Jakarta –
Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid menyampaikan masih ada dua isu besar yang menjadi pekerjaan rumah kementerian yang dipimpinnya. Kedua persoalan itu, yakni kebijakan satu peta (one map policy) dan kebijakan satu tata ruang (one spatial planning policy).
Nusron mengatakan kebijakan satu peta yang tak kunjung rampung ini menghambat pihaknya untuk membuat rencana detail tata ruang (RDTR). Alhasil, proses Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) yang menjadi syarat dasar bagi pelaku usaha pun sangat lambat. PKKPR dapat menjadi acuan untuk, pemanfaatan ruang, perolehan tanah, pemindahan hak atas tanah, penerbitan hak atas tanah.
“Yang pertama adalah isu One Map Policy, yang di rapat kabinet diangkat oleh Bapak Presiden. Yang kemudian kemarin waktu di rapat koordinasi dengan Pemda juga diangkat oleh Bapak Menko Infrastruktur dan juga oleh Bapak Presiden. Saat ini Indonesia baru proses penyelesaian satu peta dengan skala 1 banding 5.000 di satu pulau, yaitu Pulau Sulawesi,” kata Nusron dalam sambutannya di acara Talkshow Hari Tata Ruang Nasional, di kantor, Jumat (8/11/2024).
Dia menyebut saat ini baru ada sebanyak 541 RDTR dari jumlah yang dibutuhkan 2.000 RDTR. Dari 541 tersebut, baru ada 278 RDTR yang terintegrasi dengan sistem OSS. Melihat hal tersebut, Nusron menilai masih ada pekerjaan rumah kementerian yang dipimpinnya dalam lima tahun ke depan.
Kemudian isu kedua, yakni kebijakan satu tata ruang. Dia menjelaskan selama ini kebijakan terkait tata ruang Indonesia diatur oleh berbagai kementerian, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Kementerian Kehutanan. Hal inilah yang terkadang terjadi tumpang tindih saat akan melaksanakan program antar kementerian.
“Nah kami bermaksud ini ada mumpung ada momentum. Apa momentumnya? Momentumnya itu adalah menyusun rencana peraturan pemerintah tentang tata ruang wilayah nasional sebagai bentuk turunan dari Undang-Undang Nomor 59 tahun 2024 tentang 4encana Pembangunan Jangka panjang Nasional Tahun 2025-2045,” jelas Nusron.
Nusron menerangkan kebijakan tersebut nantinya akan membantu target pemerintah dalam mencapai swasembada pangan dan swasembada energi.
“Untuk mencapai swasembada pangan kita membutuhkan sawah. Karena itu apa? Karena itu Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan-nya, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan-nya harus disiapkan secara nasional. Bagaimana caranya supaya nggak tabrakan dengan investasi dan tata ruang yang lain? Kalau di Pulau Jawa investor masuk mau membangun gudang atau membangun perumahan diwajibkan harus ada pengganti sawah di tempat yang lain. Supaya apa? Supaya untuk mensuplai kepentingan ketahanan pangan, pangannya nggak terganggu,” imbuh Nusron.
(kil/kil)