Kemampuan Literasi Papua Terendah di Indonesia, Gerakan Baca Tulis Harus Diperkuat

29 February 2024, 13:00

Ilustrasi – Ketersediaan bahan bacaan merupakan kendala meningkatkan budaya literasi serta mendorong minat membaca dan menulis di Papua.(Antara)

PROVINSI Papua masih berada di level terendah dalam aktivitas dan kemampuan literasi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Tanah Air, hal ini mengacu pada data terbaru dari Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) 2022. Adanya disparitas ketersediaan bahan bacaan merupakan kendala utama yang harus dihadapi untuk meningkatkan budaya literasi serta mendorong minat membaca dan menulis bagi warga asli Papua.
Duta Baca Provinsi Papua Michael J Yarisetouw mengatakan wilayah Kabupaten Jayapura salah satu wilayah terbesar di Provinsi Papua, namun masih terbatas dalam menyediakan ruang publik atau perpustakaan yang nyaman untuk aktivitas membaca. Jika pun tersedia, kondisinya terlihat sangat memprihatinkan dan tak mampu menarik generasi muda untuk mengunjunginya.
“Kondisi literasi di Papua masih jauh dari memuaskan, bahkan gedung perpustakaan daerah saja kondisinya sangat memprihatinkan sehingga tidak membuat para pengunjung nyaman dalam membaca dan meminjam buku. Padahal, ruang publik seperti perpustakaan itu sangat penting untuk menunjang minat baca warga,” ujarnya dalam acara Bincang Duta Baca Indonesia bertajuk ‘Gerakan Indonesia Membaca: Membaca itu Sehat Menulis itu Hebat” yang diselenggarakan Perpusnas RI di Papua pada Kamis (29/2).
Baca juga : Tanamkan Budaya Menulis dengan Biasakan Membaca
Lebih lanjut, Michael mengatakan partisipasi orangtua sangat dibutuhkan untuk menanamkan budaya literasi pada anak di dalam keluarga sejak dini. Ia mencontohkan, misalnya, sepulang sekolah, para orangtua bisa mengantarkan anak-anaknya untuk berkunjung ke perpustakaan daerah.
“Waktu membaca keluarga sangat penting dan menjadi program yang harus digalakkan. Peran orang tua sangat mempengaruhi kemampuan literasi anak. Peran keluarga juga sangat penting untuk menumbuhkan sumber daya manusia yang melek literasi di 2045 dan proses daripada penanaman budaya membaca akan cepat berhasil jika didukung lingkungan baca yang baik,” ujarnya.
Sementara itu, hasil survei literasi yang dilakukan Wahana Visi Indonesia (WVI) di akhir tahun 2022 di Papua, khususnya di Kabupaten Sentani, Biak, Pegunungan Tengah, dan Asmat, menunjukkan rata-rata hanya 36,1 persen anak kelas 3 sekolah dasar (SD) di wilayah tersebut yang memiliki keterampilan membaca dengan pemahaman. Baca juga : SiDU Gelar Donasi Buku Tulis untuk Tingkatkan Kebiasaan Menulis
Rendahnya kemampuan literasi anak-anak Papua jug dipengaruhi oleh budaya Papua yang lebih didominasi oleh budaya tutur, kondisi tersebut juga karena dukungan guru yang menguasai literasi sangat minim. Bahkan, hingga kini masih ditemukan guru-guru di Papua yang tidak menguasai literasi.
Taman Baca
Sementara itu, pegiat Literasi Provinsi Papua dan Pendiri Taman Baca, Solis Hanny Felle menjelaskan letak wilayah dengan geografis yang luas dan terbatas dalam transportasi tentunya mengalami kesulitan dalam peningkatan literasi masyarakatnya sehingga penyediaan akses terhadap bahan bacaan masih minim. Untuk itu, peran kolaborasi komunitas dan pemerintah harus didorong bersama.
“Pemerintah harus terus perhatikan dan mendukung gerakan-gerakan dari para komunitas literasi, selama ini mereka banyak turun ke desa-desa dan perkotaan. Sebagian besar dari mereka banyak mengalami hambatan dan tantangan, seharusnya mereka mendapat bantuan pendanaan untuk memperkuat gerakan literasi,” ujar perempuan yang kerap disapa Mama Hanny itu. Baca juga : Mendorong Literasi dengan Kebiasaan Menulis Tangan
