Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • KPK Telaah Dugaan Korupsi Megaproyek Coretax, Butuh Waktu 30 Hari Tentukan Langkah Berikutnya – Halaman all

    KPK Telaah Dugaan Korupsi Megaproyek Coretax, Butuh Waktu 30 Hari Tentukan Langkah Berikutnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) masih menelaah laporan dugaan korupsi megaproyek aplikasi Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, proses telaah dan verifikasi suatu laporan membutuhkan waktu 30 hari kerja.

    “Laporan itu sudah masuk di tahap penelaahan,” kata Tessa saat dikonfirmasi, Sabtu (25/1/2025).

    Apabila KPK merasa bukti dalam laporan dimaksud kurang, maka Direktorat PLPM akan meminta tambahan bukti baru.

    “Bila masih kurang tentunya bisa dikoordinasikan dari pihak penerima laporan kepada pihak pelapor. Jadi, posisinya menunggu kelengkapan alat buktinya kalau seandainya memang layak untuk ditindaklanjuti ke tahap berikutnya,” ujar Tessa.

    Diberitakan sebelumnya, sistem canggih administrasi pajak milik Ditjen Pajak alias Coretax DJP masih mengalami kendala, memasuki pekan keempat implementasinya. 

    Persoalan ini berujung pada laporan dugaan korupsi megaproyek tersebut kepada KPK.

    Adalah Ikatan Wajib Pajak Indonesia (WPI) yang melaporkan dugaan korupsi proyek aplikasi Coretax DJP yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun. 

    Laporan tersebut disampaikan IWPI ke KPK pada Kamis (23/1/2025).

    “Kami hari ini melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih,” kata Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan dikutip dari keterangan resminya, Jumat (24/1/2025).

    Rinto menyampaikan, IWPI telah menyerahkan sejumlah bukti terjadinya dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada Ditjen Pajak tahun anggaran 2020–2024.

    “Tadi diterima di dumas (pengaduan masyarakat) II, kami menyerahkan laporan satu bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” tutur dia.

    Rinto mengungkapkan, IWPI sebenarnya telah menyiapkan empat alat bukti. 

    Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak.

    Kedua, bukti petunjuk yakni pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permasalahan aplikasi Coretax.

    “Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI,” ujarnya.

    Bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI adalah ‎saksi dan juga ahli jika KPK memerlukannya. 

    “Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” katanya.

    Rinto menjelaskan, indikasi korupsi muncul dari tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi senilai lebih Rp1,3 triliun yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025 tersebut.

    Persoalan ini kian bertambah setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 menyatakan aplikasi Coretax ini bermasalah. 

    Menurut Rinto, ini sangat janggal karena Coretax diciptakan dengan sangat canggih dan biayanya sangat mahal.

    Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.

    ‎“Yang kita laporkan sekarang ini adalah Dirjen Pajak,” ucapnya.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta maaf kepada wajib pajak atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini.

    “Saya mengucapkan maaf dan terima kasih atas pengertian dan masukan yang diberikan selama masa transisi ini,” ucap Menkeu seperti dikutip dari laman kemenkeu.go.id.

    Menkeu menyatakan, dalam pelaksanaan dan implementasi Coretax sebagai sistem perpajakan yang baru, tidak dapat dipungkiri masih ada kendala yang terjadi.

    Sri Mulyani bilang bahwa tantangan yang harus dihadapi itu merupakan bagian dari perjalanan membangun sistem perpajakan yang lebih terintegrasi, efisien dan dan akuntabel.

  • Kenali 5 Modus Penipuan Lewat Aplikasi WhatsApp

    Kenali 5 Modus Penipuan Lewat Aplikasi WhatsApp

    Liputan6.com, Yogyakarta – Penipuan online lewat aplikasi WhatsApp masih marak terjadi di Indonesia meski fitur keamanan platform digital terus diperbarui. Para pelaku kejahatan siber berevolusi dengan memanfaatkan file APK berbahaya yang dikirim secara acak ke pengguna, bertujuan untuk mengambil alih perangkat dan akun finansial korban.

    Modus operandi yang kerap digunakan adalah mengirimkan file APK secara acak ke nomor-nomor WhatsApp potensial korban. Para pelaku berharap penerima akan mengklik, mengunduh, dan menginstal aplikasi berbahaya tersebut tanpa menyadari risikonya.

