Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Tokoh Muda NU: Polri Gabung di Kemendagri, Kurang Pas

    Tokoh Muda NU: Polri Gabung di Kemendagri, Kurang Pas

    Surabaya (beritajatim.com) – Tokoh muda NU, Ubaidillah Amin (Gus Ubaid) ikut buka suara terkait wacana akan digabungkannya institusi Polri ke dalam Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.

    “Menurut saya, rencana penggabungan Polri ke Kemendagri itu kurang pas dan terkesan seperti dipaksakan, karena kecemburuan beberapa institusi lain kepada isntitusi Polri. Salah satu peran Polri sebagai penjaga kamtibmas di dalam negeri, sudah tepat berdiri sendiri dan langsung di bawah komando Presiden RI,” tegas Gus Ubaid, Minggu (1/12/2024).

    Menurut dia, memang selama ini banyak kejadian yang mencoreng nama baik Polri karena ulah beberapa oknum dari dalam intitusi penegak hukum tersebut. Dan, Kapolri sangat tegas dalam mengambil sikap kepada oknum anggotanya yang jelas melanggar hukum dan kode etik.

    “Jika kita melihat sejarah pemisahan institusi Polri dengan ABRI pada saat awal awal reformasi, tentunya kita tahu maksud dan tujuannya. Menurut saya pribadi, institusi Polri semakin baik dan profesional dalam menjalankan tugasnya, terbuka, transparan, cepat, cekatan dan mengayomi. Bahkan, Kapolri meminta langsung masyarakat mengkritisi intistusinya yang dirasa kurang bagus,” jelasnya.

    Di berbagai platform unggahan video, Gus Ubaid melihat Kapolri dengan jelas dan sengaja mengundang komedian.

    “Jokesnya pun menurut saya sangat kritis sekali kepada Polri bahkan Kapolri dan jajarannya saya melihat tertawa lepas dengan kritikan para komedian tersebut. Sekali lagi saya kurang sependapat, jika Polri digabungkan dengan Kemendagri. Dan, saya berharap Polri ke depan semakin menjadi lembaga yang benar-benar tangguh, transparan, dan mengayomi masyarakatm. Bravo Polri dan semakin presisi,” pungkasnya. [tok/aje]

  • Pakar Hukum Tolak Wacana Polri di Bawah Kemendagri, Ini Alasannya

    Pakar Hukum Tolak Wacana Polri di Bawah Kemendagri, Ini Alasannya

    Semarang, Beritasatu.com – Pakar hukum tata negara dari Universitas Semarang M Junaidi menolak wacana penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya gagasan tersebut  salah kaprah dan berpotensi menabrak aturan negara.

    Junaidi mengatakan usulan Polri di bawah Kemendagri sangatlah tidak pas, karena Kemendagri cenderung mengurusi konteks masalah-masalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan di dalam negeri, terutamanya berkaitan dengan pemerintahan daerah. Sedangkan Polri mengurus keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

    “Menurut saya sudah salah kaprah, ini akan terjadi overlapping, karena kalau ditarik ke Kemendagri, kontrol dari presiden malah tidak akan maksimal, di sisi lain Kemendagri urusannya kan yang berkaitan dengan pemerintah pusat dan daerah, sementara Polri itu Kamtibmas,” ujar Junaidi di Semarang, Minggu (1/12/2024).

    “Sementara fungsi Polri sebagai penegak hukum, maka kedudukan Polri juga sama dengan kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harus dibawah naungan presiden langsung.” 

    “Polri bisa diubah bukan dipimpin oleh seorang kapolri. Tetapi pimpinannya adalah komisioner. Komisioner itu ketika membuat keputusan itu secara kolektif dan kolegial. Artinya bersama-sama. Nah, konsep bersama-sama ini akan memperkuat pertimbangan putusan yang dibuat oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum yang kemudian dilaksanakan di NKRI,” katanya.

    Sementara itu Koordinator Lembaga Kebijakan Publik dan Hukum (Omah Publik) Nanang Setyono menilai wacana penempatan Polri di bawah Kemendagri bersifat politis sesaat.

