Kasus: stunting

  • Pemkot Yogyakarta Targetkan Stunting di Bawah 10 Persen

    Pemkot Yogyakarta Targetkan Stunting di Bawah 10 Persen

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Kota Yogyakarta menetapkan target ambisius untuk menurunkan angka prevalensi stunting hingga di bawah 10%. Berbagai langkah strategis diterapkan, mulai dari keterbukaan data hingga pelibatan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD), kelurahan, hingga tim pendamping keluarga (TPK).

    Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menjelaskan prevalensi stunting di Kota Yogyakarta per April 2025 tercatat sekitar 11,3%. Namun, berdasarkan data pemantauan permasalahan gizi balita (PPGB) melalui Jogja Smart Service (JSS) per 20 Mei 2025, angka stunting tercatat menurun menjadi 10,49%. 

    Sementara itu, angka wasting (gizi kurang/kurus) sebesar 5,77% dan underweight (berat badan kurang-sangat kurang) sebesar 11,58%.

    “Target stunting Pak wali menjadi satu digit atau di bawah 10% karena di Bali bisa di bawah itu. Target stunting secara nasional 18%,” kata Emma, Jumat (13/6/2025).

    Sebaran kasus stunting masih ditemukan di sejumlah kelurahan seperti Pringgokusuman, Baciro, Ngupasan, Purbayan, Prengan, Kotabaru, Notoprajan, Patehan, Wirogunan, dan Mantrijeron. Kasus wasting tercatat di antaranya di Cokrodiningratan, Gowongan, Tegalrejo, Demangan, dan Suryodiningratan. Sementara underweight tersebar di Giwangan, Karangwaru, Warungboto, hingga Sosromenduran.

    Emma menambahkan, Dinas Kesehatan memberikan intervensi spesifik berupa pemberian makanan tambahan dengan anggaran sekitar Rp 72,8 juta per kelurahan. Pemantauan kesehatan juga dilakukan sejak usia remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga bayi. Namun, Emma menegaskan 70% penyebab stunting berasal dari faktor eksternal seperti lingkungan dan pola makan.

    “Faktor luar ada lingkungan dan makanan. Makanya penanganan harus keroyokan sesuai tupoksi masing-masing. Libatkan wilayah kelurahan, kemantren, puskesmas dan tim pendamping keluarga (TPK) berikan pemahaman stunting agar paham apa yang harus diperhatikan dan dilakukan. Yang wasting dan underweight harus dipantau karena bisa menjadi stunting,” terangnya.

    Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, juga menekankan pentingnya sinergi lintas OPD dalam menangani stunting. Ia menyebut kontribusi sektor kesehatan hanya 30%, sementara sisanya dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor sosial lainnya.

    “Saya minta selama seminggu Dinas Kesehatan dan Dinas KB untuk membagi data (stunting) kepada lurah-lurah dan dinas. Lurah-lurah harus tahu berapa yang stunting, baduta dan balita di bawah garis normal berat badannya untuk mencegah stunting. Untuk membuat lurah familiar dengan data ini butuh disinkronkan,” jelas Hasto.

    Selain itu, Hasto juga meminta koordinasi dengan Kementerian Agama untuk mendata calon pengantin, serta memaksimalkan peran 495 TPK di seluruh kelurahan. Lurah diminta aktif memantau dan mendampingi proses penanganan stunting, termasuk distribusi makanan tambahan bagi balita yang terindikasi stunting.

  • Prevalensi Stunting di Banyuwangi Turun Jadi 2% Berkat Program Keroyokan

    Prevalensi Stunting di Banyuwangi Turun Jadi 2% Berkat Program Keroyokan

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berhasil menurunkan prevalensi stunting secara signifikan hingga tersisa dua persen. Capaian ini merupakan hasil kerja keroyokan dari berbagai pihak, mulai dari tenaga kesehatan, kader posyandu, hingga masyarakat, dengan pendekatan komprehensif dari hulu ke hilir.

    Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, stunting menjadi fokus utama pembangunan kesehatan daerah yang harus diselesaikan bersama.

    “Hal ini sesuai dengan komitmen pemkab agar tidak ada bayi baru yang lahir stunting. Jangan ada pula bayi dan balita stunting yang tidak tertangani,” kata Ipuk.

    Ipuk menjelaskan, penanganan stunting dilakukan lintas sektor. Bukan hanya menyasar sisi medis, tetapi juga menyentuh aspek lingkungan, pola asuh, hingga edukasi gizi secara menyeluruh.

    “Di sisi kesehatan, kami lakukan perbaikan gizi pada remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan, hingga pendampingan kesehatan dan gizi pada balita,” urainya.

    Program penanganan tersebut digerakkan secara kolaboratif oleh pemerintah daerah bersama berbagai elemen, seperti petugas kesehatan, kader posyandu, serta elemen masyarakat lainnya. Upaya tersebut menunjukkan hasil nyata dari tahun ke tahun berdasarkan data EPPBGM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).

