Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • DJP Bali himpun penerimaan pajak Rp1,97 triliun Januari-Februari 2025

    DJP Bali himpun penerimaan pajak Rp1,97 triliun Januari-Februari 2025

    Penerimaan pajak tersebut terutama berasal dari Pajak Penghasilan (PPh)

    Denpasar (ANTARA) –

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Provinsi Bali menghimpun penerimaan pajak periode Januari-Februari 2025 sebesar Rp1,97 triliun atau tumbuh 2,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp1,92 triliun.

    “Penerimaan pajak tersebut terutama berasal dari Pajak Penghasilan (PPh),” kata Kepala Kanwil DJP Bali Darmawan di Denpasar, Bali, Jumat.

    Ia menjelaskan realisasi penerimaan pajak itu mendekati 11 persen dari target tahun ini sebesar Rp17,98 triliun.

    Adapun target penerimaan pajak di Bali pada 2025 meningkat dibandingkan realisasi pajak 2024 yang menyentuh Rp16,97 triliun.

    Darmawan menjelaskan komposisi penerimaan pajak dalam dua bulan tahun ini dikontribusikan sebesar Rp1,27 triliun dari PPh dan sebesar Rp574 miliar lainnya dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).

    Sedangkan sektor usaha teratas yang memberikan pundi pajak di Bali adalah perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor sebesar Rp407,63 miliar atau 20,65 persen dari total penerimaan.

    Posisi kedua dan ketiga masing-masing diisi oleh sektor keuangan dan asuransi sebesar Rp293,67 miliar atau 14,88 persen serta sektor usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar Rp259,99 miliar atau 13,17 persen.

    Sektor lain yang juga berperan yaitu aktivitas profesional, ilmiah dan teknis serta industri pengolahan.

    Sementara itu, untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan hingga Februari 2025, sebanyak 147.674 SPT Tahunan PPh telah disampaikan.

    Jumlah tersebut terdiri atas 3.396 SPT Wajib Pajak (WP) Badan, 134.795 SPT WP Orang Pribadi Karyawan, dan 9.483 SPT WP Orang Pribadi Non-Karyawan.

    Pihaknya juga membuka layanan ekstra termasuk pelaporan SPT Tahunan pada Sabtu dan Minggu khusus di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gianyar, dan KPP Pratama Badung Selatan.

    Kemudian di KPP Pratama Badung Utara, KPP Pratama Denpasar Timur, KPP Pratama Singaraja, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Kerobokan dan KP2KP Ubud.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mengapa THR Dikenakan Pajak? – Page 3

    Mengapa THR Dikenakan Pajak? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Jelang Lebaran, THR (Tunjangan Hari Raya) menjadi hal yang ditunggu-tunggu karyawan. Namun, tahukah Anda bahwa THR yang diterima juga dikenakan pajak?

    THR bukanlah pajak itu sendiri, melainkan bagian dari penghasilan yang wajib dilaporkan dan dipotong pajaknya sesuai aturan perpajakan di Indonesia. Pemotongan pajak THR dilakukan oleh perusahaan sebelum THR dicairkan ke rekening karyawan.

    Siapa yang dikenai pajak THR? Semua karyawan yang menerima THR dari perusahaan tempat mereka bekerja.

    Di mana pajak THR dipotong? Pajak dipotong langsung oleh perusahaan dari total THR yang diterima karyawan.

    Kapan pajak THR dipotong? Pajak dipotong saat pencairan THR, sebelum dana diterima karyawan.

    Mengapa THR dikenakan pajak? Karena THR merupakan bagian dari penghasilan bruto karyawan dan termasuk dalam objek pajak penghasilan (PPh). THR tergolong jenis penghasilan yang bersifat tidak teratur karena diperoleh satu kali dalam satu tahun atau satu periode. Karena penghasilan tersebut diterima oleh pekerja, maka THR dikenakan pajak, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

    Bagaimana cara menghitung pajak THR? Perhitungannya berdasarkan penghasilan bruto tahunan karyawan, termasuk THR, dan tarif PPh progresif.

    Peraturan perpajakan terkait THR terus diperbarui, sehingga penting untuk selalu mengecek informasi terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Informasi yang salah dapat berakibat pada masalah perpajakan di kemudian hari. Oleh karena itu, memahami aturan mainnya sangat penting agar Anda sebagai karyawan dapat mempersiapkan diri dengan baik.