Ibu rumah tangga asal Kampung Yoboi, Distrik Sentani Kota, Kabupaten Jayapura yang aktif memberikan edukasi terkait pentingnya literasi itu kini telah membangun 25 perpustakaan taman baca bagi warga Papua khususnya anak-anak di 10 wilayah distrik. Selama 10 tahun terakhir, dia secara sukarela membuka kelas literasi bagi anak-anak di kampung halamannya dan berkembang ke hampir seluruh provinsi Papua.
“Saya selalu meyakini bahwa seorang perempuan adalah ujung tombak dari pertumbuhan literasi bagi anak-anak yang bisa dimulai dari lingkup keluarga. Saya memulai membangun perpustakaan hanya dengan tiga buku di kampung, tetapi saat ini sudah berkembang menjadi ribuan buku. Literasi harus dimulai dari desa sendiri, kita harus menggerakkan orang-orang sekitar kita dulu, baru akan berdampak pada wilayah yang lebih luas,” imbuhnya.
Mama Hanny yakin bahwa saat dirinya mampu untuk menggerakkan literasi di desanya, akan banyak orang lain yang senang membaca dan memperoleh akses informasi serta ilmu pengetahuan baru. Berbagai pengetahuan tersebut tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri melainkan bisa dibagikan dan diimplementasikan pada kehidupans sehari-hari. Itu lah yang selama ini dia lakukan. Baca juga : Penerbit Erlangga Dukung Tumbuhkan Minat Baca Siswa di Ciamis, Jawa Barat
“Semenjak saya mendedikasikan diri pada gerakan literasi, ada banyak buku yang bisa saya baca setiap hari, lalu berbagai bacaan itu memberikan saya informasi dan pengetahuan, dari sana saya implementasikan ilmu itu kepada masyarakat,” katanya.
Selain baca, tulis, dan berhitung, Mama Hanny juga membekali anak-anak dengan belajar budaya daerah setempat. Ia juga mengajarkan cara membuat kerajinan tangan, seperti kalung, menggunakan buah sagu dan ukiran kayu dengan motif khas Sentani.
“Saya dulu suka sekali membaca buku tentang kebudayaan lalu belajar otodidak mengenai kerajinan batik tulis dan sekarang saya menjadi penggerak kerajinan batik tulis dan beberapa kerajinan lainnya untuk masyarakat Papua, saya juga bisa menanam banyak sumber pangan karena membaca buku,” ujarnya. Baca juga : Gelar Lomba Menulis Tangan Bagi Siswa SD Terbanyak, SiDU Raih Rekor MURI
Di berbagai rumah baca tersebut, Mama Hanny menyediakan koleksi bacaan lebih dari 1.000 buku dengan berbagai tema. Mayoritas buku itu khusus bagi anak-anak agar menumbuhkan minat baca di kalangan mereka. Hanny mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Jayapura, Komunitas Literasi, dan sejumlah lembaga lain.
Teknologi
Penulis asal Papua, Jose Alvan Ohei mengungkapkan literasi adalah salah satu faktor penting dalam kemajuan bangsa. Akan tetapi, gempuran disrupsi teknologi dan media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda dalam meningkatkan literasi membaca. Dia membandingkan kegiatan membaca jauh lebih mencerdaskan pikiran daripada hanya menonton video singkat.
“Ketika membaca dengan suara lirih, penglihatan dan pendengaran kita akan dilatih untuk mengolah kata, suku kata, kalimat dan paragraf. Kemudian otak akan menyimpulkan apa yang dimaksud dalam buku. Membaca membutuhkan banyak saraf untuk mengakses informasi sehingga akan tersimpan lebih lama di dalam otak. Berbeda saat kita hanya menonton, daya konsentrasi dibuat semakin singkat dan pengetahuan itu akan cepat hilang,” ujarnya.
Kendati sulit menghadirkan talenta penulis baru di tanah Papua lantaran berbagai kendala, namun Jose yakin jika kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat terus terjalin menggerakkan literasi, maka tak mustahil akan lahir penulis-penulis baru di masa depan.
“Bagaimanapun menulis itu sebuah panggilan hasrat, di Papua ini permasalahan dasar sana yaitu membaca belum selesai dan masih rendah, maka akan sulit untuk melangkah ke tahap selanjut yaitu melahirkan penulis. Tapi bukan berarti mustahil dan tidak butuh waktu panjang melahirkan penulis di Papua jika didukung oleh berbagai pihak khususnya pemerintah,” katanya. (DEV)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi