Kasus: stunting

  • Jadi Salah Satu Sebab Stunting, Tokoh Agama Akan Dilibatkan untuk Ingatkan Tidak Lakukan Pernikahan Dini

    Jadi Salah Satu Sebab Stunting, Tokoh Agama Akan Dilibatkan untuk Ingatkan Tidak Lakukan Pernikahan Dini

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) Wihaji mengatakan bahwa pernikahan dini menjadi salah satu penyebab stunting di Indonesia. Dia mengatakan akan melakukan pendekatan bersama tokoh daerah untuk mengingatkan kesadaran untuk tidak melakukan pernikahan dini.

    “Selain air bersih, asupan gizi, sanitasi, juga pernikahan dini ini yang mesti kita seriuskan,” kata Wihaji usai acara Kirab Bangga Kencana di Kantor Kemendukbangga, Jakarta Timur, Kamis, 26 Juni 2025.

    Anak yang melakukan pernikahan dini bisa memberikan dampak terhadap psikologis. Kata Wihaji, pendidikan anak bisa terganggu yang bisa mengarah pada masalah ekonomi kedepannya kemudian reproduksinya juga tidak baik.

    Di beberapa daerah menurut Wihaji, untuk mengingatkan hal ini keterlibatan tokoh agama dianggap perlu.

    “Tapi urusan urusan kayak begini butuh tokoh tokoh lokal butuh kiai, romo, pendeta yang mungkin setiap hari melakukan pendekatan secara psikologis tentang pentingnya ‘kamu masih muda jangan lakukan pernikahan dini, nanti bisa stunting,” kata Wihaji.

    “Dan hal itu salah satunya yang hari ini kita lakukan adalah bagaimana membangun kolaborasi tidak hanya lembaga tetapi juga tokoh masyarakat,” ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, Kemendukbangga/BKKBN menggelar Kirab Bangga Kencana sebagai rangkaian kegiatan dalam rangka Hari keluarga Nasional ke-32 tahun 2025 dan diikuti peserta kegiatan kirab tersebut diikuti oleh perwakilan dari 32 provinsi di Indonesia.

    Dalam paparannya, salah satu yang disinggung Wihaji mengenai target penurunan stunting pada 2029 mendatang adalah 14 persen, sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Dari SSGI (Survei Status Gizi Indonesia), prevalensi kita 19,7 persen , artinya sudah turun dari 21,5 persen. Target presiden melalui RPJMN untuk 2025 ini adalah 18 persen, kemudian sampai 2029 adalah 14 persen,” kata Wihaji.***

  • Banyuwangi Luncurkan Sunwangi, Beras Biofortikasi dengan Nutrisi Tinggi Pertama di Indonesia – Page 3

    Banyuwangi Luncurkan Sunwangi, Beras Biofortikasi dengan Nutrisi Tinggi Pertama di Indonesia – Page 3

    Ekosistem Sunwangi merupakan kolaborasi multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi, perbankan, swasta, dan petani.

    Pemkab sebagai orkestrator, Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai pengembang benih biofortifikasi dan mitra riset; Pandawa Agri Indonesia (PAI) penyedia inovasi dan teknologi pertanian regeneratif, Danone Indonesia sebagai mitra keberlanjutan dan pemenuhan gizi, Bulog sebagai off-taker nasional, Bank Indonesia sebagai pendukung pembiayaan inklusif, serta ratusan petani sebagai pelaku utama.

    Selama proses budi daya, para petani didampingi oleh tim teknis PAI melalui pendekatan PPAI Teknologi yang mencakup intervensi di 10 tahapan budi daya padi. Pendekatan ini membantu meningkatkan produktivitas, efisiensi penggunaan input, dan ketahanan terhadap perubahan iklim.

    Selain itu, budi daya Sunwangi mengusung prinsip Low Carbon Agriculture, sehingga rendah emisi, ramah lingkungan, dan menghasilkan produk akhir yang memiliki dampak positif terhadap pencegahan stunting pada bayi.

     

    (*)

  • Prevalensi Stunting Turun, Cak Imin Klaim 377.000 Kasus Baru Berhasil Dicegah

    Prevalensi Stunting Turun, Cak Imin Klaim 377.000 Kasus Baru Berhasil Dicegah

    Liputan6.com, Bandung – Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin mengklaim 377.000 kasus baru stunting balita berhasil dicegah.