    Praktik ini mirip dengan teknik phishing yang umum ditemui melalui email. Taktik pembobolan ini semakin mengkhawatirkan seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap aplikasi WhatsApp untuk berbagai keperluan sehari-hari.

    Para penipu memanfaatkan kelengahan pengguna dengan harapan korban akan memberikan akses secara tidak sadar, yang kemudian dapat digunakan untuk mengambil alih perangkat atau membajak akun-akun finansial. Mengutip dari berbagai sumber, berikut lima modus penipuan WhatsApp:

    1. Surat Peringatan Pajak

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan masyarakat, khususnya wajib pajak untuk waspada dalam menerima surat elektronik atau email yang berisikan surat peringatan pajak. Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, banyak beredar email yang bersifat phising yang dapat membahayakan keamanan data wajib pajak.

    Salah satu tanda email yang patut dicurigai adalah alamat pengirimnya. Surat pemberitahuan resmi dari DJP selalu menggunakan alamat email resmi dengan domain @pajak.go.id, bukan email perorangan.

    Apabila masih ragu, wajib pajak dapat menghubungi kontak resmi DJP melalui email, kring pajak maupun media sosial untuk memverifikasi keaslian surat yang diterima. Modus penipuan menggunakan link phising ini semakin beragam dan dapat mengancam keamanan data pribadi serta saldo elektronik pengguna.

    Para penipu tidak hanya memanfaatkan nama institusi pajak, tetapi juga menggunakan berbagai cara seperti mengirimkan informasi palsu tentang paket dari ekspedisi hingga undangan pernikahan. Praktik berbahaya ini berpotensi menguras saldo mobile banking korban jika tidak diwaspadai.

     

  • Direktorat Pajak Ungkap Manfaat Indonesia Gabung BRICS untuk Perpajakan

    Direktorat Pajak Ungkap Manfaat Indonesia Gabung BRICS untuk Perpajakan

    Jakarta: Pada 6 Januari 2025, Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS, sebuah organisasi ekonomi besar yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, serta empat anggota baru lainnya.
     
    Keputusan ini menggenapkan jumlah anggota BRICS menjadi sepuluh, menjadikannya salah satu kekuatan geopolitik dunia yang semakin diperhitungkan.
     
    Langkah ini menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama mengenai manfaatnya terhadap sistem perpajakan Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan berbagai peluang positif yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dalam konteks perpajakan.
     
    Potensi Manfaat Perpajakan dari Keanggotaan BRICS
    Menurut analisis DJP, BRICS mewakili sekitar 45 persen populasi dunia dan 28 persen output ekonomi global sebelum Indonesia bergabung. Dengan Indonesia sebagai anggota, angka-angka tersebut meningkat, memberikan peluang lebih besar bagi kerja sama ekonomi.

    Selain itu, negara-negara BRICS juga menyumbang 41 persen dari PDB global, yang dihitung berdasarkan paritas daya beli. Hal ini menunjukkan potensi pasar besar yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperluas basis pajak.
     
    Dalam pidatonya pada 16 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya pemanfaatan keanggotaan BRICS untuk mendukung pembangunan nasional.
     
    “Kita harus memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama di sektor pajak, guna mendukung program pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Prabowo dalam acara Munas Kadin.
     

    Optimalisasi Kerja Sama Multilateral
    Bergabung dengan BRICS membuka peluang kerja sama multilateral yang lebih luas dalam bidang perpajakan.
     
    Salah satu bentuk kerja sama yang sudah berjalan adalah Automatic Exchange of Information (AEoI), sebuah mekanisme pertukaran data perpajakan antarnegara untuk mencegah penghindaran pajak.
     
    DJP menyebut bahwa kerja sama ini dapat diperluas melalui forum BRICS untuk mencakup penagihan pajak lintas negara, sebuah langkah yang berpotensi meningkatkan kinerja penegakan hukum perpajakan di Indonesia.
     
    Selain itu, BRICS menyediakan platform untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman antaranggota dalam reformasi perpajakan.
     
    Dengan kerja sama ini, Indonesia dapat belajar dari negara-negara seperti Brasil dan India yang telah berhasil meningkatkan efisiensi sistem pajaknya.
     
