

Melalui pameran Gen Art, Diak berharap dapat turut menggairahkan kembali dunia seni rupa di Mojokerto. Ia ingin menghadirkan warna baru dari kalangan seniman senior, sekaligus menunjukkan bahwa Mojokerto tak hanya kaya wisata sejarah, tetapi juga memiliki potensi seni rupa yang hidup.

“Pameran ini bukan sekadar memajang karya, tapi ruang dialog antara seniman dan masyarakat,” katanya.

Bagi Diak, pameran ini adalah perjumpaan dua dunia yang selama ini ia jalani, jurnalisme dan seni yang akhirnya bertemu di satu titik. Kejujuran dalam merekam realitas, baik lewat kata maupun goresan warna. [tin/ted]