    Hal tersebut disampaikan Cak Imin usai acara Rembug Desa dengan tema Pengembangan Ekosistem Ekonomi Pedesaan Dalam Pengentasan Kemiskinan di Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada Sabtu, 21 Juni 2025.

    Dia menjelaskan, jika dibandingkan dengan penurunan angka prevalensi stunting, data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2024 menunjukkan adanya penurunan menjadi 19,8 persen atau setara 4.482.340 balita.

    Cak Imin menuturkan, angka tersebut menurun 1,7 persen dibandingkan pada 2023 sebesar 21,5 persen, dengan 377.000 kasus baru diklaim berhasil dicegah.

    “Kalau angka prevalensi stunting memang bisa lebih cepat penurunannya karena dalam penanganannya lebih fokus terhadap kesehatannya,” kata Cak Imin.

    Sementara soal kemiskinan, dia mengungkap pemerintah pusat menargetkan penurunan dari 8,57 persen menjadi 4,5 persen pada 2029.  

    “Kalau per tahunnya turun 1 persen saja dari 24 juta jiwa, berarti tiap tahun turun 2,4 juta jiwa. Artinya, ini target penurunan kemiskinannya cukup signifikan,” ucap Cak Imin.

  • DPR: Masyarakat Harus Ubah Mindset, BKKBN Tak Lagi Fokus Kontrasepsi, tapi…
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        20 Juni 2025

    DPR: Masyarakat Harus Ubah Mindset, BKKBN Tak Lagi Fokus Kontrasepsi, tapi… Bandung 20 Juni 2025

    DPR: Masyarakat Harus Ubah Mindset, BKKBN Tak Lagi Fokus Kontrasepsi, tapi…
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Pemerintah pusat melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (
    BKKBN
    ) terus berupaya membangun
    keluarga berkualitas
    .
    Namun, masih banyak masyarakat yang menganggap program BKKBN hanya sebatas program keluarga berencana (KB).
    Wakil Ketua
    DPR
    RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menilai pentingnya kolaborasi antara BKKBN dan berbagai pihak, termasuk DPR RI. Misalnya, dalam menyampaikan kebijakan pemerintah kepada masyarakat terkait pembangunan keluarga.
     
    “Selama ini mindset masyarakat soal BKKBN masih sebatas urusan KB. Padahal, sekarang kita mendorong lahirnya komunitas berencana yang menitikberatkan pada pembentukan keluarga yang sehat, kuat, dan siap menyongsong masa depan,” ujarnya usai kegiatan
    Program Bangga Kencana
    di Solokanjeruk, Bandung, Jumat (20/6/2025).
    Cucun juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai isu
    stunting
    , yang menjadi perhatian utama Presiden RI Prabowo Subianto.
    DPR mendukung penuh program-program strategis BKKBN, baik dari sisi regulasi maupun penguatan anggaran.

    Stunting
    adalah masalah serius yang harus kita tangani bersama. Maka dari itu, melalui fungsi anggaran dan legislasi di DPR, kami siap memberikan dukungan, termasuk saat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKKL). Ini menjadi momentum penting untuk menyinergikan program kerja antara eksekutif dan legislatif,” tuturnya.
    Cucun menambahkan, program-program seperti Kampung KB, yang melibatkan tokoh agama, kader KB, dan masyarakat luas, terbukti efektif dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya membangun keluarga yang berdaya.
    Ia juga menyoroti bahwa pembangunan generasi unggul tidak hanya berkaitan dengan fisik dan gizi, tetapi juga penguatan daya pikir dan pendidikan.
    “Bukan hanya makanan bergizi gratis, tapi juga gizi untuk pikirannya. Maka program-program pendidikan seperti sekolah rakyat, sekolah unggulan, adalah bagian dari strategi menciptakan generasi unggul,” jelasnya.
    Sekretaris Utama BKKBN, Prof Budi Setiyono menjelaskan, transformasi peran BKKBN saat ini tidak lagi berfokus hanya pada kontrasepsi, melainkan telah melampaui konsep
    family planning
    .
    “Program KB kini telah mencapai tahap kedewasaan, masyarakat sudah paham manfaatnya,” ujar Budi.
    Saat ini, BKKBN tengah menyusun
    roadmap
    (peta jalan) pembangunan kependudukan yang presisi dan terintegrasi dari tingkat pusat hingga desa, guna memastikan ketersediaan sarana dan layanan publik sesuai dengan kebutuhan penduduk.
    “Kita ingin pembangunan berbasis data kependudukan yang akurat, sehingga kebutuhan masyarakat dari pendidikan, kesehatan, hingga pekerjaan dapat dipenuhi dengan tepat. Dengan cara ini, Indonesia Emas tidak hanya menjadi slogan, tetapi realitas yang diraih bersama,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar Ungkap Kebiasaan Makan yang Bikin Tak Gampang Sakit Jantung-Hipertensi