    Kontribusi terhadap Penerimaan Pajak Nasional
    Dalam APBN 2025, pajak direncanakan menyumbang sebesar 82,89 persen dari total pendapatan negara, atau sekitar Rp2.490,9 triliun.
     
    Dengan bergabungnya Indonesia dalam BRICS, DJP optimis bahwa peningkatan ekonomi global akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak domestik.
     
    Potensi investasi asing yang masuk ke Indonesia juga diperkirakan meningkat, memberikan dampak positif pada sektor perpajakan.
     
    DJP juga mencatat bahwa kerja sama dengan BRICS dapat mendorong integrasi sistem ekonomi Indonesia ke dalam pasar global.
     
    Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, basis pajak dapat diperluas, dan potensi penerimaan negara dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan bea masuk meningkat secara signifikan.
     
    Tantangan yang Harus Dihadapi
    Namun, ada tantangan yang perlu diperhatikan. Beberapa pihak mengkhawatirkan dominasi Rusia dan Tiongkok dalam BRICS, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan organisasi.
     
    Selain itu, kritik muncul bahwa bergabung dengan BRICS dapat membahayakan hubungan Indonesia dengan mitra tradisional seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa.
     
    DJP menyebutkan bahwa tantangan ini dapat diatasi dengan memastikan bahwa kepentingan nasional tetap menjadi prioritas dalam setiap kebijakan yang diambil di forum BRICS.
     
    “Kita harus cermat dan hati-hati dalam memanfaatkan peluang ini agar dampak negatif dapat diminimalkan,” ungkap Teddy Ferdian, pegawai DJP.
     
    Bergabungnya Indonesia dengan BRICS menghadirkan peluang besar dalam meningkatkan kerja sama multilateral di bidang perpajakan.
     
    Dengan populasi besar dan pasar ekonomi yang luas, BRICS memberikan peluang untuk memperkuat basis pajak, meningkatkan investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
     
    Namun, untuk memaksimalkan manfaat ini, Indonesia harus memastikan bahwa strategi perpajakan yang diambil dapat menyeimbangkan keuntungan ekonomi dengan kedaulatan kebijakan nasional.
     
    Seperti yang diungkapkan DJP, “Ini adalah kesempatan berharga yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.”
     
    Baca Juga:
    Indonesia Gabung BRICS, Ini Kata Pakar UGM

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (WAN)

  • DJP Jabar I Kukuhkan 342 Relawan Pajak

    DJP Jabar I Kukuhkan 342 Relawan Pajak

    JABAR EKSPRES – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I mengukuhkan sebanyak 342 Relawan Pajak Untuk Negeri (Renjani) di Aula Lantai 3 Kanwil DJP Jawa Barat I, Bandung, (Kamis, 23/1).

    Para Renjani berasal dari Tax Center di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I. Sebanyak 28 Tax Center di lingkungan perguruan tinggi telah bekerja sama dengan Kanwil DJP Jawa Barat I.

    Kegiatan tersebut diselenggarakan secara hybrid, Tax Center di Bandung Raya dan Cianjur mengikuti kegiatan ini secara langsung dan selain itu mengikuti secara daring melalui Ms.Teams.

    Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Kurniawan Nizar mengatakan program Renjani ini merupakan kesempatan besar bagi para relawan untuk belajar, berkontribusi, dan membawa perubahan positif untuk negeri.

    Baca juga :  KETERANGAN TERTULIS terkait Implementasi Coretax DJP

    “Jadilah inspirasi dan teladan bagi masyarakat. Mari kita tunjukkan bahwa generasi muda Indonesia memiliki kepedulian dan tanggung jawab besar untuk membangun negeri,” ujar Nizar.

    Beliau pun menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada pengurus Tax Center yang telah berkontribusi aktif dan mendukung program Renjani ini. Tax Center merupakan kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di lingkungan kampus.

    “Tax Center merupakan mitra Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menjalankan tugas dan fungsi DJP. Tidak hanya mendukung terwujudnya kepatuhan perpajakan, Tax Center merupakan mitra yang strategis dalam meningkatkan literasi dan kesadaran pajak di kalangan masyarakat, khususnya di lingkungan perguruan tinggi,” ungkapnya.