    Tercatat, prevalensi stunting pada tahun 2021 sebesar 8,64 persen (4.730 kasus), kemudian turun menjadi 3,95 persen (2.704 kasus) pada tahun 2022. Angka ini terus menurun pada tahun 2023 menjadi 3,53 persen (2.555 kasus), dan kembali turun menjadi 2,44 persen (2.269 kasus) pada tahun 2024.

    Salah satu program andalan Banyuwangi dalam penanganan stunting adalah Banyuwangi Tanggap Stunting, yang memberikan intervensi nutrisi bagi ibu hamil risiko tinggi dan baduta dari keluarga miskin. Program ini melibatkan pedagang sayur keliling atau mlijoan sebagai bagian dari jejaring pemantauan.

    “Pedagang sayur kita edukasi tentang bumil risti dan balita stunting, sehingga saat keliling menjajakan sayur dan menjumpai warga yang suspek, mereka bisa menginformasikan kepada kader posyandu maupun puskesmas setempat,” jelasnya.

    Selain itu, Pemkab Banyuwangi juga meluncurkan program charity Hari Belanja yang digelar setiap bulan pada tanggal cantik seperti 1/1, 2/2, dan seterusnya. Hasil kegiatan disalurkan kepada warga pra sejahtera, termasuk keluarga yang memiliki balita stunting dan ibu hamil risiko tinggi.

    “Dari sisi preventif, pemkab bekerja sama dengan Pengadilan Agama dalam upaya pencegahan perkawinan anak. Di setiap sekolah SMP dan SMA, juga dibentuk Duta Pencegahan Perkawinan Anak yang telah dibekali berbagai pengetahuan tentang resiko perkawinan anak agar memberikan edukasi kepada teman-temannya,” pungkasnya. [alr/beq]

  • Berhenti Konsumsi Kental Manis, Berat Badan Balita di Jambi Mulai Meningkat

    Berhenti Konsumsi Kental Manis, Berat Badan Balita di Jambi Mulai Meningkat

    Liputan6.com, Jambi – Intan Marati (32) seorang ibu rumah tangga di Muaro Jambi mengaku bahagia karena berat badan anaknya Muhammad Azril (4) meningkat dalam sebulan terakhir dan lepas dari jeratan stunting. Naiknya berat badan sang buah hatinya itu terjadi setelah ibunya menghentikan konsumsi susu kental manis.

    “Sebulan terakhir anak saya sudah lepas dari kental manis,” kata Intan Marati kepada Liputan6.com, Rabu (11/6/2025).

    Intan mengatakan, penambahan berat badan anaknya lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Kini secara perlahan sejak sebulan terakhir, berat badan anaknya naik dari semula hanya 10 kilogram kini menjadi 10,3 kilogram.

    Kenaikan ini diakui Marati, suatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Penambahan berat badan yang cukup signifikan terjadi karena perubahan pola makan Azril.

    Semula Marati rutin memberi kental manis dan juga susu UHT (Ultra-High Temperature). Padahal, kental manis mengandung gula tinggi—lebih dari 40 gram per sachet—yang jauh dari ideal untuk kebutuhan gizi anak. Susu kental manis mudah dijangkau dan memiliki harga realtif murah.

    Kini dia menyetop pemberian kental manis dan beralih mengonsumsi makanan yang lebih bergizi. Dia berhasil beralih susu kental manis setelah mengikuti program pendampingan eduksi gizi Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI). Intan Marati merupakan salah satu orang tua penerima manfaatnya.

    Adanya perubahan pola konsumsi yang lebih bergizi karena Intan rutin mengikuti pertemuan rutin antara ibu dan balita penerima manfaat dan kader Aisyiyah, yang dilakukan sekali dalam sepekan.

    Dalam Pertemuan tersebut, dilakukan evaluasi kepada para penerima manfaat, sehingga perkembangannya menjadi terpantau dan dapat mengambil langkah-langkah lanjutan jika diperlukan.

    Setiap pertemuan rutin juga dilaksanakan kegiatan masak makanan bergizi bersama yang menggunakan bahan di sekitar. Intan mengaku mendapatkan banyak pengetahuan akan makanan gizi seimbang yang tepat untuk anaknya.

    Berkat kegiatan itu, Intan mengatakan anaknya menjadi termotivasi mengonsumsi makanan bergizi karena melihat anak sebanyanya lebih dulu melakukan hal yang serupa.

    “Saya jadi menambah pengetahuan makanan yang baik untuk anak saya,” ujar Intan.

    Intan mengaku senang dengan kemajuan anaknya berkat program pendampingan gizi. Ia pun berharap peningkatan terus terjadi selepas program berakhir dalam empat minggu kedepan.

    “Ke depan semoga terus membaik ke depannya, dan berat badan anak selalu bertambah,” ungkap Intan.