    Pakar Ungkap Kebiasaan Makan yang Bikin Tak Gampang Sakit Jantung-Hipertensi

    Jakarta

    Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi penyumbang beban biaya tertinggi BPJS Kesehatan. Jantung menempati posisi teratas dengan total 70 persen dari seluruh pembiayaan. Hal ini dilatarbelakangi dengan riwayat diabetes, hipertensi, dan obesitas tak terkontrol. Menurut Indonesian Gastronomy Community (IGC), perlu ada pendekatan gastronomi berbasis pangan lokal dan pola makan sadar atau yang kini lebih dikenal dengan ‘mindful eating’ sebagai solusi jangka panjang relevan dengan konteks budaya Indonesia.

    Sekretaris Umum IGC Ray Wagiu Basrowi menegaskan gastronomi bukan sekadar rasa dan tradisi, tetapi juga menyentuh aspek gizi, lingkungan, juga perilaku makan. Misalnya, konsep from farm to table, yang tidak hanya krusial karena menyangkut ketahanan pangan, tetapi juga berkaitan dengan isu perubahan iklim dan pola penyakit.

    “Proses dari ladang ke meja makan itu melibatkan banyak emisi, bahan bakar, dan potensi pemborosan. Semakin panjang rantai pasok, semakin besar pula jejak karbonnya. Ini yang menjelaskan mengapa pola makan yang berbasis nabati (plant-based) bisa menekan kasus PTM,” jelasnya saat ditemui pada peringatan Hari Gastronomi Berkelanjutan, Rabu (18/6/2025).

    Plant-Based Diet Turunkan Risiko PTM

    Berbagai studi kesehatan masyarakat menunjukkan pola makan tinggi protein hewani berkorelasi dengan peningkatan kasus penyakit tidak menular. Menurut IGC, bukan hanya jenis makanannya yang bermasalah, tetapi juga pola konsumsi berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik memadai.

    “Ketika pilar protein hewani dikurangi dan diganti dengan plant-based, asupan serat meningkat. Serat ini mampu mengikat lemak jahat sebelum masuk ke metabolisme hati, dan dikeluarkan lewat feses. Ini terbukti menurunkan risiko kardiovaskular, diabetes, hingga hipertensi,” paparnya.

    Studi epidemiologi yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk yang terbaru di Universitas Gadjah Mada (UGM), menunjukkan pendekatan gastronomi lokal dengan sumber karbohidrat selain nasi, yang kaya serat berkontribusi pada penurunan risiko penyakit kronis.

    IGC juga menekankan pentingnya konsep isi piringku yang mengedepankan variasi warna dan jenis makanan. Minimal tiga warna cerah dalam sekali makan tidak hanya meningkatkan nilai gizi, tetapi juga mendorong anak dan dewasa untuk lebih menikmati makanan sehat.

    “Makanan sebaiknya tidak hanya bergizi, tapi juga menarik secara visual. Di budaya lokal banyak sumber karbohidrat non-nasi yang kaya serat. Gastronomi bisa menghidupkan kembali variasi ini dengan pendekatan menyenangkan,” tambahnya.

    NEXT: Mindful Eating: Makan Bukan Sekadar Kenyang

    Poin lain yang disampaikan IGC adalah mindful eating, yakni kebiasaan makan dengan kesadaran penuh. Menurutnya, makan seharusnya tidak hanya untuk kenyang, tetapi juga dinikmati. Hal ini penting karena pola makan emosional (emotional eating) masih banyak ditemukan di masyarakat Indonesia. Sejalan dengan temuan survey ‘Mindful Eating Study’ Health Collaborative Center (HCC), 47 persen warga RI memiliki kebiasaan makan emotional eating.

    “Ini penting karena kebiasaan makan mindful eating itu ternyata status kesehatannya jauh lebih bagus, fisik, dan mental seimbang, bisa menurunkan risiko penyakit metabolik,” beber Ray.

    Mengutip hasil riset di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Ray menyebut ada temuan kajian pada guru yang makan dengan tenang saat istirahat, memiliki produktivitas lebih tinggi dibanding sebelum makan.

