Kenapa DPR Bentuk Tim Khusus untuk Awasi Penulisan Ulang Sejarah?

Kenapa DPR Bentuk Tim Khusus untuk Awasi Penulisan Ulang Sejarah?

Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bakal membentuk tim khusus untuk mengawasi proses penulisan ulang sejarah nasional yang saat ini sedang digarap oleh Kementerian Kebudayaan.

Langkah pembentukan tim khusus ini diambil untuk memastikan agar sejarah Indonesia ditulis secara akurat, transparan, dan tidak menyimpang dari fakta.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebelumnya mengumumkan bahwa naskah sejarah nasional baru akan diuji publik pada Juli 2025 guna mendapat masukan dari sejarawan dan masyarakat umum.

Pembentukan tim ini diumumkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, setelah melakukan konsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani serta pimpinan lainnya.

“Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan,” kata Dasco, dikutip Beritasatu.com dari Antara.

Tujuannya bembentukan tim ini jelas, menjalankan fungsi pengawasan agar tidak ada manipulasi narasi sejarah yang berpotensi merugikan pihak tertentu.

Kolaborasi Dua Komisi

Tim supervisi ini akan melibatkan dua komisi utama di DPR, yakni Komisi III yang membawahi urusan hukum dan hak asasi manusia (HAM), serta Komisi X yang menjadi mitra legislasi Kementerian Kebudayaan.

Dengan kolaborasi ini, DPR ingin memastikan bahwa penulisan ulang sejarah tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga layak secara edukatif dan budaya.

Menjawab Polemik Publik

Pembentukan tim ini juga merupakan respons terhadap polemik yang muncul menyusul pernyataan kontroversial dari Fadli Zon. Dalam rapat dengan Komisi X DPR, Fadli menyebut pemerkosaan massal Mei 1998 sebagai “rumor”, yang memicu protes dari koalisi masyarakat sipil.

Aksi simbolik dilakukan dalam bentuk interupsi langsung saat rapat berlangsung, menuntut pengakuan dan permintaan maaf dari Fadli.

Kontroversi ini menambah urgensi bagi DPR untuk mengawal proses penulisan ulang sejarah agar tidak mengaburkan jejak kelam yang pernah terjadi di Indonesia.

DPR menegaskan bahwa sejarah harus ditulis secara lengkap, bukan sekadar menampilkan sisi positif.

Penekanan pada Transparansi dan Keadilan

Ketua DPR Puan Maharani menekankan bahwa penulisan sejarah tidak boleh menghilangkan jejak pihak mana pun. Ia meminta agar proses ini dilakukan tanpa tergesa-gesa dan dengan menghormati semua fakta yang ada.

Puan menegaskan bahwa sejarah harus ditulis seterang-terangnya, tanpa memanipulasi realitas demi narasi tertentu.

“Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya. Jadi saling menghormati lah terkait dengan hal itu ya, saling menghormati dan menghargai,” ujar Puan.

Tujuan utama penulisan ulang ini, menurut Fadli Zon, adalah untuk memperbarui narasi sejarah yang belum lengkap dan mengedepankan perspektif Indonesia.

Meski begitu, niat tersebut tidak bisa dilepaskan dari risiko bias, terutama bila prosesnya tidak diawasi secara ketat. Karena itu, DPR merasa perlu hadir untuk mengawal proses ini.

DPR Ingin Sejarah Jadi Milik Semua

Dengan membentuk tim khusus, DPR berharap polemik seputar penulisan ulang sejarah bisa diredam.

Dasco menyatakan bahwa alat kelengkapan DPR akan bekerja secara profesional dan memberikan perhatian pada isu-isu sensitif seperti pelanggaran HAM dan representasi tokoh-tokoh sejarah yang selama ini terpinggirkan.

Langkah ini bukan semata pengawasan, tetapi juga bentuk tanggung jawab DPR dalam menjaga memori kolektif bangsa.

Sejarah yang inklusif dan adil diharapkan dapat memperkuat identitas nasional serta menghindari dominasi satu suara dalam narasi sejarah.