    Program pendampingan gizi oleh kader Aisyiyah yang juga bekerja sama dengan YAICI di Muaro Jambi telah berjalan selama empat minggu. Pendampingan ni bertujuan mengedukasi ibu dan balita agar mengonsumsi makanan bergizi.

    Intan merupakan salah satu dari 24 pasang ibu dan balita yang mengikuti program ini. Delapan kader Aisyiyah mendampingi mereka untuk memastikan edukasi gizi sampai ke setiap keluarga.

    Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Muaro Jambi, Nurhaidah mengatakan hadirnya program pendampingan gizi, selain untuk mengedukasi gizi juga bertujuan agar para balita dapat lepas dari kebiasaan konsumsi kental manis.

    Kandungan gula yang tinggi pada kental manis mengakibatkan ketagihan dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan di masa mendatang. “Kita terus edukasi kepada masyarakat bahwa kental manis yang diberikan ibu pada balita tidak diperbolehkan,” ujar Nurhaidah.

  • Polwan Bakomsus Kesehatan Masyarakat Bripda Ledya: Fokus Cegah Stunting

    Polwan Bakomsus Kesehatan Masyarakat Bripda Ledya: Fokus Cegah Stunting

    Jakarta

    Bripda Ledya Margaretha Sihotang, lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat asal Polda Sumatera Utara, kini resmi bergabung sebagai Bintara Kompetensi Khusus (Bakomsus) Polri untuk mendukung Ketahanan Pangan dan Makan Bergizi Gratis (MBG). Perempuan berusia 23 tahun ini menjadi bagian dari program rekrutmen Polri dalam mengawal Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

    Ledya menyoroti masalah stunting pada anak. Dia pun menegaskan ilmu kesehatan masyarakat berfokus pada pencegahan penyakit, sehingga dia akan menitikberatkan komunikasi dengan masyarakat terkait cara-cara meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

    “Jurusan ini mempelajari cara pencegahan penyakit serta pendekatan kepada masyarakat. Jadi tidak hanya kuratif, tapi fokus pada pencegahan dan pemecahan masalah kesehatan masyarakat,” ujar Ledya dalam siaran pers Staf Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri, Kamis (12/6/2025).

    Sebagai bagian dari Bakomsus, Ledya akan bertugas di masyarakat melalui fungsi Binmas Polri. Ia akan melakukan pembinaan langsung kepada warga, terutama dalam upaya pencegahan stunting, peningkatan kesehatan lingkungan, serta edukasi kesehatan.

    “Nantinya, saya akan ditempatkan di desa atau kelurahan. Saya akan melakukan pendekatan dengan cara mendatangi masyarakat secara langsung. Saya kemudian akan mengajak masyarakat melakukan gerakan-gerakan untuk meningkatkan kesehatan dan pencegahan stunting,” ungkapnya.

    Ledya menyoroti masalah kesehatan seperti hipertensi di kampung halamannya, serta tingginya angka stunting yang ia temui saat kuliah di Jawa. Ia berharap kehadiran personel Bakomsus di tengah masyarakat bisa memberikan kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan dan kesehatan nasional.

    Ledya mengaku awalnya tahu informasi soal pendaftaran Bakomsus Polri untuk Ketahanan Pangan dan MBG melalui brosur online yang dibagikan temannya di grup WhatsApp. Dia merasa tertarik karena kebutuhan Polri akan anggota baru berkaitan dengan jurusannya yang diampunya di bangku perguruan tinggi.

    “Pada saat itu rekan saya, teman kuliah saya dahulu, mengirimkan di group chat Whatsapp dan saya melihat ada brosur online penerimaan Polri. Kebetulan ada jurusan saya juga yaitu kesehatan masyarakat,” kata Ledya.

    “Banyak sekali hal-hal yang saya dapatkan selama menjalani pendidikan di Bintara Polwan, mulai dari ilmu-ilmu kepolisian. Namun, pembentukan karakter yang saya dapatkan adalah tanggung jawab, disiplin, peningkatan moral, empati terhadap sesama, penanganan emosi, dan tentunya banyak belajar mengenai soft skill yang dilatih di Sekolah Polisi Wanita ini,” tutup Ledya.

    Diketahui, rekrutmen bakomsus Ketahanan Pangan dan MBG dilakukan oleh Bagian Penyediaan Personel Staf Sumber Daya Manusia (Bagdiapers SSDM) Polri sejak November 2024. Proses rekrutmen berlangsung sepanjang Desember 2025.

    Polri menetapkan persyaratan pendaftar Bakomsus Pertanian, Peternakan, dan Perikanan mulai lulusan SMK, D3, D4, hingga sarjana. Lalu untuk Bakomsus Ahli Gizi dan Kesehatan Masyarakat syarat pendidikan D4 dan sarjana.

    Sebelumnya diberitakan, penerimaan anggota Polri jalur Bakomsus Pertanian, Perikanan, Peternakan, Ahli Gizi, dan Kesehatan Masyarakat merupakan salah satu strategi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mempercepat tercapainya misi Swasembada Pangan dan terlaksananya program Makan Bergizi Gratis dengan optimal.