    Rekomendasi ke Kemenkes

    IGC mendorong Kementerian Kesehatan dan semua pemangku kepentingan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip gastronomi dalam kampanye gizi nasional, termasuk promosi ‘Isi Piringku’. Tidak hanya soal jenis makanan, tetapi juga cara makan yang sehat dan menyenangkan.

    “Kampanye isi piringku perlu dilengkapi dengan promosi mindful eating. Gastronomi bisa jadi pendekatan budaya yang kuat untuk menurunkan prevalensi penyakit tidak menular,” kata dia.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua IGC, Ria Musiawan, juga memberikan contoh sukses pengendalian stunting dengan pendekatan gastronomi lokal. Misalnya di Kalimantan Tengah. IGC bekerja sama dengan pemerintah daerah serta komunitas lokal untuk mengenalkan kembali pangan lokal, yang selama ini sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

    “Pangan lokal sangat besar manfaatnya. Kami kembangkan menjadi berbagai menu baru agar lebih variatif dan tidak membosankan. Bahkan, beberapa menu bisa dijadikan produk untuk dijual oleh masyarakat,” ungkap Ria.

    Program ini juga melibatkan pelatihan untuk guru dan kader-kader, tidak hanya soal pengolahan makanan sehat tetapi juga penguatan karakter melalui pangan lokal. Dalam waktu tiga bulan setelah kegiatan, tercatat ada penurunan angka stunting di wilayah tersebut, meski dilakukan dalam skala kecil dengan melibatkan sekitar 100 ibu-ibu kader.

    Menurut Ria, penggunaan bahan pangan lokal di sekitar masyarakat memungkinkan anak-anak mengonsumsi makanan bergizi yang juga akrab dengan selera mereka. Dengan pengolahan yang menarik dan edukasi yang tepat, makanan sehat bisa tampil lebih kekinian dan diterima oleh generasi muda.

    IGC juga mendorong agar program makan bergizi gratis dari pemerintah dapat bersinergi dengan potensi pangan lokal di setiap daerah, serta melibatkan pelaku gastronomi sebagai bagian dari solusi gizi nasional.

    “Kami yakin gastronomi bisa jadi jembatan antara tradisi, gizi, dan masa depan anak-anak Indonesia,” pungkas Ria.

  • Bung Karno, Korporatokrasi, dan Eko-Marhaenisme

    Bung Karno, Korporatokrasi, dan Eko-Marhaenisme

    Bung Karno, Korporatokrasi, dan Eko-Marhaenisme
    Antropolog, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