    “Ini politis sesaat saja, dinamika dari Pilpres dan Pilkada. Mereka yang berteriak ini kan karena kalah dalam Pilpres dan Pilkada, terus melontarkan isu tuduhan katanya Polri yang disebut partai coklat bergerak masif menggalang dukungan untuk calon tertentu tang ditunjuk penguasa,” kata Nanang.

     

  • Ini Kata PMII Jatim Soal Polri di Bawah Kemendagri atau TNI: Langkah Mundur Demokrasi

    Ini Kata PMII Jatim Soal Polri di Bawah Kemendagri atau TNI: Langkah Mundur Demokrasi

    Probolinggo (beritajatim.com) – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesiaa (PMII) Jawa Timur menolak usulan Polri di bawah Kemendagri ataupun TNI. Pasalnya hal ini disikapi sebagai bentuk kemunduran demokrasi.

    Sebelumnya politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusulkan agar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapat penolakan tegas dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur.

    Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur, Baijuri, menilai gagasan tersebut merupakan bentuk kemunduran dalam demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, Polri harus tetap profesional dan independen agar dapat menjaga keadilan tanpa intervensi politik.

    “Usulan pengembalian posisi Polri adalah langkah mundur. Hal ini tidak relevan dengan kondisi bangsa saat ini yang membutuhkan kepolisian independen,” tegas Baijuri.

    Baijuri menegaskan bahwa kondisi sosial, politik, dan hukum di Indonesia sangat kompleks dan berbeda dari negara lain. Oleh karena itu, menempatkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI justru akan membuka peluang intervensi politik yang menghambat terciptanya keadilan.

    “Di berbagai negara memang ada kepolisian yang berada di bawah kementerian. Namun, Indonesia memiliki dinamika yang berbeda, sehingga Polri harus tetap independen,” jelasnya.

    PMII Jatim juga melihat adanya potensi usulan ini berkaitan dengan isu netralitas Polri menjelang Pilkada 2024. Namun, Baijuri menekankan bahwa mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri bukanlah solusi untuk menjamin netralitas, melainkan dapat merusak profesionalisme institusi tersebut.

    “Kalaupun usulan ini ada kaitannya dengan Pilkada, solusi terbaik adalah penguatan internal Polri, bukan menempatkannya di bawah kementerian yang membuka ruang intervensi lebih besar,” katanya.

    Baijuri menyoroti bahwa keputusan sebesar ini harus melalui kajian mendalam dengan melibatkan masyarakat sipil dan mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas demokrasi.

    “Penegakan hukum yang adil hanya bisa terwujud kalau Polri tetap independen. Jangan sampai keputusan yang salah justru melemahkan demokrasi kita,” tutupnya.

    PMII Jatim berharap pemerintah tetap mengutamakan stabilitas demokrasi dan menjunjung tinggi independensi institusi hukum agar Polri dapat menjalankan tugasnya secara profesional tanpa pengaruh politik. [ada/aje]

  • Gagasan Polri di bawah Kemendagri langkah mundur

    Gagasan Polri di bawah Kemendagri langkah mundur

    Apalagi di bawah kementerian

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan mengatakan gagasan menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI merupakan langkah mundur.

    “Saran kami, kedudukan Polri tetap lebih bagus berada di bawah presiden,” kata Edi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Berdasarkan kajian akademik, kata dia, Polri tetap lebih ideal jika berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.

    Dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini mengatakan, di bawah kementerian manapun tidak akan menjamin Polri semakin baik bahkan dikhawatirkan semakin mundur.

    Selain itu, kata dia, institusi Kepolisian yang berada di bawah kementerian lain juga semakin rawan intervensi pada penegakan hukum.

    Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan. ANTARA/Handout/aa.

    Polri di bawah presiden saja, intervensi bertubi-tubi datang dari segala penjuru, termasuk partai politik. “Apalagi di bawah kementerian,” kata dia.

    Menurut dia, semestinya yang dibahas bukan Polri di bawah kementerian, tapi memberikan gagasan agar profesionalisme dan pengawasan Polri bisa ditingkatkan.

    “Polri jangan diseret-seret ke ranah politik. Polri di bawah presiden memang itulah ciri khas Kepolisian Indonesia,” katanya.

    Edi Hasibuan melihat dengan di bawah presiden seperti saat ini, Polri diakui sebagai salah Kepolisian terbaik di dunia, berdasarkan laporan bertajuk “Global Law and Order 2022” yang diterbitkan lembaga jajak pendapat dunia, Gallup, pada 27 Oktober 2022.