  • IHSG Melemah, Sri Mulyani Beri Pesan Tegas ke Danantara! Begini Isinya

    IHSG Melemah, Sri Mulyani Beri Pesan Tegas ke Danantara! Begini Isinya

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta, Selasa, 18 Maret 2025, menyampaikan pesan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mampu menjaga kinerjanya dengan baik, hal itu untuk merespon pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi perdagangan Selasa.

    Sri Mulyani juga berpesan kepada Danantara yang nantinya akan mengelola BUMN untuk bekerja secara profesional, transparan, seperti yang selama ini sudah disampaikan oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Tegasnya, bahwa hal tersebut harus menjadi prinsip yang terus dijalankan.

    Lanjut Sri Mulyani menekankan, bahwa manajemen BUMN bertanggung jawab untuk mampu menyampaikan kinerja mereka kepada publik, sehingga masyarakat bisa menaruh kepercayaan mereka kepada BUMN.

    “Kalau ada perusahaan swasta yang bergerak cukup dalam hari ini, tentu itu spesifik mengenai perusahaan tersebut,” kata Menkeu Sri Mulyani, dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Rabu, 19 Maret 2025.

    Secara luas, Menkeu mengingatkan bahwa pondasi dari perusahaan yang Tbk. atau go public harus terus dilaporkan kepada pasar, sehingga market memiliki asesmen terhadap valuasi adil dan baik. Tegasnya, hal itu karena kewajiban kita bersama.

    Pada Selasa, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) di sistem perdagangan sesi pertama pada pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).

    Pembekuan tersebut dipicu oleh penurunan ISHG yang diketahui lebih dari 5 persen di sesi pertama.

    Di lain sisi, dari pihak Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai kebijakan (Policy) sebagai upaya menjaga stabilitas ISHG.

    “Kami juga memberikan kepada rekan-rekan wartawan, bahwasanya kami memiliki beberapa policy (kebijakan) yang akan kita lakukan,” tutur Inarno.

    Lanjutnya, berbagai kebijakan tersebut nantinya akan dipaparkan dalam Konferensi Pers Respon Kebijakan OJK Mengantisipasi Volatilitas Perdagangan Saham di Main Hall BEI, pada Rabu, 19 Maret 2025.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kabar Mundur Bikin IHSG Anjlok, Sri Mulyani: Sampai Sekarang Saya Fokus Jalankan Tugas Negara – Halaman all

    Kabar Mundur Bikin IHSG Anjlok, Sri Mulyani: Sampai Sekarang Saya Fokus Jalankan Tugas Negara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sri Mulyani angkat bicara perihal kabar dirinya mengajukan pengunduran diri dari jabatan Menteri Keuangan RI.

    Kabar pengunduran diri Sri Mulyani dari jabatan Menkeu disebut jadi salah satu pemicu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga enam persen pada Selasa, 18 Maret 2025.

    Diketahui, Menteri Keuangan merupakan pembantu presiden yang bertugas mengelola keuangan negara dan bertanggung jawab atas fiskal negara.

    Sri Mulyani membantah kabar tersebut.

    Sri Mulyani menegaskan, dirinya sampai hari ini masih menjalankan tugas sebagai Menteri Keuangan RI.

    “Saya juga menegaskan, banyak rumor mengenai posisi saya. Sampai sekarang, saya tetap fokus menjalankan tugas negara, kepercayaan Presiden untuk mengelola APBN dan keuangan negara secara profesional.”

    “Ini untuk menegaskan terhadap berbagai rumor mengenai posisi Menteri Keuangan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Selasa (18/3/2025) sore.

    Diberitakan, IHSG terjun bebas hingga anjlok 6,12 persen atau atau 395,86 poin ke level 6.076,08 pada perdagangan sesi pertama di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, menyusul kekhawatiran pasar terkait ketidakpastian ekonomi global. Penurunan tajam ini membuat investor cemas, memicu aksi jual masif di pasar saham Indonesia.

    Bahkan, PT BEI membekukan sementara perdagangan atau disebut juga sebagai trading halt pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) hingga 11:49:31 waktu JATS.

    Penurunan IHSG yang signifikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, termasuk kekhawatiran atas dampak ekonomi global yang masih terpengaruh oleh gejolak geopolitik dan inflasi yang belum terkendali. Ditambah dengan penurunan nilai tukar rupiah yang semakin memperburuk sentimen pasar, banyak saham-saham unggulan mengalami pelemahan yang cukup tajam.

    Selain itu, kabar pengunduran diri Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan juga disebut jadi salah satu faktor internal IHSG anjlok hingga 6 persen.