    Swasembada Pangan merupakan salah satu Asta Cita dalam Pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Pun program Makan Bergizi Gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo dalam rangka memperbaiki kualitas kesehatan anak-anak Indonesia agar tumbuh SDM-SDM unggul yang siap mewujudkan Indonesia Emas 2045.

    (yld/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Anggaran Berkurang Rp255 M, Angka Stunting di Blitar Bisa Turun?

    Anggaran Berkurang Rp255 M, Angka Stunting di Blitar Bisa Turun?

    Blitar (beritajatim.com) – Anggaran penanganan stunting di Kabupaten Blitar tahun 2025 ini berkurang sebesar Rp255 miliar dari sebelumnya. Saat ini Pemerintah Kabupaten Blitar pun hanya menganggarkan dana Rp92 miliar untuk mengatasi permasalahan stunting.

    Jumlah itu jauh lebih kecil jika dibandingkan anggaran penanganan stunting tahun 2024 lalu yang mencapai Rp375 miliar. Kondisi ini tentu tidak ideal dalam upaya penurunan stunting di Kabupaten Blitar.

    “Alokasi anggaran yang sebelumnya mencapai Rp347 miliar tahun lalu, kini hanya tersisa Rp92 miliar. Penurunan ini cukup signifikan mencapai 73 persen. Tahun lalu, ada 58 sub kegiatan yang kami tag untuk mendukung stunting. Tahun ini hanya 40 yang diakui,” jelas Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kabupaten Blitar, Lila Erayunia, Kamis (12/6/2025).

    Pengurangan anggaran ini terjadi akibat efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Selain itu, hasil review dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) membuat beberapa sub kegiatan terpangkas. Dengan begitu, kegiatan yang dinilai tak secara langsung menyasar anak stunting, tidak diakui sebagai bagian dari pendukung program.

    Salah satu yang terdampak pemangkasan anggaran stunting ini adalah dinas kesehatan yang tahun lalu mendapat alokasi Rp62 miliar. Namun, kini hanya menerima sekitar Rp45,5 miliar untuk program stunting.

    “Anggaran itu paling besar dalam penanganan retardasi pertumbuhan anak,” jelas Lila.

    Meski berkurang, namun Pemerintah Kabupaten Blitar menjamin program-program pokok penanganan stunting tetap berjalan seperti biasa. Program tersebut antara lain penyediaan tablet tambah darah, pemenuhan gizi ibu hamil dan remaja putri, serta edukasi keluarga melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Blitar.

    “Terpenting, meski anggaran terkena efisiensi, program tetap berjalan. Pencegahan pernikahan anak, pembinaan tim percepatan penurunan stunting (TPPS), dan kegiatan SOTH (Sekolah Orang Tua Hebat) masih terus kami laksanakan. Sebab, kegiatan itu langsung menyasar anak stunting,” jelasnya.

    Besar kecilnya anggaran, tentu sangat berpengaruh dalam upaya pengentasan stunting di Kabupaten Blitar. Pada tahun 2024, Pemerintah Kabupaten Blitar yang menganggarkan anggaran sebesar Rp375 miliar tercatat mampu menurunkan angka stunting dari 20,3 persen menjadi 17,8 persen.

    Di tengah kondisi itu Bupati Blitar Rijanto justru tak mau menyerah dan menargetkan penurunan angka stunting dari 17 persen menjadi 14,65 persen. Ini dianggap Rijanto sebagai target realistis yang terus dikejar.

    Namun, Bupati Rijanto menegaskan bahwa menuju angka nol (zero stunting) masih menjadi tantangan besar. Hasil identifikasi faktor determinan stunting di Kabupaten Blitar lebih dari 70 persen adalah dikarenakan pola asuh yang kurang tepat.

    Maka dari itu, menjadi suatu tantangan yang besar bagi Pemkab Blitar untuk bisa mengubah pemikiran orang tua dan memberikan pemahaman terkait pola asuh yang benar, gizi seimbang bagi ibu hamil dan balita.

    “Evaluasi dari provinsi tadi memberi semangat baru. Kuncinya keterpaduan, kekompakan, dan komitmen dari seluruh stakeholder. Tidak hanya OPD, tapi juga PKK, Aisyiyah, Muslimat, Fatayat, Baznas, hingga forum CSR turut terlibat,” ungkap Rijanto.

    Rijanto mengaku, dalam penanganan stunting perlu sinergi antara pemerintah daerah, pemerintah desa, NGO dan swasta, termasuk PKK. Tidak hanya itu, keberadaan puskesmas dan pustu integrasi layanan primer (ILP) tentu mendekatkan pelayanan ke masyarakat . Apalagi, Kabupaten Blitar sebagai produsen protein hewani memudahkan akses ketercukupan gizi. Namun tentu membutuhkan budaya gotong royong dan kepedulian yang tinggi di masyarakat.