    Di kesempatan tersebut juga, Kanwil DJP Jawa Barat I menutup Renjani tahun 2024 dan memberikan apresiasi kepada relawan pajak terbaik dengan poin aktivitas tertinggi di tahun 2024.

    Baca juga : Tutorial Aktivasi Akun Wajib Pajak Pribadi di Coretax DJP

    Putri Utami dari Universitas Muhammadiyah Bandung meraih peringkat ke-1, disusul Siti Halimah dari Universitas Nusa Putra di peringkat ke-2, dan Rahma Wardatul Jamilah dari Universitas Nusa Putra di peringkat ke-3.

    Selain pengukuhan Renjani tahun 2025 dan penutupan Renjani tahun 2024, Kanwil DJP Jawa Barat I juga memberikan pembekalan kepada para relawan pajak terkait hal yang akan dilakukan pada saat penugasan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan penilaian kegiatan Renjani. Kanwil DJP Jawa Barat I juga mengumumkan lokasi penempatan para relawan pajak.

  • BNI nilai implementasi CTAS ciptakan ekosistem perpajakan yang efisien

    BNI nilai implementasi CTAS ciptakan ekosistem perpajakan yang efisien

    Jakarta (ANTARA) – PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) memandang bahwa implementasi core tax administration system (CTAS) dalam transformasi perpajakan menjadi langkah strategis untuk menciptakan ekosistem pembayaran pajak yang lebih efisien, terintegrasi, dan aman.

    “Implementasi CTAS ini akan menciptakan ekosistem pembayaran pajak yang lebih efisien dan terintegrasi,” kata Direktur Digital dan Integrated Transaction Banking BNI Hussein Paolo Kartadjoemena dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    BNI meyakini, implementasi CTAS akan bisa memberikan kemudahan pada pelaku bisnis, terutama dalam memastikan praktik bisnis dapat berjalan secara lancar.

    Tak hanya itu, Paolo meyakini usaha ini akan menyederhanakan proses administrasi pajak, meningkatkan kepatuhan, sekaligus mengoptimalkan bisnis.

    Dalam mendukung implementasi CTAS, Paolo mengatakan bahwa BNI menghadirkan solusi yang terintegrasi melalui BNIdirect untuk memastikan proses pembayaran pajak menjadi lebih sederhana, mudah, dan efisien.

    “BNI, sebagai salah satu bank pertama di Indonesia yang bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam pengembangan layanan elektronik, senantiasa berinovasi untuk memberikan berbagai kemudahan bertransaksi untuk nasabah,” kata dia.

    Sebagai authorized billing channel (ABC) dan collecting agent (CA) sekaligus mitra dari DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BNI juga memberikan beberapa layanan perpajakan melalui BNIdirect cash dengan beragam kemudahan.

    “Di antaranya bisa digunakan untuk pembuatan billing pajak, pembayaran penerimaan negara di mana salah satunya kategori pajak, dan interoperabilitas sistem perpajakan,” kata Paolo.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan, proses transformasi CTAS akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak. Sistem ini dapat meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan.

    Lebih lanjut, Dwi menjelaskan bahwa Coretax ini mengintegrasikan berbagai layanan yang selama ini telah disediakan DJP seperti layanan pada DJP Online, e-Nofa, pembayaran, Exchange of Information (EoI), dan lainnya dengan menyatukan layanan tersebut ke dalam menu dan submenu pada Portal Wajib Pajak.

    “Dalam Coretax ini terdapat dua tampilan yaitu untuk petugas pajak dan wajib pajak yang disajikan dalam dua bahasa, bahasa Inggris dan Indonesia,” ujar Dwi.

    Pada Jumat (17/1) pekan lalu, BNI telah menyelenggarakan kegiatan digital workshop bertema “Siap Transformasi Pajak: Pajak Digital, Bisnis Optimal melalui Implementasi CTAS”. Kegiatan ini diadakan bekerja sama dengan DJP Kemenkeu. Melalui workshop ini, diharapkan nasabah dapat memahami manfaat transformasi pajak digital untuk mendukung pertumbuhan bisnis mereka.

    Dwi menyampaikan, pihaknya percaya bahwa kolaborasi strategis yang dilakukan antara DJP dan mitra seperti BNI ini bisa memberikan kemudahan dan kepastian dalam proses pembayaran pajak.