    DPR Datangi BEI Beri Kepastian

    Merosotnya IHSG ini juga membuat Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Komisi XI DPR Misbakhun, dan perwakilan Komisi XI yakni Mohamad Hekal, Wihadi Wiyanto, Putri Komarudin dan Fauzi Amro, menyambangi gedung BEI.

    Dasco menyampaikan, kedatangannya bersama lainnya untuk memberikan kepastian kepada pelaku pasar modal, bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi baik.

    Kepada media, Dasco juga menegaskan bahwa Sri Mulyani tidak mundur sebagai Menkeu.

    “Soal Ibu Sri Mulyani, saya pastikan tidak akan mundur dan fiskal kita kuat,” ujar Dasco.

    Misbakhun mengatakan kunjungannya kali ini untuk membuat respons positif terhadap pergerakan indeks, yang pada akhirnya tidak menyebabkan kepanikan.

    “Tidak ada kepanikan apapun. Kita ingin memberikan dukungan kepada Bursa Efek Indonesia,” kata Misbakhun.

     

  • Fokus Kelola APBN, Sri Mulyani Bantah Isu Mundur

    Fokus Kelola APBN, Sri Mulyani Bantah Isu Mundur

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmennya untuk tetap mengemban amanah dalam mengelola keuangan negara. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap kabar yang menyebut dirinya akan mundur dari jabatan Menteri Keuangan.

    “Saya tegaskan, saya tetap di sini, berdiri, dan tidak mundur. Saya bersama Kementerian Keuangan akan terus mengelola APBN dan menjaga keuangan negara,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Selasa (18/3/2025).

    Sri Mulyani menekankan bahwa dirinya tetap fokus menjalankan kebijakan fiskal sesuai dengan amanah yang diberikan Presiden Prabowo Subianto. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan fiskal memiliki peran krusial dalam mendukung pencapaian program pembangunan pemerintah.

    “Terkait berbagai rumor mengenai posisi saya, hingga saat ini saya tetap menjalankan tugas negara dan kepercayaan presiden untuk mengelola APBN secara profesional,” ujarnya.

    Sri Mulyani juga menegaskan bahwa Kemenkeu bertanggung jawab menjaga keuangan negara sebagai instrumen utama dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Selain itu, Kemenkeu berkomitmen menjalankan kebijakan fiskal secara konsisten guna mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap kondisi perekonomian dalam negeri.

    “Kami tetap berdiri teguh dan fokus mengelola APBN,” tambahnya.

    Sebelumnya, beredar kabar bahwa Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, akan mengundurkan diri dari Kabinet Merah Putih setelah Idulfitri.

    Secara terpisah, Airlangga Hartarto juga membantah kabar tersebut dan menegaskan bahwa dirinya akan tetap menjalankan tugas sesuai amanah Presiden Prabowo Subianto.

    “Saya tetap bekerja, fokus, dan tidak ada rencana mundur,” ujar Airlangga.

    Dengan pernyataan tegas, Sri Mulyani menepis semua rumor terkait pengunduran dirinya dan menegaskan komitmennya dalam mengelola keuangan negara.

  • Cara Mendapatkan Nomor EFIN, Ini Dokumen yang Wajib Disiapkan

    Cara Mendapatkan Nomor EFIN, Ini Dokumen yang Wajib Disiapkan

    PIKIRAN RAKYAT – Salah satu inovasi yang memudahkan Wajib Pajak (WP) dalam mengakses layanan pajak online adalah Electronic Filing Identification Number atau lebih dikenal dengan EFIN. Nomor identifikasi ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan setiap transaksi elektronik yang dilakukan oleh WP tetap aman dan terverifikasi.

    EFIN menjadi syarat utama bagi WP untuk dapat menggunakan berbagai layanan pajak online, seperti pembuatan kode billing, pengecekan status pajak, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui e-Filing. Namun, sebelum WP bisa mengakses layanan ini, mereka harus terlebih dahulu melakukan aktivasi EFIN.

    Aturan terkait EFIN ini telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-41/PJ/2015 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2019. Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan serta memastikan transaksi perpajakan berbasis elektronik tetap terjaga.

    Bagi sobat PR yang ingin mendapatkan EFIN untuk pertama kalinya, ada dua metode yang bisa dilakukan, yaitu secara online dan offline. Yuk, simak langkah-langkahnya agar proses pengajuan EFIN berjalan lancar!

