Kaum Perempuan yang Punya Beban Ganda Harus Dijaga Kesehatan Mentalnya, Bagaimana Caranya?
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), dr Imran Pambudi, MPHM menekankan, pentingnya kesehatan mental pada perempuan.
Sering kali kesehatan mental perempuan terabaikan, namun berdampak besar pada kualitas hidup mereka.
Kesehatan mental perempuan adalah fondasi untuk kehidupan yang sehat dan bermakna.
“Dengan peran beragam yang diemban perempuan baik sebagai pekerja, pengasuh keluarga, pemimpin, maupun anggota masyarakat kesehatan mental mereka memiliki dampak luas tidak hanya pada diri mereka sendiri, tetapi juga pada keluarga dan komunitas,” tutur dr Imran di Jakarta ditulis Jumat (21/3/2025).
Kesehatan mental perempuan memengaruhi lebih dari individu, yang mana bisa berdampak pada keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.
Perempuan yang sehat secara mental memiliki peluang lebih besar untuk berkontribusi pada pertumbuhan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
Karena itu, mendukung kesehatan mental perempuan adalah investasi dalam masa
depan yang lebih inklusif dan sejahtera.
Tema “Accelerate Action” ini dipilih untuk menyoroti kebutuhan mendesak akan langkah
konkret dalam mendukung perempuan, terutama dalam menjaga dan meningkatkan
kesehatan mental di antaranya:
1. Tingginya Beban Gangguan Mental pada Perempuan.
Menurut WHO, perempuan memiliki prevalensi dua kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki
untuk mengalami depresi, yang merupakan salah satu penyebab utama disabilitas di seluruh
dunia.
Perempuan juga lebih rentan terhadap Penyakit Tidak Menular seperti Hipertensi dan
Diabetes.
Banyak perempuan di negara berkembang atau daerah terpencil kesulitan
mengakses layanan kesehatan mental yang terjangkau.
Pandemi telah meningkatkan prevalensi gangguan mental seperti kecemasan dan depresi hingga lebih dari 25 persen dalam tahun pertama pandemi.
Perempuan, terutama mereka yang bekerja di sektor kesehatan atau sebagai pengasuh, menghadapi tekanan emosional yang lebih besar.
2. Ketidaksetaraan Gender dalam Layanan Kesehatan Mental
Masih banyak perempuan, terutama di negara berkembang, yang tidak memiliki akses
memadai ke layanan kesehatan mental, baik karena hambatan ekonomi, stigma sosial,
maupun ketimpangan struktural.
Kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender meningkat selama pandemi, yang berdampak langsung pada kesehatan mental perempuan.
Trauma yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi gangguan mental kronis.
Jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat tiap tahunnya dan lebih 75 persen korbannya adalah Perempuan.
Perempuan yang menghadapi stigma sosial, baik karena status sosial, pekerjaan, atau kondisi kesehatan mental mereka, sering kali merasa terisolasi.
Hal ini memperburuk kondisi mental mereka dan menghambat pencarian bantuan.
3. Dampak Stres Multi-Peran
Beban ganda atau bahkan multi-peran yang dijalankan perempuan membuat mereka lebih
rentan terhadap gangguan mental, termasuk kecemasan, depresi, dan kelelahan emosional.
Ketidakpastian ekonomi global telah memperburuk stres pada perempuan, terutama mereka yang menjadi tulang punggung keluarga.
Ketimpangan upah dan kehilangan pekerjaan juga meningkatkan risiko gangguan mental. Perempuan di komunitas rentan sering kali menjadi korban utama dampak perubahan iklim dan bencana alam.
Trauma akibat kehilangan tempat tinggal atau sumber penghidupan dapat memicu gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Bencana banjir yang akhir-akhir ini terjadi di tanah air banyak berimbas pada ibu rumah tangga dengan segala kerepotannya selama banjir maupun pasca kejadian.
Menyikapi beberapa hal diatas maka perlu adanya langkah-langkah untuk mendukung
kesehatan mental perempuan di antaranya :
1. Peningkatan Akses ke Layanan Kesehatan Mental
Pemerintah dan organisasi non-pemerintah perlu menyediakan layanan kesehatan mental
yang lebih mudah diakses, khususnya bagi perempuan di komunitas terpinggirkan.
Pemerintah mempunyai target semua Puskesmas akan mampu memberikan layanan jiwa pada tahun 2027, saat ini baru 40 persen Puskesmas yang mampu memberikan layanan jiwa.
2. Penghapusan Stigma
Kampanye edukasi publik sangat penting untuk mengurangi stigma dan meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental perempuan.
3. Pendekatan Holistik
Memperkuat kesejahteraan perempuan tidak hanya melalui layanan kesehatan mental,
tetapi juga melalui pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan penguatan hak-hak perempuan.
4. Dukungan Sosial dan Komunitas
Membentuk komunitas yang mendukung dan program pemberdayaan perempuan dapat
membantu mengurangi rasa isolasi sosial dan mendukung kesehatan mental mereka.
“Hari Perempuan Sedunia 2025 menggarisbawahi pentingnya percepatan aksi dalam mengatasi tantangan kesehatan mental perempuan. Dengan fokus yang lebih mendalam dan komprehensif pada isu ini, kita dapat membantu menciptakan dunia yang lebih setara dan berdaya bagi semua Perempuan di Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” tutur dia.