    “Yang paling penting adalah perubahan perilaku. Pola hidup bersih dan sehat harus dibiasakan sejak dini. Kalau masyarakat sudah sadar, kerja pemerintah jauh lebih ringan,” pungkasnya. [owi/beq]

  • Turun Drastis Jadi 6,9 Persen, Program 1-10-100 Lamongan Bikin Panelis Provinsi Terkesima

    Turun Drastis Jadi 6,9 Persen, Program 1-10-100 Lamongan Bikin Panelis Provinsi Terkesima

    Lamongan (beritajatim.com) — Inovasi program 1-10-100 yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan bersama Tim Penggerak PKK Kabupaten Lamongan mendapatkan apresiasi dari Tim Penilaian Kinerja Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Timur. Apresiasi tersebut disampaikan dalam pertemuan virtual melalui zoom di Command Center Kabupaten Lamongan, Rabu (11/6/2025).

    Program 1-10-100 merupakan skema bantuan senilai Rp5 juta dari satu orang tua asuh yang diberikan dalam bentuk makanan bergizi kepada 10 balita selama 100 hari, dengan pemantauan perkembangan anak secara berkala. Sepanjang tahun 2024, program ini berhasil menghimpun dana lebih dari Rp870 juta dari 71 orang tua asuh yang berasal dari perusahaan, organisasi, komunitas, hingga perseorangan melalui skema CSR.

    Wakil Bupati Lamongan, Dirham Akbar Aksara, mengungkapkan bahwa dengan dana tersebut, kebutuhan gizi untuk 2.640 balita stunting dan berisiko stunting dapat terpenuhi. Capaian ini menutupi 96,58 persen dari total 2.557 balita yang teridentifikasi mengalami stunting atau berisiko.

    “Di tahun 2024, 71 orang tua asuh menjangkau 96 persen balita stunting maupun risiko stunting, sehingga jangkauannya 2.450 balita. Program ini akhirnya diadopsi di pemerintah pusat yang dinamai Genting, Gerakan Orang Tua Asuh Menurunkan Stunting,” tuturnya.

    Dirham menjelaskan bahwa keberhasilan program 1-10-100 turut memengaruhi penurunan angka prevalensi stunting yang dilaporkan dalam Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Survey Kesehatan Indonesia (SKI). Angka stunting di Kabupaten Lamongan tercatat sebesar 27,50 persen pada tahun 2022, lalu turun menjadi 9,40 persen di 2023, dan kembali turun menjadi 6,9 persen di tahun 2024.

    Selama pelaksanaan program, Pemkab Lamongan menggandeng akademisi dari Universitas Islam Lamongan (Unisla) sebagai pendamping. Pemantauan perkembangan anak dilakukan setiap dua minggu, dan hasilnya dilaporkan kepada orang tua asuh.

    “Akan dilakukan penimbangan berat badan dan tinggi badan dan lainnya, dari total 75 persen dinyatakan berhasil atau lulus dari garis stunting. Sedangkan 25 persen balita yang tidak lulus garis stunting mereka ada penyakit bawaan. Sehingga jika tidak ada balita yang mempunyai penyakit bawaan bisa dikatakan lulus stunting semua,” ujarnya.

    Tim Panelis dari Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari Dinas Kesehatan, DP3A Jawa Timur, Universitas Airlangga, Ormas Muhammadiyah, serta TP PKK Jawa Timur, menyampaikan apresiasi terhadap pencapaian tersebut. Keberhasilan Lamongan dalam menurunkan angka stunting bahkan menarik minat panelis untuk mendalami lebih lanjut mekanisme pelaksanaan program 1-10-100. [fak/ian]

  • Dua Kelurahan Zero Stunting, Pemkot Mojokerto Tunjukkan Hasil Nyata

    Dua Kelurahan Zero Stunting, Pemkot Mojokerto Tunjukkan Hasil Nyata

    Mojokerto (beritajatim.com) – Komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto dalam menanggulangi stunting membuahkan hasil nyata. Sejak akhir 2024, dua kelurahan, yakni Meri dan Purwotengah, berhasil mencapai status zero stunting. Capaian ini menjadi bukti keseriusan Pemkot dalam percepatan penurunan stunting secara berkelanjutan.

    Hal tersebut disampaikan Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, saat mengikuti Penilaian Kinerja Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting secara daring yang digelar Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Jawa Timur, Rabu (11/6/2025).

    “Dari 18 kelurahan, prevalensi stunting tertinggi ada di Kelurahan Kedundung sebesar 2,10 persen. Namun, ini sebanding dengan jumlah penduduknya yang paling banyak dibandingkan kelurahan lain. Sedangkan terendah ada di Kelurahan Kauman, hanya 1,02 persen,” ungkapnya.

    Ning Ita, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa angka stunting di Kota Mojokerto mengalami penurunan signifikan dalam lima tahun terakhir berdasarkan data EPPBGM. Tahun 2020 tercatat sebesar 7,71 persen, lalu turun menjadi 4,84 persen pada 2021, 3,12 persen pada 2022, 2,04 persen pada 2023, dan menyentuh angka 1,54 persen pada 2024.

