Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menginstruksikan kepada RSUP Hasan Sadikin (RSHS) untuk menghentikan sementara kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di lingkungan RSHS selama satu bulan.
Kemenkes menyampaikan, langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP.
Diketahui dr PAP merupakan peserta PPDS Anestesiologi yang diduga memperkosa keluarga pasien dengan modus akan diambil darahnya untuk transfusi.
“Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman dilansir dari website resmi, Jumat (11/4/2025).
Di sisi lain, Kemenkes meminta RSHS agar bekerjasama dengan FK Unpad untuk upaya-upaya perbaikan yang diperlukan.
Sehingga insiden serupa atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan etika kedokteran tidak terulang kembali.
PELAKU PENCABULAN – Pelaku pencabulan terhadap salah seorang keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, ditampilkan oleh Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). Oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) di salah satu universitas di Sumedang, Jabar, ditetapkan sebagai tersangka. (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)
Kemenkes juga akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan test kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan.
Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.
Kemenkes sudah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) atas nama dr. PAP.
Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang bersangkutan.
“Kami akan terus memantau proses penanganan kasus ini dan mendorong seluruh institusi pendidikan serta fasilitas kesehatan untuk memperketat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan. Serta membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun,” tutup Aji.