    Aku tinggalkan kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya
    .” (
    Bung Karno
    )
    MENYAMBUT
    peringatan wafatnya Bung Karno (21 Juni), petikan pidatonya yang disampaikan pada HUT Kemerdekaan RI tahun 1964 kembali terdengar nyaring. Saya hendak merujuk dua peristiwa aktual saja.
    Pertama, heboh penambangan nikel di wilayah Raja Ampat yang dikenal pula dengan julukan “Surga Terakhir di Bumi”.
    Presiden Prabowo akhirnya mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di Raja Ampat, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
    Namun, ada satu perusahaan yang tidak dicabut IUP-nya, yakni PT GAG Nikel.
    Julukan “Surga Terakhir di Bumi” itu bukan sekadar ungkapan puitis, melainkan faktual. Berbagai sumber menyebutkan bahwa lanskap Raja Ampat memiliki keindahan yang menakjubkan.
    Raja Ampat merupakan bagian dari segitiga terumbu karang dunia atau Coral Triangle, kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.
    Raja Ampat memiliki lebih dari 1.500 pulau kecil, atol, dan beting, yang mengelilingi empat pulau utama, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
    Keajaiban alam Raja Ampat bukan hanya milik Indonesia, tapi juga menjadi kekayaan dunia yang perlu dijaga bersama.
    Saya belum pernah merasakan langsung “Surga Terakhir di Bumi” itu. Kemolekannya hanya terbayangkan. Saya yakin banyak sekali warga Indonesia yang bernasib seperti saya, dan tentu saja sangat berharap kelak bisa menikmati anugerah Tuhan di Papua Barat Daya itu.
    Namun, “Surga Terakhir di Bumi” itu kini terancam oleh ekspansi tambang nikel. Anugerah Tuhan yang semestinya dijaga kelestariannya berpotensi lenyap dan tinggal cerita akibat ketamakan/kerakusan manusia.
    Kedua, penyitaan uang Rp 11,8 triliun atas dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa hari lalu.
    Uang Rp 11,8 triliun tersebut berasal dari lima korporasi di bawah naungan Wilmar Group, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Wilmar International Limited yang merupakan induk perusahaan Wilmar membantah bahwa uang tersebut merupakan hasil sitaan Kejagung.
    Perusahaan itu menyebut, uang Rp 11,8 triliun tersebut merupakan uang jaminan untuk menunjukkan iktikad baik Wilmar Group atas kasus yang sedang menimpanya (
    Kompas.com
    , 18/06/2025).
    Selain Wilmar Group, merujuk laman resmi Mahkamah Agung (MA), ada dua korporasi lain yang terlibat dalam perkara tersebut, yakni PT Musim Mas Group dan PT Permata Hijau Group.
    Nilainya juga tidak kecil. Musim Mas Group sebesar Rp 4,89 triliun, dan Permata Hijau Group sebesar Rp 937,5 miliar.
    Korporatokrasi diartikan gabungan kekuatan korporasi besar, lembaga keuangan dan pemerintahan untuk menyatukan kekuatan finansial dan politik guna memaksa masyarakat mengikuti kehendak mereka.
    Inilah percumbuan antara kekuatan kapital dan politik yang mengerikan, karena beroperasi pada tingkat kebijakan (legalitas) yang tak jarang mengatasnamakan kepentingan negara.
    Korporatokrasi menyasar ranah kebijakan dan regulasi tatakelola bidang-bidang basah, seperti pertambangan, pertanian, kehutanan, perkebunan, perbankan, perdagangan, kesehatan. Dengan menguasai ranah kebijakan dan regulasi, apapun yang dilakukan akan tampak legal.
    Bibit korporatokrasi sesungguhnya telah tertanam sejak zaman kolonial. Percumbuhan antara korporasi dan pemerintah kolonial membuat rakyat jajahan tertindas dan miskin. Meski sesungguhnya rakyat memiliki alat-alat produksi.
    Realitas penindasan dan kemiskinan itulah yang dilihat dan ditentang oleh Bung Karno melalui
    marhaenisme
    . Pernyataan Bung Karno yang saya kutip di atas tentu saja berbasis pada pemikiran marhaenisme.
    Korporatokrasi mendapatkan angin segar pada zaman Orde Baru. Makin menggurita justru pada zaman Reformasi.
    Dilihat dari sudut ekspansi kapitalisme dunia, Orde Baru dan Reformasi sejatinya berada dalam satu perahu. Keduanya lahir di tengah kekacauan eko¬nomi yang parah, lalu melakukan rehabilitasi ekonomi dengan dana pinjaman luar negeri berdasarkan resep lembaga keuangan dunia. Kedua rezim menjalankan politik “pintu terbuka”.
    Kalau politik pintu terbuka rezim Orde Baru dimaksudkan untuk mengintegrasi¬kan Indonesia ke dalam kerangka kerja “dunia melawan komunisme”, politik pintu terbuka rezim Reformasi dimaksudkan untuk mengintegrasi¬kan Indonesia ke dalam kerangka kerja “dunia pasca-Perang Dingin”.
    Kedua dunia sama-sama dikendalikan oleh negeri kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat. Karena itu, kedua rezim juga menjadi subordinat kapitalis dunia. Jelas sekali korporatokrasi adalah menifestasi neoliberalisme.
    Secara teoritis, pemerintah yang mendapatkan kekuasaan langsung dari rakyat seharusnya jauh lebih kuat dan mampu mengendalikan korporasi tersebut. Namun, pemerintah dalam arti luas justru tunduk pada kepentingan ekonomi korporasi.
    Kalangan eksekutif, legislatif dan yudikatif tak berdaya. Mereka mudah disuap, mudah tertawan oleh kepentingan korporasi.
    Korporatokrasi jelas sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat. Esensinya bukan terletak pada percumbuhan antara kapital dan politik, melainkan percumbuhan itu melegalkan eksploitasi sumber daya alam dan manusia demi keuntungan kapitalis dan elite penyelenggara negara semata.
    Mereka tidak terbatas pada korporasi besar (multinasional) dan pemerintahan di tingkat pusat saja, tapi juga korporasi nasional dan pemerintahan di tingkat daerah.
    Percumbuhan itu tidak hanya mengeruk secara rakus kekayaan alam, tapi juga rentan terhadap korupsi yang dilakukan dengan menyandera negara (
    state-hijacked corruption
    ).
    Korupsi tersebut melibatkan pemerintah dalam arti luas, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Bahkan, sampai batas tertentu didukung sebagian media massa dan kaum intelektual.
    Aksi menyelamatkan Indonesia harus menjadi agenda penting dan utama bangsa ini. Gurita korporatokrasi terbukti menjauhkan Indonesia dari cita-cita kemerdekaan.
    Pengelolaan kekayaan alam Indonesia bukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, melainkan mengalir untuk kaum elite di dalam negeri maupun luar negeri. Kekayaan alam Indonesia hanya dinikmati kalangan terbatas, bukan rakyat pada umumnya.
    Bahkan, negara pun kesulitan memenuhi kewajiban konstitusi, seperti di bidang pendidikan dan kesehatan.
    Angka korupsi, penggelapan, dan sejenisnya yang diduga mencapai ribuan triliun rupiah sangat kontras dengan kesulitan negara untuk menyediakan beasiswa dan fasilitas pendidikan yang baik.
    Kontras pula dengan angka stunting yang masih tinggi (20 persen) dan fasilitas kesehatan untuk rakyat yang memprihatinkan.
    Pesan Bung Karno di atas patut direnungkan. Ternyata pengelolaan kekayaan negara tidak cukup oleh bangsa sendiri tanpa didasari jiwa dan semangat yang oleh Bung Karno disebut “sosio-nasionalisme”.
    Para penyelenggara negara atau pemimpin pemerintahan haruslah orang-orang yang mengerti sejarah Indonesia dan memahami betul nasionalisme berperikemanusiaan, nasionalisme yang berpijak pada keadilan sosial.
    Selama ini kita terlena oleh praktik korporatokrasi yang dibungkus oleh istilah-istilah eufemistis, seperti kemitraan, kontrak karya, alih teknologi, dan lain-lain, yang ternyata berisi penggarongan kekayaan.
     