    “Bahkan hingga April 2025, prevalensi turun lagi menjadi 1,47 persen. Penurunan ini didukung oleh sistem pemantauan digital berbasis aplikasi Gayatri, yang merekam data kesehatan dari posyandu, puskesmas hingga rumah sakit. Selain itu, ada lebih dari 1.600 kader motivator yang aktif mengawasi 20–30 rumah di setiap wilayah,” katanya.

    Pemkot Mojokerto juga melakukan analisis menyeluruh mulai dari pemetaan kelompok sasaran, evaluasi program tahun sebelumnya, hingga penetapan seluruh kelurahan sebagai lokus percepatan penurunan stunting (PPPS). Dari sisi anggaran dan kelembagaan, keterlibatan OPD juga meningkat signifikan.

    Jika pada 2022 hanya 10 OPD yang terlibat, maka pada 2025 jumlahnya meningkat menjadi 19 OPD dengan total 179 subkegiatan yang terintegrasi. Tak hanya itu, berbagai inovasi lokal juga digagas untuk mempercepat penurunan stunting, di antaranya Gempa Genting (Segenggam Sampah Gawe Anak Stunting), Canting Gula Mojo (Cegah Stunting Gerak Unggul Pemberdayaan Masyarakat), Berkate Pak Miang (Kader Asman Toga & Akupresur Peduli ASI Eksklusif), Pasupati (Peduli Stunting & Pertumbuhan Balita Terintegrasi), Gemulai (Gerakan Pemantauan Ibu Hamil & Bayi), Jarik Linting (Jaringan Kelompok Peduli Balita Stunting), dan Gentala (Gerakan Tuntaskan Stunting Melalui Layanan Terintegrasi).

    “Ini menjadikan data kita valid dan kondisi lapangan bisa terpantau secara langsung. Kami optimis prevalensi stunting bisa terus ditekan hingga mendekati nol persen,” pungkasnya. [tin/beq]

  • Mbak Wali Paparkan 8 Aksi Konvergensi Kota Kediri Pada Penilaian Kinerja Stunting Terintegrasi Kabupaten Kota di Jatim

    Mbak Wali Paparkan 8 Aksi Konvergensi Kota Kediri Pada Penilaian Kinerja Stunting Terintegrasi Kabupaten Kota di Jatim

    Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati memaparkan 8 aksi konvergensi percepatan penurunan stunting kepada panelis tim percepatan penurunan stunting beserta mitra strategis Provinsi Jawa Timur saat Penilaian Kinerja Stunting Terintegrasi Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Paparan dilakukan di Ruang Joyoboyo Balaikota Kediri.

    Pada paparan tersebut, Mbak Wali menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis situasi dari pelaksanaan Aksi Konvergensi #1 di Kota Kediri telah menghasilkan penetapan 10 kelurahan sebagai lokus prioritas penanganan stunting tahun 2025, meliputi Kelurahan Betet, Banaran, Pesantren, Gayam, Blabak, Banjarmlati, Ngletih, Rejomulyo, Manisrenggo, dan Mrican.

    Penetapan ini didasarkan pada sejumlah indikator utama, yaitu angka prevalensi stunting, jumlah kasus stunting, jumlah keluarga berisiko stunting tertinggi, serta rendahnya capaian pemenuhan layanan esensial di wilayah tersebut.

    Lebih lanjut, Wali Kota Kediri juga menjelaskan bahwa pada aksi Konvergensi #2 menggambarkan kerangka kerja yang jelas dan terstruktur dalam percepatan penurunan stunting di Kota Kediri. Pada tahun 2024 telah disusun time line rencana kegiatan setiap bulan yang tertuang dalam dokumen Rencana Kerja TPPS tahun 2025.

    Aksi Konvergensi #3 berupa Rembuk Stunting secara berjenjang mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, hingga Kota. Forum ini menetapkan kelurahan lokus stunting serta program prioritas tahun rencana, sebagai bentuk komitmen bersama dalam percepatan penurunan stunting.

    “Pada aksi Konvergensi #4 diwujudkan melalui dukungan regulasi sebagai landasan pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Hingga saat ini, telah diterbitkan 6 Peraturan Daerah , 7 Peraturan Walikota , dan 13 Keputusan Wali Kota yang mendukung pelaksanaan program. Regulasi ini menjadi payung hukum dalam menjalankan program. Lalu, pada Aksi Konvergensi #5 dalam pemberdayaan masyarakat, kontribusi dan dukungan Tim Penggerak PKK utamanya sebagai agen perubahan perilaku di masyarakat dalam pola pengasuhan dan pendidikan keluarga serta mendukung layanan posyandu, berkolaborasi dengan Kader Kesehatan, IBI, IDI, IDAI, Perguruan Tinggi, Komunitas Peduli ASI, Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak, Forum Anak, dan Tim Pendamping Keluarga,” imbuhnya.

