Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menjalin kerja sama aktif dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mengantisipasi potensi banjir di daerah lumbung padi nasional akibat fenomena kemarau basah yang diprediksi berlangsung hingga Agustus 2025.
“Jadi kita kerjasama dengan BMKG apa saja yang kami harus lakukan,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Lilik Retno Cahyadiningsih kepada Beritasatu.com, Jumat (30/5/2025).
Melalui koordinasi tersebut, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) telah memasang sistem peringatan dini di berbagai daerah lumbung padi. Tujuannya adalah untuk memantau perkembangan curah hujan dan mengambil langkah mitigasi cepat jika diperlukan.
“Teman-teman di BBWS dan BWS sudah memasang peringatan dini, lalu kita siapkan mitigasi, terutama di wilayah-wilayah lumbung padi,” jelas Lilik.
Lilik menyebutkan, saat ini terdapat 14 provinsi yang menjadi fokus utama Kementerian PUPR dalam menghadapi potensi banjir selama musim kemarau basah.
Sebelumnya, BMKG menyatakan tahun 2025 tergolong sebagai musim kemarau basah, yakni musim kemarau yang tetap disertai hujan dengan intensitas bervariasi di sejumlah wilayah Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, curah hujan pada April umumnya tergolong menengah hingga tinggi.
Beberapa wilayah bahkan mencatat curah hujan sangat tinggi, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua.
Memasuki bulan Mei, curah hujan mulai menurun menjadi kategori rendah-menengah, tetapi masih tinggi di sejumlah daerah, termasuk sebagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Pada bulan Juni dan Juli, sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami hujan kategori rendah-menengah, tetapi potensi hujan tinggi tetap ada di kawasan timur Indonesia, seperti Sulawesi dan Papua.
Dwikorita juga mengingatkan, mulai akhir Juli hingga Agustus, potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan bagian selatan diperkirakan meningkat.
“Juli sudah memasuki musim kemarau monsunal di beberapa wilayah dengan peningkatan intensitas serta perluasan wilayah terdampak dibanding bulan sebelumnya,” ujar Dwikorita.
Dengan kolaborasi antara Kementerian PU dan BMKG ini, pemerintah berharap dampak negatif dari perubahan pola cuaca ekstrem dapat ditekan, terutama terhadap ketahanan pangan nasional.
