Jakarta –
Kebakaran hutan yang tak terkendali di sekitar Los Angeles telah menjadikan kota California ini sebagai contoh terbaru dari pusat urban yang menghadapi ancaman kobaran api mematikan.
Diperparah oleh angin kencang, api telah menyebar ke daerah perkotaan padat penduduk, merenggut sedikitnya lima nyawa, dan menghancurkan lebih dari 1.000 bangunan.
Seiring meningkatnya suhu global, pemandangan kota-kota yang dilanda kobaran api menjadi semakin sering. Pada musim panas 2024, asap hitam mengepul di belakang kuil ikonis Parthenon di Athena saat api melahap pinggiran kota.
Gambar ini menjadi ilustrasi nyata bahwa kebakaran hutan yang semakin meningkat di seluruh dunia tidak hanya terjadi di wilayah pedesaan terpencil, tetapi juga memberikan dampak besar di perkotaan.
Pada musim panas yang sama, kebakaran besar juga terjadi di antara pepohonan di bukit Monte Mario di pusat kota Roma. Dari Halifax di Kanada hingga Cape Town di Afrika Selatan, Kota Nanyo di Jepang, dan kini Los Angeles. Kebakaran hutan telah memaksa ribuan penduduk kota meninggalkan rumah mereka dalam beberapa bulan terakhir.
Apakah kota-kota di dunia jadi lebih rentan kebakaran hutan?
Perubahan iklim meningkatkan suhu dan memperpanjang periode kekeringan, menciptakan kondisi lebih kering yang rentan terhadap kebakaran hutan. Hal ini membuat api lebih cepat menyebar, bertahan lebih lama, dan menjadi lebih ganas.
Data terbaru dari World Resources Institute menunjukkan bahwa kebakaran hutan saat ini membakar dua kali lipat tutupan pohon dibandingkan dua dekade lalu. Pertumbuhan kota di seluruh dunia turut meningkatkan kerentanan terhadap kebakaran.
Secara global, area yang dikenal sebagai wild urban interface (WUI), yakni tempat bangunan bertemu dengan vegetasi hutan, terus meluas dan meningkatkan risiko kebakaran.
Studi pada 2024 dari National Center for Atmospheric Research AS menunjukkan bahwa WUI meningkat 24%, antara tahun 2001–2020, dengan ekspansi terbesar terjadi di Afrika. Hal ini memperkirakan peningkatan jumlah kebakaran hutan di zona ini sebesar 23% dan luas area terbakar sebesar 35%. Dua pertiga orang yang terpapar kebakaran hutan di seluruh dunia tinggal di zona ini, tempat kota dan wilayah liar bertemu.
Alexander Held, ahli senior dari European Forest Institute, mengatakan cuplikan kebakaran di Athena pada musim panas lalu, menunjukkan betapa mudahnya api menyebar di area ini.
“Di area antarmuka ini, semak belukar sering tumbuh hingga ke taman, yang kemudian memiliki banyak bahan mudah terbakar. Hal ini membuat api dengan cepat mencapai rumah,” ujar Held.
Abandonment (pengabaian) lahan pedesaan, terutama di wilayah Mediterania, turut memperburuk risiko kebakaran hutan, tambah Held. Semakin banyak lahan yang tidak digarap dan tidak terjaga, sehingga kebakaran yang sebelumnya bisa dikendalikan dengan cepat kini semakin mendekati kota-kota.
Selain itu, api tidak perlu mencapai batas kota untuk memberikan dampak besar, karena asapnya dapat menyebar hingga ratusan bahkan ribuan kilometer. Pada 2023, kota New York mengalami salah satu tingkat polusi udara terburuk yang pernah tercatat akibat kebakaran hutan di Kanada.
Kota-kota mana yang paling rentan?
Ilmuwan geografi dari Universiy of Maryland, Alexandra Tyukavina, mengatakan kota-kota di wilayah dengan iklim subtropis kering, seperti California dan Mediterania, sangat rentan terhadap kebakaran hutan.
“Daerah-daerah ini sangat rentan karena sering mengalami kekeringan dalam beberapa tahun terakhir. Secara historis, tempat yang lebih kering memang lebih rentan terhadap kebakaran, terutama dengan adanya perubahan iklim,” kata Tyukavina.
Kebakaran di Athena terjadi setelah Yunani mengalami musim dingin terhangat serta bulan Juni dan Juli terpanas dalam sejarah.
Pinggiran kota yang luas di wilayah seperti AS juga sangat rentan terhadap penyebaran api, kata Tyukavina. Berbeda dengan Jepang, misalnya, yang memiliki perencanaan kota lebih padat sehingga area alami cenderung terpisah dari kawasan perkotaan. “Di sana, lebih sedikit area antarmuka antara alam liar dan perkotaan,” jelasnya.
Eropa dan Amerika Utara merupakan wilayah dengan proporsi terbesar kebakaran hutan di zona WUI, menurut penelitian pada 2022 yang dipublikasikan di Nature.
Apa yang bisa dilakukan kota-kota untuk melindungi diri?
Diperlukan lebih banyak pendanaan untuk sistem peringatan dini, panduan pengelolaan hutan, serta peningkatan kesadaran masyarakat, mengingat sebagian besar kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia, kata Berckmans.
Menurut juru bicara Komisi Eropa, Balazs Ujvari, hampir 700 petugas pemadam kebakaran, dua pesawat pemadam kebakaran, dan dua helikopter dikerahkan dari seluruh Uni Eropa untuk membantu memadamkan kebakaran di Athena pada 2024.
Namun, Held menekankan perlunya sumber daya lebih besar untuk pencegahan kebakaran. Langkah ini mencakup mendorong perilaku bijak terhadap api, seperti menghindari menanam spesies tanaman yang mudah terbakar di taman, membersihkan talang atap, dan memastikan tidak ada bahan bakar seperti sampah kebun yang dapat memicu api.
“Kadang-kadang, Anda melihat foto desa atau kota kecil yang habis dilalap api, tetapi ada beberapa rumah yang selamat di tengah-tengahnya, dengan taman hijau di sekelilingnya. Ini adalah bukti bahwa perilaku bijak terhadap kebakaran memang berhasil,” ujar Held.
Kota-kota juga harus memastikan ruang hijau bebas dari puing-puing di tanah dan memiliki pohon besar yang memberikan keteduhan, menjaga tanah tetap lembab, dan mengurangi angin.
“Langkah pencegahan lainnya adalah perencanaan tata ruang untuk mengurangi penyebaran urban,” kata Berckmans.
Sebagai contoh, beberapa kota mempekerjakan penggembala dengan domba dan kambing untuk menciptakan zona penyangga yang digembalakan, di mana hewan-hewan ini memakan bahan bakar mudah terbakar seperti ranting dan rumput, tetapi tetap meninggalkan pohon-pohon besar.
(ita/ita)