    Gallup mewawancarai hampir 127.000 orang di lebih dari 120 negara pada 2021. “Menurut Gallup, Polri berada pada urutan kelima terbaik di dunia, setelah Singapura, Tajikistan, Norwegia dan Swiss,” katanya.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Dekan FH Unisla Sebut Usulan Polri di Bawah Kemendagri Berpotensi Ganggu Fungsi Penegakan

    Dekan FH Unisla Sebut Usulan Polri di Bawah Kemendagri Berpotensi Ganggu Fungsi Penegakan

    Lamongan (beritajatim.com) – Pakar hukum ilmu pidana Unisla (Universitas Islam Lamongan) Ayu Dian Ningtias, memberikan tanggapan mengenai usulan penempatan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Menurut wanita yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Unisla itu, sistem peradilan pidana dimulai dari subsistem kepolisian, yakni Gatekeepers of the Criminal Justice System.

    “Mengutip pendapat Didik Endro Purwoleksono dalam bukunya Hukum Acara Pidana, kepolisian berkaitan erat dengan fungsi represif terhadap kejahatan. Kecepatan jajaran kepolisian untuk mengungkap suatu kasus sangat menentukan peran dan kinerja dari subsistem peradilan pidana,” kata Dian, Minggu (1/12/2024)

    Ayu menjelaskan, pada sistem peradilan pidana terdapat subsistem yang berperan penting dalam mencapi tujuan dari sistem peradilan pidana. Di mana terdapat empat aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

    Lulusan Magister Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menambahkan, apabila dikembalikan Kepolisian sebagai gatekeepers sistem peradilan pidana di bawah institusi TNI atau Kemendagri, akan menggangu fungsi penegakan hukum dan peran sentral dalam sistem peradilan pidana.

    Menurut Ayu, hal tersebut telah dikaji dalam naskah akademik Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI.

    Hal ini dikarenakan adanya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan TNI dan Polri Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

    Kepolisian sesuai dengan Hukum Acara Pidana merupakan aparat penegak hukum yang menjalankan tugas, kekuasaan, penyelidikan dan penyidikan. Dalam menjalankan tugasnya kepolisian harus mandiri dan harus langsung di bawah Presiden.

    Ayu menambahkan, sebagai institusi yang melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem peradilan pidana.

    “Di dalam sistem peradilan pidana masing-masing komponen harus mempunyai kesamaan dalam bertanggung jawab dan pertimbangan dalam menangani suatu perkara kejahatan, perlu adanya koordinasi serta perencanaan. Pembagian kewenangan juga haruslah jelas agar tidak terjadi tumpang tindih antar subsistem,” tuturnya. [fak/suf]

