Awalnya, Toni hanya berpikir penyakit asam lambung anaknya kambuh. Namun, hal itu disangkal oleh sang anak.
“Katanya rasanya beda, nggak seperti asam lambung naik,” beber dia.
Sang anak kemudian bisa tertidur. Pada Jumat pagi, Toni mencoba membangunkan putrinya untuk berangkat sekolah.
Namun, sang anak mengaku masih sakit perut. Akhirnya Toni membuatkan izin untuk anaknya agar tidak masuk sekolah dulu.
Tak lama kemudian, Toni mendapat berita soal dugaan keracunan akibat menu MBG di sekolah anaknya di SMAN 2 Wonogiri.
Anaknya lantas juga menceritakan bahwa banyak temannya yang izin sakit.
“Anak saya bilang banyak temannya yang izin. Sakitnya sama,” kata dia.
Menurut Toni, anaknya terbiasa menyantap habis menu MBG yang disajikan di sekolah.
Sebab, sang anak juga menyukai program tersebut karena bisa menghemat uang jajannya.
Usai kejadian ini, Toni meminta anaknya untuk lebih berhati-hati saat mengonsumsi makanan.
“Saya minta kalau rasanya tidak enak atau aneh tidak usah dimakan. Kalau dirasa enak ya dimakan,” kata dia.
Toni juga berharap, kontrol kualitas menu MBG lebih diperhatikan. Hal itu supaya kejadian itu tak terulang lagi.
Orang tua siswa lain yang enggan dikorankan namanya mengatakan, anaknya turut mengalami diare usai mengonsumsi menu MBG. Dia turut menyayangkan peristiwa itu.
“Prihatin. Soalnya kan yang merasakan anak,” kata dia.
Menurut sumber tersebut, program MBG dinilai sebagai program yang bermanfaat.
Hanya saja, pengelolaan dan kualitas menu MBG harus benar-benar dijaga.
“Ini kan dimakan, maksudnya asupannya langsung ke tubuh,” beber sumber itu.