    “Workshop ini adalah kesempatan untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, sektor perbankan, dan wajib pajak dalam mewujudkan ekosistem pajak digital yang optimal dan berdaya saing,” kata Dwi.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • DJP Jakbar sebut penerimaan pajak 2024 mencapai Rp64,7 triliun

    DJP Jakbar sebut penerimaan pajak 2024 mencapai Rp64,7 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat mencatat target penerimaan pajak dari seluruh unit kerjanya pada 2024 mencapai 64,7 triliun atau melampaui target yang ditentukan.

    Dengan target penerimaan sebesar Rp64,5 triliun pada 2024, Kanwil DJP Jakbar mencatatkan penerimaan bruto sebesar Rp72,2 triliun dan penerimaan neto sebesar Rp64,7 triliun atau 100,26 persen dari target, dengan pertumbuhan neto sebesar 9,25 persen.

    “Berdasarkan jenis pajak, capaian itu terdiri dari Pajak Penghasilan sebesar Rp29,12 triliun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebesar Rp35,44 triliun, dan Pajak lainnya sebesar Rp131,1 miliar,” kata Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

    Adapun empat sektor kegiatan usaha di Jakarta Barat yang memberi kontribusi dominan sebesar 75,99 persen terhadap realisasi penerimaan adalah sektor perdagangan sebesar Rp32,22 triliun (49,80 persen).

    Kemudian, sektor industri pengolahan sebesar Rp9,31 triliun (14,39 persen), sektor pengangkutan pergudangan sebesar Rp4,25 triliun (6,57 persen), dan sektor konstruksi sebesar Rp3,37 triliun (5,22 persen).

    Dari sisi kepatuhan pelaporan penerimaan SPT Tahunan, kata dia, kinerja penerimaan SPT Tahunan Kanwil DJP Jakarta Barat sampai dengan 31 Desember 2024 telah mencapai 90,52 persen atau telah menerima 373.467 SPT Tahunan dari target sebanyak 412.582 SPT.

    Farid pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh Wajib Pajak (WP) atas kontribusi dan kepatuhannya serta dukungan dari seluruh pengampu kepentingan.

    “Kami mengucapkan terima kasih pada WP di Jakarta Barat yang telah berkontribusi dalam pembangunan,” kata dia.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Penerimaan pajak di Jakpus pada 2024 capai Rp97,58 triliun

    Penerimaan pajak di Jakpus pada 2024 capai Rp97,58 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat menutirkan bahwa penerimaan pajak di wilayah kerjanya pada 2024 melampaui target yang ditentukan, yakni mencapai Rp97,58 triliun.

    “Penerimaan pajak selama 2024 mencapai Rp97,58 triliun atau 100,16 persen dari target Rp97,42 triliun,” kata Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat Eddi Wahyudi di Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, untuk pertumbuhan pajak di DJP Jakpus yaitu 4,65 persen lebih tinggi bila dibandingkan penerimaan pada 2023.

    Berdasarkan jenis pajaknya, kata Eddi, capaian Kanwil DJP Jakarta Pusat terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp53,13 triliun atau 101.49 persen dari target.

    Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Rp44,37 triliun atau 98.61 persen dari target, dan pajak lainnya Rp75,97 miliar atau 105.47 persen dari target.

    “Secara keseluruhan, penerimaan sampai dengan Desember 2024 tumbuh sebesar 4.65 persen,” katanya.

    Eddi mengatakan ada tiga penyumbang penerimaan terbesar di Kanwil DJP Jakarta Pusat yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri sebesar 29,89 persen dari total penerimaan dengan pertumbuhan sebesar 19,78 persen dari tahun ke tahun (yoy).

    “Kemudian dilanjutkan PPh Pasal 21 sebesar 17,65 persen dari total penerimaan dengan pertumbuhan 15,41 persen, dan ketiga PPN Impor sebesar 15.39 persen dari total penerimaan dengan pertumbuhan 6.10 persen,” kata Eddi.

    Secara regional dari seluruh kantor wilayah di Daerah Khusus Jakarta, pendapatan pajak sampai dengan 31 Desember 2024 sebesar Rp1.355,07 triliun mencapai 112.3 persen dari target.