  • Polri di Tengah Tudingan “Parcok” dan Usulan Kembali Ke TNI/Kemendagri

    Polri di Tengah Tudingan “Parcok” dan Usulan Kembali Ke TNI/Kemendagri

    Polri di Tengah Tudingan “Parcok” dan Usulan Kembali Ke TNI/Kemendagri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepolisian Republik Indonesia (
    Polri
    ) lagi-lagi menjadi sorotan publik. Institusi pecahan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini belakangan dituding sebagai ”
    Parcok
    ” atau
    Partai Coklat
    .
    Istilah ini disebut pertama kali oleh Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang menyinggung soal pergerakan “
    partai coklat
    ” perlu diantisipasi.
    Hasto menyampaikan ini ketika menegaskan seluruh jajaran PDI-P memantau pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2024, Rabu (27/11/2024).
    “Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan partai coklat ya, sama dengan di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, Rabu (27/11/2024).
    Istilah itu kemudian menyudutkan Polri karena disebut-sebut melakukan pengerahan aparat pada pemilihan umum, baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada.
    Namun, DPR melihat isu
    parcok
    dalam
    Pilkada 2024
    adalah kabar bohong atau hoaks. Ini seperti disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
    Adapun Komisi III merupakan mitra kerja Polri di DPR.
    “Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks,” kata Habiburokhman di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
    Terkait partai coklat ini, Habiburokhman menyebut ada juga anggota DPR RI yang dilaporkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI usai melontarkan tudingan itu.
    Namun, ia enggan mengungkap identitas anggota DPR yang dilaporkan ke MKD DPR itu.
    “Saya dengar orang tersebut sudah dilaporkan ke MKD. Kalau dilaporkan ke MKD tentu prosedurnya akan dipanggil, dimintai keterangan diminta untuk membuktikan. Kalau tidak bisa membuktikan, tentu ada konsekuensinya,” ucapnya.
    Selain dituding “Parcok”, Polri juga diusulkan kembali ke TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) imbas disebut-sebut mengerahkan aparat dalam Pilkada 2024.
    Usulan ini disampaikan oleh Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus.
    Hal ini menyusul hasil Pilkada Serentak 2024 di sejumlah wilayah, di mana PDI-P merasa kekalahan mereka di wilayah-wilayah tersebut disebabkan oleh pengerahan aparat kepolisian atau “parcok”.
    “Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024).
    Ia berharap, DPR RI nantinya bisa bersama-sama menyetujui agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.
    “Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” kata Deddy.
    Polri hanya bungkam ketika mendapat tudingan “Parcok” maupun usulan dikembalikan ke TNI/Kemendagri.
    Ketika ditanya mengenai dorongan PDI-P untuk mengembalikan Polri ke TNI atau Kemendagri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta wartawan bertanya kepada yang mengusulkan.
    “Tanya yang nanya,” ujar Listyo, di kompleks Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (29/11/2024), saat acara wisuda Prabhatar Akademi TNI dan Akademi Kepolisian (Akpol).
    Sementara itu, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto yang hadir dalam acara tersebut juga memilih untuk tidak memberikan komentar dan mengikuti langkah Listyo.
    Tudingan soal “Parcok” dan usulan untuk kembali ke TNI/Kemendagri dinilai sebagai langkah Polri untuk melakukan introspeksi diri.
    Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid meminta institusi Polri mengoreksi diri terkait munculnya istilah “Partai Coklat” (Parcok) atau pengerahan aparat kepolisian pada pemilihan umum (pemilu), baik pilpres, pileg, maupun pilkada.
    “Kalau hari ini kemudian tidak dipercaya atau publik banyak dugaan berpolitik, ada sebutan parcok-lah, parpol-lah, itu menurut saya itu koreksi, harus didengar ini oleh institusi kepolisian,” kata Jazilul usai acara Musyawarah Nasional (Munas) V Perempuan Bangsa yang digelar di Jakarta, Jumat (29/11/2024) malam.
    Menurut dia, ada kemungkinan istilah Partai Coklat tidak terbukti. Meski begitu, Polri diminta mengoreksi diri lantaran isu ini kerap muncul.
    Jazilul mengakui tak menemukan bukti konkret juga soal tudingan keterlibatan Polri dalam pemilu. Namun, Jazilul mengaku pernah mendengar isu terkait hal ini.
    “Bahkan saya pernah dengar langsung ada seorang kepala desa begitu untuk memenangkan tertentu itu dipanggil, ditakut-takuti dengan kasus. Katanya begitu yang disampaikan ke saya,” kata dia.
    Anggota Komisi III DPR RI ini menilai Polri perlu melakukan koreksi di internal agar ke depannya isu tersebut tidak menjadi kegaduhan publik.
    Dia berpandangan, jangan sampai Polri yang seharusnya menjaga keamanan ketertiban, justru membuat ketidaktertiban publik.
    “Hari ini mungkin bisa ditangani, suatu saat enggak bisa ditangani akan terjadi masalah,” kata Jazilul.
    “Lebih baik menurut saya koreksi saja secara internal perbaiki, lakukan evaluasi supaya tidak lagi berpolitik, ini domainnya partai-partai dan juga partai-partai jangan ditarik-tarik institusi itu menjadi institusinya partai,” imbuh dia.
    PKB dalam posisi menghormati profesionalitas kepolisian.
    Menurutnya, PKB juga mengapresiasi jajaran kepolisian yang telah memastikan pilkada tahun ini berjalan lancar.
    “Meskipun ada dugaan penggunaan aparat dan semacam dugaan-dugaan seperti itu, tetapi pada umumnya sukseslah kerja yang dilakukan kepolisian,” tuturnya.
     Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso juga sepakat, Polri sebaiknya introspeksi.
    “Tunduk di bawah TNI atau kementerian tentu harus menjadi introspeksi pimpinan Polri,” ujarnya.
    Meski demikian, Sugeng menegaskan bahwa IPW tidak setuju dengan usulan Polri dikembalikan ke TNI/Kemendagri.
    Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah kemunduran.
    Sugeng menekankan perlunya introspeksi mendalam dari para pimpinan Polri.
    “Kepercayaan publik yang diukur melalui survei perlu dipertanyakan. Apakah surveinya benar atau abal-abal? Semua insan Polri harus kembali kepada jati diri,” jelasnya.
    Selain itu, tambah dia, jika Polri kembali berada di bawah TNI, potensi pelanggaran hak asasi manusia bisa meningkat.
    “Kembali lagi menjadi aparatur pendekatannya kekerasan,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPP IMM Kritik Usulan Polri di Bawah Kemendagri: Jalan Kemunduran Reformasi