    Kemudian pada Aksi Konvergensi#6, Pemerintah Kota Kediri melalui inovasi Aplikasi PAPI ASIK, yaitu Program Pemantauan Ibu, Anak dan Siklus Kehidupan menghadirkan penyediaan data layanan dan riwayat ibu hamil dan bayi. Data hasil timbang balita di Posyandu secara real time diinput oleh kader posyandu setiap bulannya.

    Sebagai upaya monitoring dan evaluasi tahunan dilakukan survei balita stunting menggunakan aplikasi ArcGIS sehingga tersaji data balita stunting dalam Geoportal berupa Data Spasial dalam bentuk peta sebaran balita dan pemanfaatan Aplikasi Elsimil dalam mengelola data pendampingan keluarga risiko stunting untuk diintegrasikan dalam Satu Data Kota Kediri.

    Pada Aksi Konvergensi ke-7 difokuskan pada publikasi massif baik media sosial, media cetak maupun podcast rutin untuk menginformasikan progres penanganan stunting dan mendorong partisipasi masyarakat. Terakhir, Aksi Konvergensi #8 menggambarkan capaian Pemerintah Kota Kediri terhadap target Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) yang secara umum telah melampaui target nasional. Evaluasi kinerja tahunan terhadap indikator intervensi spesifik di Kota Kediri menunjukkan bahwa terdapat beberapa capaian yang belum sepenuhnya memenuhi target.

    Salah satu indikator yang belum mencapai target adalah pemberian ASI Eksklusif kepada bayi usia kurang dari enam bulan, cakupan imunisasi dasar lengkap juga belum mencapai 100%. Beberapa indikator lainnya yang menjadi fokus evaluasi meliputi pelayanan KB pasca persalinan, cakupan calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan, serta rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak, khususnya air limbah domestik.

    Wali Kota termuda di Indonesia ini, juga menjelaskan Kota Kediri terus memperkuat praktik baik dalam penanganan stunting dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal. Salah satu contoh unggulan adalah program GEMARIKAN (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan). Sebagaimana balita stunting memerlukan asupan tinggi protein. Adapula program penempatan dokter spesialis anak di Puskesmas.

    Pelayanan dokter spesialis di puskesmas dilaksanakan 1 minggu sekali dengan melayani 10 balita terindikasi stunting dari data balita weight faltering yang telah dilakukan intervensi spesifik di Posyandu tetapi tidak menunjukan perbaikan. Maka Kelurahan dan TP PKK mengadvokasi keluarga balita stunting untuk dirujuk ke Puskesmas. Apabila balita membutuhkan penanganan lebih lanjut, balita tersebut dirujuk ke RSUD untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

    Di akhir paparannya, Mbak Wali menekankan bahwa upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Kota Kediri bukanlah semata menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan merupakan tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat melalui pendekatan pentahelix. Kolaborasi, inovasi, dan komitmen yang terus dijaga akan menjadi fondasi kuat dalam mewujudkan generasi sehat, cerdas, dan unggul menuju Indonesia Emas 2045.

    Turut mendampingi saat penilaian ini, Ketua TP PKK Kota Kediri Faiqoh Azizah Muhammad, Sekretaris Daerah Bagus Alit, Kepala Bappeda Chevy Ning Suyudi, Kepala DP3AP2KB Arief Cholisudin Yuswanto, Kepala Dinas Kesehatan Muhammad Fajri, Kepala OPD terkait, perwakilan Forkopimda Kota Kediri, pewakilan Organisasi Profesi, perwakilan akademisi, pelaku usaha, media, serta anggota TPPS Kota, TPPS Kecamatan dan Kelurahan. [nm/ted]

  • Badan Gizi Nasional salurkan 159 paket MBG bagi ibu hamil di Kalideres

    Badan Gizi Nasional salurkan 159 paket MBG bagi ibu hamil di Kalideres

    Jakarta (ANTARA) – Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Stasiun Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tanjung Pura Kalideres mendistribusikan 159 paket Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi ibu hamil di Kalideres, Jakarta Barat, Selasa.

    Setiap paket merupakan sajian makanan program MBG yang berisi nasi, semur daging ayam, tempe orek, pisang, dan timun.

    “Menu MBG khusus buat ibu hamil punya kandungan gizi yang penting dalam masa 1.000 hari kehidupan pertama dalam upaya mencegah stunting dan meningkatkan kesehatan janin,” ujar Lurah Kalideres Ian Imanuddin di Jakarta, Selasa.

    Pendistribusian paket MBG dilakukan melalui koordinator masing-masing RW.

    “Saya memastikan bahwa penyaluran paket MBG tepat sasaran kepada ibu hamil,” kata dia.

    Kegiatan itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil dan janinnya dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendukung program pemerintah menuju Indonesia Emas Tahun 2045.

    Vyka Lokasari (25), seorang ibu hamil yang warga RW06 Kelurahan Kalideres berharap, program itu berkelanjutan.