    Ia mengatakan berdasarkan jenis pajaknya capaian pendapatan pajak regional Jakarta terdiri dari PPh Non Migas sebesar Rp697,92 triliun atau 98.81 persen dari target, PPh Migas sebesar Rp64,85 triliun atau 84.92 persen dari target, PPN sebesar Rp575,05 triliun atau 118.45 persen dari target.

    Selain itu ada juga PBB dan pajak lainnya sebesar Rp17,24 triliun atau 115.79 persen dari target.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Apa yang Harus Dilakukan Jika Telat Lapor Pajak? Ini Solusinya

    Apa yang Harus Dilakukan Jika Telat Lapor Pajak? Ini Solusinya

    Jakarta: Lapor pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak di Indonesia. 
    Salah satu bentuk pelaporan ini adalah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang mencatat penghasilan, harta, dan pajak yang telah dibayarkan selama setahun. 
     
    Berdasarkan aturan yang berlaku, batas waktu lapor SPT Tahunan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah 31 Maret, sedangkan untuk Wajib Pajak Badan adalah 30 April. 
     
    Namun, tidak sedikit yang melewatkan batas waktu ini karena berbagai alasan, mulai dari kesibukan hingga kurangnya informasi.
    Konsekuensi Keterlambatan Lapor Pajak
    Telat melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan denda yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). 

    Adapun, denda untuk keterlambatan pelaporan terdapat dalam Pasal 7 UU KUP. Berikut denda yang bagi yang telambat lapor pajak:
     
    Rp100.000 untuk wajib pajak pribadi.
    Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan.
     
    Denda ini berlaku secara otomatis setelah melewati batas waktu pelaporan. Meskipun terlihat kecil, akumulasi denda tersebut dapat menjadi beban jika tidak segera ditangani.
     

    Prosedur Pengenaan Denda
    Mengutip laman Mekari Klik Pajak, ada beberapa prosedur yang bisa diperhatikan oleh Sobat Medcom terkena denda, diantaranya:
     
    Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan mengirimkan Surat Tagihan Pajak (STP) kepada WP di alamat yang dicantumkan WP dalam aplikasi pajak.
     
    Untuk membayar denda tersebut, WP harus meminta kode billing melalui portal DJP, dan melakukan pembayaran denda melalui bank persepsi atau kantor pos. Denda ini harus dibayarkan maksimal 1 bulan sejak WP menerima STP.
    Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Jika Terlambat Lapor Pajak

    Segera Lapor SPT Secara Online atau Offline

    Meskipun sudah lewat batas waktu, Sobat Medcom tetap harus melaporkan SPT Tahunan. Gunakan platform resmi seperti e-Filing melalui situs DJP Online atau datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.  Proses ini penting untuk menghentikan akumulasi masalah administrasi.

    Cek dan Bayar Denda 

    Setelah melaporkan SPT, sistem akan otomatis menghitung denda keterlambatan. Nantinya Sobat Medcom akan menerima kode billing untuk membayar denda tersebut. 
     
    Pembayaran dapat dilakukan melalui:

    ATM
    Internet Banking
    Mobile Banking
    Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Setelah melakukan pembayaran denda, simpan bukti pembayaran dengan baik. Dokumen ini diperlukan sebagai arsip jika sewaktu-waktu diminta dalam pemeriksaan pajak atau pengurusan administrasi lainnya.
     

    Tips untuk Menghindari Keterlambatan Lapor Pajak di Masa Depan
    Agar tidak mengalami situasi yang sama, berikut beberapa tips yang bisa Sobat Medcom terapkan:
     
    – Tandai kalender dengan tanggal jatuh tempo pelaporan SPT.
    – Manfaatkan fitur pengingat pada aplikasi keuangan atau ponsel.
    – Jika kesulitan mengisi SPT sendiri, pertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak.
     
    Dengan melaporkan pajak tepat waktu, tidak hanya terhindar dari denda, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan negara. Ingat, pajak adalah bagian dari kewajiban kita sebagai warga negara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Jadi, pastikan tidak menunda lagi ya!
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • PKP adalah Pengusaha Kena Pajak, Ini Keuntungannya!

    PKP adalah Pengusaha Kena Pajak, Ini Keuntungannya!

    Dengan terdaftar sebagai badan usaha berstatus PKP, ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan yang berdampak positif bagi kegiatan bisnis. Berikut beberapa keuntungannya.