    Syarat Pengajuan EFIN Pajak Pribadi

    Sebelum melakukan pendaftaran, pastikan kamu sudah menyiapkan beberapa dokumen berikut:

    Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang valid sesuai dengan data di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Swafoto dengan memegang KTP yang sudah sesuai dengan kondisi terkini. Formulir aktivasi EFIN yang telah diisi dengan lengkap. Alamat email aktif dan nomor telepon yang valid untuk menerima notifikasi dan kode verifikasi. Jika pemohon berstatus Warga Negara Asing (WNA), wajib melampirkan scan paspor, KITAS, atau KITAP sebagai dokumen pendukung. Bagaimana Cara Mendapatkan Nomor EFIN Online?

    Bagi sobat PR yang ingin melakukan pengajuan EFIN secara daring, ikuti langkah-langkah berikut:

    Kunjungi situs resmi DJP di https://djponline.pajak.go.id. Pilih menu “Daftar” untuk membuat akun baru dan pilih kategori wajib pajak pribadi. Isi formulir pendaftaran dengan data yang diminta, seperti NIK atau NPWP. Unggah swafoto sesuai dengan ketentuan. Setelah itu, kamu akan menerima kode verifikasi melalui email atau SMS. Masukkan kode tersebut di laman DJP Online untuk menyelesaikan proses pendaftaran. Jika verifikasi berhasil, nomor EFIN akan dikirimkan ke email atau nomor telepon yang terdaftar.

    Pengajuan nomor EFIN secara online.

    Setelah mendapatkan EFIN, kamu sudah bisa mengakses layanan perpajakan secara online.

    Bagaimana Cara Mendapatkan Nomor EFIN Offline?

    Jika kamu lebih memilih metode offline, berikut prosedur yang harus dilakukan:

    Unduh formulir permohonan EFIN di situs www.pajak.go.id atau bisa langsung mengambilnya di kantor pajak terdekat. Isi formulir dengan lengkap sesuai data pribadi yang tertera di KTP atau NPWP. Siapkan dokumen pendukung seperti fotokopi KTP, NPWP, dan dokumen lain sesuai persyaratan. Datang langsung ke Kantor Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di daerah tempat tinggalmu. Serahkan formulir dan dokumen yang telah dilengkapi kepada petugas pajak. Setelah semua dokumen diperiksa dan dinyatakan valid, kamu akan menerima nomor EFIN langsung dari petugas pajak. Setelah memperoleh EFIN, lakukan aktivasi melalui website DJP Online dengan cara mengikuti tautan yang dikirim melalui email. Kamu akan diminta untuk mengganti password sementara yang diberikan dengan kata sandi baru sesuai keinginanmu.

    Setelah mendapatkan nomor EFIN, langkah selanjutnya adalah melakukan aktivasi agar bisa digunakan untuk berbagai layanan pajak elektronik. Berikut caranya:

    Masuk ke laman DJP Online dan pilih opsi aktivasi EFIN. Masukkan nomor EFIN yang telah diberikan oleh DJP. Kamu akan menerima email konfirmasi berisi password sementara. Klik tautan yang terdapat dalam email tersebut untuk mengaktifkan akun. Setelah itu, ubah password dengan yang baru dan pastikan mudah diingat tetapi tetap aman.

    Jangan lupa, aktivasi EFIN harus segera dilakukan agar bisa digunakan untuk melaporkan SPT Tahunan dan layanan perpajakan lainnya. Semoga panduan ini membantu dan selamat mengurus pajak dengan lebih mudah dan praktis.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Penerimaan Pajak Februari Turun, APPBI: Penurunan di Ritel Terasa

    Penerimaan Pajak Februari Turun, APPBI: Penurunan di Ritel Terasa

    Jakarta, Beritasatu.com – Penerimaan negara melalui pajak tercatat menurun hingga 30% pada Februari 2025. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD Jakarta Mualim Wijoyo menilai, kontraksi ini bukan hanya disebabkan oleh kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tetapi juga mencerminkan pelemahan ekonomi Indonesia. Ia pun merasakan dampaknya secara langsung, terutama di sektor ritel.

    “Di sektor ritel, penurunan ini terasa sekali. Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan beberapa perusahaan. Ini menjadi cerminan bahwa perekonomian kita memang sedang tidak baik-baik saja,” ujar Mualim Wijoyo dalam Investor Market Today, Senin (17/3/2025).

    Mualim menjelaskan bahwa daya beli masyarakat mulai melemah sejak semester kedua 2024. Saat Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025 serta perayaan Imlek, tingkat konsumsi jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    Ia juga menyoroti kondisi pusat perbelanjaan yang biasanya ramai di minggu kedua Ramadan, khususnya di sektor food and beverage (F&B) untuk agenda buka bersama.

