Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah batal mengumumkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada hari ini, Jumat (21/11/2025). Kalangan pengusaha dan buruh pun memberikan respons beragam.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menyampaikan bahwa pembahasan kenaikan UMP 2026 yang memakan banyak waktu kembali berulang pada tahun ini, seiring formula yang disebutnya terus berubah-ubah.
“Iya, terlalu mepet memang [tenggat pengumuman UMP 2026], karena kita ganti formula hampir tiap tahun,” kata Bob saat dihubungi Bisnis, dikutip pada Jumat (20/11/2025).
Menurut Bob, kenaikan upah minimum semestinya lebih bisa diprediksi hingga jangka waktu 5 tahun, mengingat perusahaan perlu menghitung biaya dan mengalokasikan bujet jangka panjang.
Dia menjelaskan bahwa penentuan alfa alias indeks tertentu dalam formula UMP menjadi perdebatan kalangan pengusaha. Hal ini dikarenakan timpangnya pertumbuhan industri yang menopang perekonomian suatu daerah.
Bob mencontohkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara yang berkisar 32% per kuartal II/2025, yang didorong oleh tambang nikel. Menurutnya, industri lain tidak demikian, bahkan ada yang bertumbuh negatif.
“Lebih baik upah minimum threshold saja, batas bawah. Nanti silahkan masing-masing perusahaan bipartit, tentukan upah sesuai kondisi perusahaan,” ujarnya memberi masukan.
Respons berbeda disampaikan serikat pekerja. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyatakan bahwa keterlambatan pengumuman UMP menimbulkan ketidakpastian bagi buruh.
Elly berharap pemerintah tetap menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023 bahwa perumusan UMP harus berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu, serta harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL).
Dia lantas mengungkapkan adanya ancaman terhadap status kerja buruh apabila pengusaha menilai kenaikan UMP 2026 nanti terlalu tinggi.
“Jangan juga itu [kenaikan UMP] nanti jadi alasan-alasan untuk menutup perusahaan-perusahaan, terutama yang di padat karya,” ujar Elly.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong penerapan upah minimum yang berkeadilan dengan cara tidak memukul rata kenaikan UMP di seluruh Indonesia.
Dia berpandangan bahwa kenaikan upah satu angka hanya akan menandakan bahwa pemerintah seolah-olah menutup mata terhadap pekerja di daerah dengan upah minimum rendah.
Menurutnya, hal tersebut juga berlaku untuk pengusaha, mengingat biaya produksi yang berbeda antardaerah apabila kenaikan UMP tak memperhatikan kesenjangan yang ada.
“Yang upahnya masih rendah harus dinaikkan lebih signifikan daripada dari upah minyak sudah tinggi. Kami akan suarakan itu terus,” kata Ristadi kepada Bisnis.
