Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil

Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil

Keluar Barak Bukan Akar Masalah, Pengamat: Evaluasi SOP TNI Harus Adil
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pengamat militer Khairul Fahmi menilai usulan Komisi I DPR agar TNI mengevaluasi prosedur operasi standar (SOP) terkait izin keluar barak bukanlah solusi utama dalam mengatasi kasus kekerasan yang melibatkan oknum prajurit.
Menurut dia, keberadaan prajurit di luar kesatrian (barak) bukanlah akar masalah.
“Tidak ada yang salah dengan
prajurit TNI
berada di luar kesatrian. Mereka bukan manusia ruang hampa. Mereka bagian dari masyarakat, punya keluarga, kehidupan sosial, dan kebutuhan rekreasi yang sah secara psikologis maupun sosial,” kata Khairul kepada
Kompas.com
, Selasa (1/4/2025) malam.
Ia mengatakan, tidak semua prajurit TNI tinggal di dalam kompleks militer.
Banyak dari mereka, terutama yang bertugas di satuan teritorial TNI AD maupun di pangkalan TNI AL dan TNI AU, berdomisili di luar kesatrian bersama masyarakat sipil.
Dalam konteks ini, menurut dia, membatasi atau memperketat izin keluar barak bisa menjadi kebijakan yang kurang relevan.
Ia menegaskan bahwa regulasi terkait izin keluar-masuk barak sebenarnya telah diatur secara perinci dalam Peraturan Urusan Dinas Dalam (PUDD) masing-masing matra TNI.
Peraturan tersebut mencakup tata cara perizinan, pengawasan, tanggung jawab perwira jaga, dan sanksi bagi pelanggar.
Namun, lanjut dia, permasalahan utama justru terletak pada implementasi aturan tersebut.
“Apakah aturan dalam PUDD itu dijalankan secara konsisten? Apakah pengawasan dari atasan efektif? Dan yang terpenting, apakah pembinaan karakter prajurit benar-benar menyentuh aspek mental, etika, dan tanggung jawab sosial mereka?” tanya Khairul.
Dia menilai, evaluasi SOP seharusnya tidak diarahkan pada pembatasan mobilitas prajurit secara represif.
Sebaliknya, ia mendorong penguatan fungsi pengawasan, pembinaan, serta tanggung jawab dalam rantai komando.
“Mayoritas prajurit TNI tidak melanggar hukum, apalagi melakukan kekerasan terhadap warga. Generalisasi justru berbahaya dan kontraproduktif terhadap moral pasukan. Evaluasi harus dilakukan secara adil, berbasis data, dan tidak menimbulkan stigma,” kata Khairul.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa yang dibutuhkan bukanlah larangan keluar barak, melainkan penegakan disiplin dan etika prajurit di mana pun mereka berada.
Menurut dia, evaluasi SOP harus ditempatkan dalam kerangka memperkuat profesionalisme, bukan sekadar pembatasan yang berisiko melemahkan kohesi dan semangat korps.
Diberitakan sebelumnya, anggota Komisi I DPR Syamsu Rizal mengusulkan agar aturan-aturan soal keberadaan prajurit TNI di luar barak disusun ulang.
Hal ini untuk memastikan pengawasan terhadap prajurit ketika beraktivitas di luar barak bisa ditingkatkan demi mencegah pelanggaran.
Usulan Syamsu Rizal ini muncul setelah adanya kasus kematian Juwita, jurnalis perempuan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), yang diduga dibunuh oleh prajurit TNI AL berinisial J.
“Bagaimana caranya mereka keluar barak, bagaimana SOP mereka keluar dari markas. Kemudian, penugasan seperti apa dan bagaimana mereka bersikap saat mereka berada di posisi sipil,” kata Rizal, Jumat (28/3/2025).
“Kemampuan adaptasi dengan sipil yang mesti ditingkatkan. Kapan mereka bertindak profesional sebagai seorang prajurit, kapan sebagai bagian dari komunitas sipil, bagian dari masyarakat. Jadi, itu tidak boleh dicampur,” tambah Rizal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa