Lebih lanjut, Imas mengkritisi isi piring makan MBG yang memberikan makanan ultra proses dan makanan tinggi gula. Hal itu dinilai tidak sejalan dengan pemenuhan gizi dan kesehatan anak yang selama ini diupayakan oleh pemerintah. Akibat kondisi ini,ia khawatir masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap edukasi yang sudah berjalan.
“Akhirnya masyarakat kita yang tadinya sudah tahu kemudian akhirnya melihat MBG yang seperti ini, implementasinya itu malah nanti mereka satu tidak percaya, yang kedua malah pemahaman mereka yang sudah baik malah akhirnya mundur lagi, kita mesti mulai dari nol lagi,” tuturnya
Imas juga menilai bahwa masalah dalam MBG ini tidak hanya soal kuantitas, tapi juga kualitas pangan yang disajikan. Ia mengatakan keracunan yang terjadi berkaitan erat dengan keamanan pangan. Dia juga menekankan pentingnya pengendalian rantai pasok untuk jaminan keamanan pangan. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan teknologi yang sudah ada
“Kita harus berinovasi lebih lanjut terkait dengan ya katakanlah teknologi, mungkin dalam rantai distribusi perlu memantau misalnya rantai cold chain untuk memastikan bahwa cold chain itu berjalan dengan baik. Misalnya untuk bahan pangan sumber protein hewani gitu kan juga penting, tapi saya rasa tidak perlulah berpikir muluk-muluk tentang inovasi, kita manfaatkan saja apa kekayaan yang sudah kita punya dan apa resource yang sudah ada di program-program sebelumnya,” ujarnya.
Dia menegaskan pentingnya konsep sentralisasi di setiap dapur MBG, juga mencontohkan cara pengolahan dan sistem makanan massal yang tepat. “Sebenarnya tergantung dari makanan yang disajikan ya, ada makanan yang memang sifatnya mudah basi misalnya makanan yang bersantan, makanan yang direbus gitu, sementara kalau makanan yang digoreng itu jauh lebih awet. Itu pengetahuan dasar terkait dengan pengolahan pangan,” ucapnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5359886/original/087697000_1758692887-3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)