    1. Memperkuat legalitas perusahaan

    Perusahaan berstatus PKP menunjukkan bahwa pengelolaan bisnis dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Artinya, badan usaha tersebut dinilai taat pajak.

    Lewat status PKP, perusahaan diwajibkan untuk melakukan pelaporan atas barang atau jasa yang kena pajak dengan tertib. Hal tersebut tentu akan berdampak positif dalam meningkatkan kredibilitas dan memperkuat legalitas perusahaan.

    2. Meningkatkan peluang kerja sama

    Badan usaha yang memiliki legalitas dan kredibilitas terjamin tentu membuka peluang kerja sama bisnis, baik dari swasta hingga pemerintah. Dengan begitu, kegiatan bisnis bisa berkembang.

    3. Mengoptimalkan efisiensi produksi

    Dari beban produksi dan investasi atas BKP dan JKP, hal tersebut akan dibebankan oleh konsumen akhir. Dengan kata lain, perusahaan bisa meningkatkan efisiensi produksi dan mewujudkan kestabilan ekonomi lebih terjamin. 

    4. Memaksimalkan penerimaan dari PPN

    Salah satu keuntungan status PKP adalah memaksimalkan penerimaan dari PPN. Karena pajak masukannya bisa dikreditkan, harga jual atas produk dapat ditekan jadi lebih rendah meski belum terjadi penyerahan BKP atau JKP.

    Sehubungan dengan sistem perpajakan Indonesia, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan Coretax. Di awal tahun 2025, wajib pajak bisa mengaksesnya secara online.

    Menurut Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia mengatakan bahwa Coretax dapat meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan.

    “Layanan menjadi lebih cepat, akurat, real time dan untuk pengawasan penegasan penegakkan hukumnya lebih akurat dan adil. Dalam hal ini, DJP juga akan memiliki data yang lebih kredibel, jaringannya terintegrasi dan bisa melakukan keputusan berdasarkan knowledge dan data. Ini akan menyebabkan compliance atau kepatuhan wajib pajak menjadi jauh lebih baik dan mudah dan diharapkan akan meningkatkan tax ratio melalui penerimaan negara,” jelas Sri Mulyani, dikutip dari situs resmi Kemenkeu, Senin (20/1/2025).

    Sebagai bagian dari ekosistem perpajakan Indonesia, PKP adalah pengusaha yang memiliki kewajiban memungut PPN atas barang dan jasa kena pajak. Dengan status PKP, pengusaha bisa mendapatkan sejumlah keuntungan.

  • Ekonomi Digital Sumbang Pajak Rp 32,5 Triliun Sepanjang 2024 – Page 3

    Ekonomi Digital Sumbang Pajak Rp 32,5 Triliun Sepanjang 2024 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat hingga 31 Desember 2024, pemerintah berhasil memperoleh penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp32,5 triliun.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti, merinci jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp25,53 triliun, pajak kripto sebesar Rp1,09 triliun, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp3,03 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,85 triliun.

    Sementara itu, sampai dengan Desember 2024 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

    “Jumlah tersebut termasuk tiga belas penunjukan pemungut PPN PMSE, tiga pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE, dan satu pencabutan pemungut PPN PMSE pada bulan Desember,” kata Dwi dalam keterangan DJP, Senin (20/1/2025).

    Perempuannyang akrab disapa Ewie ini menjelaskan bahsa penunjukan di bulan Desember 2024 yaitu Pearson Education Limited, Travian Games GmbH, GetYourGuide Deutschland GmbH, GW Solutions Ltd, Servicios Comerciales Amazon Mexico, S. de R.L. de C.V., 1Global Operations (Netherlands) BV, Wargaming Group Limited, StudeerSnel B.V., JustAnswer LLC, Trello Inc.,, RealtimeBoard Inc..

    Kemudian, Plugin Boutique Limited, dan Kajabi LLC. Pembetulan di bulan Desember 2024 yaitu PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd., New York Times Digital LLC, dan LNRS Data Services Limited. Pencabutan di bulan Desember 2024 yaitu Hotels.com, L.P. Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 174 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp25,35 triliun.

    Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp8,44 triliun setoran tahun 2024,” ujarnya.