    DPP IMM Kritik Usulan Polri di Bawah Kemendagri: Jalan Kemunduran Reformasi

    Jakarta

    Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) mengkritik usulan Polri di bawah Kemendagri yang dihembuskan oleh Politikus PDIP, Deddy Sitorus. DPP IMM menilai usulan itu kontraproduktif dengan agenda reformasi.

    “Menempatkan posisi kepolisian di bawah Kemendagri justru membuka jalan kemunduran demokrasi dan reformasi. Kita tahu, salah satu konsensus reformasi adalah pemisahan Polri agar bisa berdiri berdaulat dan independen. Wacana semacam ini justru membuat kita mundur ke belakang,” Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza kepada wartawan, Sabtu (30/11/2024).

    Riyan lantas menganggap wacana tersebut sebagai sikap yang reaktif. Ia mengingatkan agar PDIP menghindari pernyataan yang berpotensi memecah belah.

    “Tentu menolak wacana itu dan saya melihat wacana tersebut sebagai sikap reaktif imbas dari kekalahan dalam momen Pilkada serentak baru-baru ini,” ujarnya.

    “Menurut saya PDIP harus menerima realitas politik pada Pilkada serentak 2024 ini, dengan menjadikannya perenungan kolektif, bukan malah menyalahkan institusi apalagi menyudutkan salah satu instansi negara. Menurut saya ini justru menimbulkan ketidaksukaan di masyarakat kepada PDIP. Masyarakat sudah menentukan pilihannya, mari kita kembali merajut persatuan dengan menegasikan narasi-narasi perpecahan” tambahnya.

    Lebih lanjut, Riyan menilai kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga terbukti bagus. Salah satunya, ia mengapresiasi soal pemberantasan judi online.

    Usulan PDIP

    Seperti diketahui, usulan Polri di bawah Kemendagri disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. Deddy menyebut pihaknya mempertimbangkan usulan Polri di bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang pemilu.

    “Perlu diketahui bahwa kami sudah sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” kata Deddy dalam konferensi pers terkait pelaksanaan dan temuan Pilkada Serentak 2024 di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat.

    “Tugas polisi mungkin, jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui, menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar. Berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang,” ucap anggota DPR RI ini.

    “Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu, saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” tambahnya.

    (azh/taa)

  • BEM PTNU Nilai Ada Banyak Potensi Pelemahan Jika Polri di Bawah Kemendagri

    BEM PTNU Nilai Ada Banyak Potensi Pelemahan Jika Polri di Bawah Kemendagri

    Jakarta

    Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) menanggapi usulan Polri agar di bawah Kemendagri. Menurutnya, Polri harus tetap di bawah presiden.

    “Menurut kami Polri harus tetap di bawah Presiden kak. Posisi Polri yang sekarang ini sudah sangat pas untuk memberikan pelayanan kepada rakyat dan khidmat kepada bangsa dan negara. Justru jika Polri di bawah Kemendagri akan ada banyak potensi pelemahan hukum,” kata Ketua BEM PTNU Achmad Baha’ur Rifqi kepada wartawan, Sabtu (30/11/2024).

    Rifqi menyebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membawa Polri yang lebih humanis. Menurutnya, pendekatan Polri sekarang lebih baik.