    “Tentunya, program ini sangat membantu dalam pemenuhan gizi ibu hamil, mencegah stunting. Pokoknya itu deh, enggak perlu masak, gratis lagi. Mudah-mudahan dapat berlanjut terus,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: M. Hari Atmoko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Rano Karno sebut pendapatan daerah DKI pada 2024 capai Rp72,95 triliun

    Rano Karno sebut pendapatan daerah DKI pada 2024 capai Rp72,95 triliun

    Untuk belanja modal terealisasi sebesar Rp11 triliun atau 84,72 persen dari anggaran Rp12,98 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menyatakan pendapatan daerah pada 2024 mencapai Rp72,95 triliun atau 97,34 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp74,94 triliun diantaranya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    “Komponen dari PAD yang terealisasi sebesar Rp50,74 triliun atau 100,55 persen dari target Rp50,46 triliun,” kata Rano di Jakarta, Selasa, pada saat Rapat Paripurna tentang Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.

    Untuk PAD sendiri kata Rano, terdiri atas pajak daerah dengan realisasi sebesar Rp44,44 triliun, atau 98,82 persen dari target Rp44,98 triliun. Kemudian PAD dari sektor retribusi daerah dengan realisasi sebesar Rp713,71 miliar atau 110,18 persen dari target Rp647,74 miliar.

    “Ada pula hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan realisasi sebesar Rp653,70 miliar atau mencapai 103,04 persen dari target Rp634,39 miliar,” ujarnya.

    Selain itu, terdapat juga pendapatan daerah lainnya dengan realisasi sebesar Rp4,92 triliun atau 117,17 persen dari target Rp4,20 triliun.

    Ia menambahkan bahwa untuk pendapatan transfer terealisasi sebesar Rp21,62 triliun atau 90,93 persen dari target Rp23,77 triliun, dan lain-lain pendapatan yang sah terealisasi sebesar Rp589,16 miliar atau 83,73 persen dari target Rp703,65 miliar.

    Selain pendapatan daerah, Rano Karno juga menyampaikan terkait realisasi belanja daerah tahun anggaran 2024 yang dianggarkan sebesar Rp76,02 triliun, dan telah terealisasi sebesar Rp70,01 triliun atau 92,09 persen dari anggaran yang ditetapkan.

    Untuk komponen belanja daerah tahun anggaran 2024 kata dia, yaitu belanja operasi terealisasi sebesar Rp58,62 triliun atau 95,66 persen dari anggaran Rp61,28 triliun.

    “Untuk belanja modal terealisasi sebesar Rp11 triliun atau 84,72 persen dari anggaran Rp12,98 triliun,” katanya.

    Selanjutnya, belanja tidak terduga tidak terdapat realisasi dari anggaran sebesar Rp1,36 triliun, dan belanja bantuan keuangan kepada pemerintah daerah Lainnya terealisasi sebesar Rp383,99 miliar atau 99,73 persen dari anggaran Rp385,03 miliar.

    Belanja Daerah juga dialokasikan untuk pelaksanaan berbagai Program Prioritas di antaranya untuk program prioritas penanggulangan banjir terealisasi sebesar Rp2,99 triliun dari anggaran Rp3,27 triliun, atau mencapai 91,34 persen.

    Program prioritas akselerasi pertumbuhan ekonomi terealisasi sebesar Rp1,57 triliun dari anggaran Rp1 triliun, atau mencapai 97,51 persen. Kemudian percepatan penurunan stunting terealisasi sebesar Rp1,45 triliun dari anggaran Rp1,6 triliun, atau sebesar 90,25 persen.

    “Untuk program prioritas penanganan kemacetan terealisasi sebesar Rp7,15 triliun dari anggaran Rp7,95 triliun, atau sebesar 89,98 persen,” katanya.

    Ia mengatakan bahwa anggaran untuk program prioritas penanggulangan kemiskinan, terealisasi sebesar Rp7,66 triliun dari anggaran sebesar Rp7,86 triliun, atau mencapai 97,42 persen.

    Selanjutnya, program prioritas penguatan nilai demokrasi, terealisasi sebesar Rp1,05 triliun dari anggaran Rp1 triliun, atau 99,14 persen.

    Selanjutnya, kata Rano, untuk realisasi pembiayaan daerah yang terdiri dari dua komponen, yaitu penerimaan pembiayaan, dengan realisasi sebesar Rp9,34 triliun, yang di antaranya berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp6,54 triliun.

    Kemudian untuk, pengeluaran pembiayaan dengan realisasi sebesar Rp7,84 triliun digunakan untuk penyertaan modal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Jakarta International Estate Pulogadung, PT Jakarta Propertindo, PT Bank DKI Jakarta, PT MRT Jakafta, dan PT Penjamin Kredit Daerah.

    “Berdasarkan realisasi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan maka Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran 2024 adalah sebesar Rp4,43 triliun,” katanya menambahkan.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025