Kelemahan Sistem Mitigasi Picu Dampak Bencana Sumatera, Tegas Dosen UNAIR

Kelemahan Sistem Mitigasi Picu Dampak Bencana Sumatera, Tegas Dosen UNAIR

Dari rangkaian tindakan yang dilakukan di lapangan, Hijrah melihat bahwa pemerintah telah menjalankan sejumlah upaya segera guna meredam dampak awal bencana. 

Evakuasi menggunakan helikopter dan kapal perang, pengiriman logistik ke wilayah terdampak, pemulihan jaringan listrik, hingga teknologi modifikasi cuaca menjadi bentuk respons yang menunjukkan kesigapan. 

Meski demikian, ia menilai bahwa perbaikan sistem perlindungan jangka panjang masih belum memadai dan membutuhkan perhatian lebih serius.

“Antisipasi jangka panjang masih lemah, sistem peringatan dini belum menjangkau desa terpencil, tata ruang belum disiplin, dan rehabilitasi lingkungan masih sporadis. Antisipasi jangka pendek mungkin sudah cepat walaupun ada beberapa titik yang sulit dijangkau secara geografis agak sedikit terlambat,” ungkap Hijrah.

Pendekatan penanganan bencana yang dilakukan secara bertahap membantu meminimalkan risiko terulangnya peristiwa serupa.

Dalam 72 jam pertama, upaya darurat difokuskan pada penyelamatan korban, distribusi kebutuhan pokok, dan layanan kesehatan mendesak.

Setelah kondisi darurat tertangani, pemerintah melakukan pendataan kerusakan, memperbaiki fasilitas umum yang rusak, serta merelokasi warga dari wilayah berisiko tinggi.

Sementara itu, upaya jangka panjang meliputi pemulihan ekosistem DAS, penanaman kembali vegetasi di lereng kritis, penataan aliran sungai, serta integrasi strategi mitigasi bencana ke dalam rencana pembangunan daerah.

“Ini bukan sekadar takdir, tapi konsekuensi dari cara kita mengelola alam dan kesiapan sistem kita. Kalau kita ingin mengurangi korban di masa depan, maka ketahanan harus dibangun dari disiplin tata ruang, ekologi DAS, dan sistem peringatan dini yang terintegrasi secara regional,” jelas Hijrah.