    “Namun, kali ini beberapa tempat tidak seramai dulu. Dampaknya terasa sekali bagi pusat perbelanjaan tahun ini. Mungkin juga karena Tunjangan Hari Raya (THR) belum cair,” tambahnya menegaskan pelemahan ekonomi Indonesia.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa hingga Februari 2025, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp 31,2 triliun atau 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Defisit ini menjadi yang pertama sejak pandemi, setelah APBN selalu mencatat surplus pada awal tahun selama periode 2022-2024.

    Penurunan penerimaan negara menjadi faktor utama defisit ini. Hingga akhir Februari 2025, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 316,9 triliun, dengan realisasi pajak Rp 187,8 triliun.

    Saat pajak turun jadi cerminan ekonomi Indonesia melemah, pendapatan negara secara keseluruhan juga mengalami kontraksi 21,48%, jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya 4,52%. Kontraksi terbesar terjadi pada penerimaan pajak, yang anjlok hingga 30%, jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi 3,93% pada tahun sebelumnya.

  • Bamsoet: Pembentukan Badan Penerimaan Negara perlu Omnibus Law

    Bamsoet: Pembentukan Badan Penerimaan Negara perlu Omnibus Law

    Jakarta (ANTARA) – Anggota DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai bahwa upaya penataan kelembagaan pendapatan negara yang terpusat dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara perlu pendekatan Omnibus Law.

    Menurut dia, untuk mewujudkan Badan Penerimaan Negara sebagai lembaga terpusat yang mengelola seluruh penerimaan negara tidaklah mudah, karena memerlukan revisi setidaknya 11 undang-undang. Terutama di bidang perpajakan, kepabeanan, cukai, PNBP, serta tata kelola keuangan negara.

    “Pendekatan Omnibus Law dapat digunakan untuk merevisi berbagai UU sekaligus dalam satu regulasi agar lebih cepat dan terintegrasi. Ini bisa berbentuk RUU Konsolidasi Penerimaan Negara yang mengintegrasikan seluruh aturan perpajakan, kepabeanan, cukai, dan PNBP ke dalam satu sistem terpadu di bawah Badan Penerimaan Negara​​​,” kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Dia menuturkan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan salah satu program prioritas dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029 yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 10 Februari 2025.

    Menurut dia, Badan Penerimaan Negara dirancang untuk meningkatkan penerimaan negara, baik dari sektor pajak maupun non-pajak. Tujuannya memperkuat fondasi fiskal Indonesia dan mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang, yang meliputi reformasi administrasi, perencanaan dan penyempurnaan proses bisnis, serta internalisasi sistem baru untuk efektivitas administrasi dan kelembagaan.

    Dia menilai rendahnya pendapatan negara di Indonesia saat ini disebabkan masih adanya kesenjangan mencakup aspek administrasi maupun kebijakan yang memerlukan transformasi tata kelola kelembagaan sebagai enabler untuk optimalisasi pendapatan negara.

    Maka dari itu, menurut dia, pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan langkah strategis dalam meningkatkan kapasitas ruang fiskal pemerintah yang memadai agar memberikan stimulus terhadap perekonomian nasional serta menciptakan landasan yang kuat untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

    “Dukungan terhadap pembentukan Badan Penerimaan Negara tidak hanya penting dari sisi ekonomi, tetapi juga sebagai upaya untuk mewujudkan tata kelola kelembagaan yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, Badan itu dapat menjadi pilar utama dalam upaya meningkatkan rasio penerimaan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ke 23 persen,” kata dia.

    Selain itu, dia menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara juga sejalan dengan upaya transformasi tata kelola kelembagaan yang lebih efisien dan terintegrasi. Saat ini, pengelolaan penerimaan negara masih terfokus pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta kementerian/lembaga pengelola PNBP, yang seringkali menyebabkan tumpang tindih wewenang dan inefisiensi.

    “Contoh sukses dari negara lain adalah Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS), yang berhasil meningkatkan kepatuhan pajak dan efisiensi pengelolaan penerimaan negara melalui sistem yang terintegrasi dan berbasis teknologi,” kata dia.

    Pembentukan Badan Penerimaan Negara, kata dia, juga untuk melindungi hak-hak para wajib pajak untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan. Pada tahun 2023, tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah, dengan hanya 16 juta wajib pajak yang aktif melaporkan SPT dari total potensi 60 juta wajib pajak.

    “Badan Penerimaan Negara dapat mengadopsi praktik terbaik dari negara lain, seperti sistem self-assessment yang transparan dan berbasis teknologi. Contohnya, di Estonia, sistem perpajakan yang sederhana dan transparan telah berhasil meningkatkan kepatuhan pajak hingga 85 persen,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Setoran Pajak Transaksi Perdagangan Digital Capai Rp 26,18 Triliun

    Setoran Pajak Transaksi Perdagangan Digital Capai Rp 26,18 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengumpulkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 26,18 triliun melalui transaksi perdagangan digital atau Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Setoran pajak ini didapatkan dari 188 PMSE yang telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE.

    Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,9 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, Rp 8,44 triliun setoran tahun 2024, dan Rp 830,3 miliar setoran tahun 2025.

    Hal ini dijelaskan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, pada Jumat (14/3/2025).

    Sampai dengan Februari 2025, pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha perdagangan digital atau Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    Pada bulan yang sama, terdapat sepuluh Wajib Pajak PMSE dalam negeri yang dihapus dan digabungkan ke Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pusat Badan dengan flagging PMSE.

    10 wajib pajak tersebut, antara lain PT Jingdong Indonesia Pertama, PT Shopee International Indonesia, PT Ecart Webportal Indonesia, PT Bukalapak.com, PT Tokopedia, PT Global Digital Niaga, PT Dua Puluh Empat Jam Online, PT Fashion Marketplace Indonesia, PT Ocommerce Capital Indonesia, dan PT Final Impian Niaga.

    “Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha, baik konvensional maupun digital, pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk atau memberikan layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ungkap Dwi.

    Upaya mengumpulkan pajak perdagangan digital tidak hanya dilakukan melalui PMSE, tetapi juga melalui pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), serta pajak yang dipungut atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP).

    Penerimaan pajak kripto hingga Februari 2025 telah mencapai Rp 1,21 triliun, yang berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp 620,4 miliar penerimaan tahun 2024, dan Rp 126,39 miliar penerimaan tahun 2025.

    Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 560,61 miliar Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 653,46 miliar Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

    Pajak fintech juga telah menyumbang penerimaan sebesar Rp 3,23 triliun hingga Februari 2025, dengan rincian Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, Rp 1,48 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 196,49 miliar penerimaan 2025.

    Penerimaan pajak fintech terdiri dari Rp 832,59 miliar PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), Rp 720,74 miliar PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN), serta Rp 1,68 triliun PPN DN atas setoran masa.

    Penerimaan pajak SIPP hingga Februari 2025 mencapai Rp 2,94 triliun, yang berasal dari Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,12 triliun penerimaan tahun 2023, Rp 1,33 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 93,93 miliar penerimaan tahun 2025. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari Rp 199,96 miliar PPh dan Rp 2,74 triliun PPN.

    “Pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan pajak dari usaha perdagangan ekonomi digital lainnya, termasuk pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem ini,” tutup Dwi.
     

  • Sri Mulyani Kantongi Pajak Ekonomi Digital Rp 33,56 Triliun hingga Februari 2025 – Page 3

    Sri Mulyani Kantongi Pajak Ekonomi Digital Rp 33,56 Triliun hingga Februari 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital menyentuh Rp 33,73 triliun hingga 28 Februari 2025.

    Jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp26,18 triliun, pajak kripto sebesar Rp1,21 triliun, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp3,23 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,94 triliun.

    Sementara itu, hingga Februari 2025 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

     Sementara itu, hingga Februari 2025 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada Februari 2025 terdapat sepuluh Wajib Pajak PMSE dalam negeri yang dihapus dan digabungkan ke NPWP Pusat Badan dengan flagging PMSE. Sepuluh Wajib Pajak tersebut antara lain PT. Jingdong Indonesia Pertama, PT. Shopee International Indonesia, PT. Ecart Webportal Indonesia, PT. Bukalapak.Com, PT. Tokopedia, PT. Global Digital Niaga, PT. Dua Puluh Empat Jam Online, PT. Fashion Marketplace Indonesia, PT. Ocommerce Capital Indonesia, dan PT. Final Impian Niaga.

    Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 188 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp26,18 triliun.

    “Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, Rp 8,44 triliun setoran tahun 2024 dan Rp 830,3 miliar setoran tahun 2025,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (14/3/2025).

    Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp1,21 triliun hingga Februari 2025. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp620,4 miliar penerimaan 2024, dan Rp126,39 miliar penerimaan 2025.

    Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp560,61 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 653,46 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.