    “Kalau menurut kami, beliau sangat humanis kepada masyarakat, khususnya mahasiswa. Sebagai mahasiswa, kami melihat bahwa kepemimpinan Pak Sigit memiliki nilai tambah yaitu humanis,” ujarnya.

    “Jika dibandingkan dengan pemimpin sebelumnya atau pemimpin di tempat lain, mungkin perbedaannya terletak pada pendekatan dan prioritas yang diambil. Hal ini yang membuat kami sebagai mahasiswa tertarik untuk mengkaji lebih jauh, agar bisa memberikan masukan yang konstruktif,” tambahnya.

    Usulan PDIP

    Seperti diketahui, usulan Polri di bawah Kemendagri disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. Deddy menyebut pihaknya mempertimbangkan usulan Polri di bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang pemilu.

    Deddy menilai sebaiknya kepolisian berfokus terhadap tugas pengamanan terhadap masyarakat. Di luar kewenangan itu, sebaiknya bukan menjadi ranah kepolisian.

    “Tugas polisi mungkin, jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui, menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar. Berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang,” tutur anggota DPR RI ini.

    (azh/fjp)

  • Pakar Nilai Usulan Polri di Bawah Kemendagri Tak Searah Reformasi

    Pakar Nilai Usulan Polri di Bawah Kemendagri Tak Searah Reformasi

    Jakarta

    Usulan Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus agar penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dinilai sebagai langkah mundur dari cita-cita reformasi. Polri di bawah presiden seperti saat ini dianggap sudah paling pas.

    “Pandangan kami bahwa usulan tersebut tidak sesuai dengan arah reformasi. Berbicara mundur kembali karena basic yang dimintakan itu kelihatannya kasuistis. Kita tidak melihat suatu konsep besar dalam bernegara,” ucap Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho kepada wartawan, Sabtu (30/11/2024).

    Hibnu memandang posisi Polri di bawah Presiden seperti saat ini sudah cukup pas. Apabila dirasa ada yang kurang pas, menurutnya wajar meski tetap harus dievaluasi.

    “Saya kira Polri di bawah Presiden itu suatu yang sudah cukup bagus. Kalau memang ada kekurangan, dievaluasi. Bukan penempatannya tapi bagaimana tupoksinya, bagaimana kewenangannya, itu harus dievaluasi,” jelasnya.

    Usulan PDIP

    Seperti diketahui, usulan Polri di bawah Kemendagri disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. Deddy menyebut pihaknya mempertimbangkan usulan Polri di bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang pemilu.

    “Perlu diketahui bahwa kami sudah sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy dalam konferensi pers terkait pelaksanaan dan temuan Pilkada Serentak 2024 di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat.

    “Tugas polisi mungkin, jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui, menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar. Berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang,” tutur anggota DPR RI ini.

    “Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu, saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” tambahnya.

    (taa/dhn)

  • PBNU soal Usulan Polri di Bawah Kemendagri: Menodai Amanat Reformasi

    PBNU soal Usulan Polri di Bawah Kemendagri: Menodai Amanat Reformasi

    Jakarta

    Usulan Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mengemuka. Wakil Ketua PBNU KH Abdullah Latopada menganggap wacana itu adalah upaya ahistoris.

    “Jangan ahistoris lah, Polri sudah sesuai arah jangan dikebiri hanya karena emosi sesaat,” kata Latopada usai mengikuti Rapat Koordinasi PWNU se Indonesia di Hotel Bumi Surabaya, dilansir detikJatim, Sabtu (30/11/2024).

    Menurut Latopada, usulan itu hanya akan memperlemah posisi Polri. Dia menyebut upaya itu akan menodai amanat reformasi.

    “Amanat reformasi jelas, TNI/Polri telah dipisahkan. Kalau sekarang kemudian diusulkan di bawah Mendagri artinya malah menodai amanat reformasi,” ujarnya.

    Selain itu, Latopada juga menilai bahwa tuduhan PDIP yang menyebutkan bahwa Polri digunakan untuk kepentingan politik juga sulit dibuktikan. Menurutnya, hal itu berbeda masalah.

    “Ini beda masalah. Jangan kemudian alasan politik dijadikan dasar untuk mengerdilkan peran polisi,” ujarnya.

    (azh/taa)