    Ujungnya, bukan hanya ketidakadilan bagi rakyat Indonesia hari ini, melainkan pewarisan ketidakadilan kepada rakyat atau generasi akan datang.
    Karena itu, aksi menyelamatkan Indonesia harus dipahami sebagai tugas sejarah yang tak pernah selesai. Bukan untuk Indonesia hari ini saja, melainkan Indonesia hari esok.
    Hal itu didasari oleh pandangan ideologis bahwa hubungan kita dengan Tanah Air, sebagaimana dijelaskan Bung Karno, bukan hubungan ekonomi semata, tapi hubungan ekologis dan spiritual.
    Hubungan tersebut membentuk kewajiban etis dan nilai-nilai sebagai landasan moral praktik bernegara.
    Saya lalu teringat gagasan “eko-marhaenisme” yang dipromosikan oleh Prof. Arief Hidayat, seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga Ketua Umum DPP Persatuan Alumni GMNI.
    Menurut Arief Hidayat, eko-marhaenisme adalah pertemuan antara semangat marhaenisme dengan prinsip ekologi yang berkelanjutan.
    Eko-marhaenisme ditawarkan sebagai paradigma untuk menjawab tantangan Indonesia dewasa ini: bagaimana mengelola kekayaan alam berbasis keadilan sosial tanpa merusak daya dukung lingkungan dan mengorbankan generasi mendatang (Marhaen.id, 10/05/2025).
    Saya mengamini gagasan eko-marhaenisme. Gagasan itu menggariskan bahwa perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasarkan prinsip keadilan sosial (demokrasi ekonomi) yang berkelanjutan.
    Demokrasi Indonesia harus pula menjamin kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan, bukan demokrasi yang hanya menjamin hak politik warga negara. Prinsip-prinsip ekologis dipandang relevan dan memperkuat teori marhaenisme untuk menyelamatkan Indonesia.
    Namun, gagasan eko-marhaenisme tak cukup diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal peraturan perundang-undangan. Tak kalah penting dari bunyi pasal-pasal adalah semangat dan moralitas penyelenggara negara atau pemimpin pemerintahan.
    Tanpa semangat dan pijakan moral yang kuat, pasal-pasal yang pro-rakyat pun akan disiasati. Selamatkan Indonesia, sekarang juga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Telkom Perkenalkan StuntingHub, Platform Solusi Pantau Cegah Stunting

    Telkom Perkenalkan StuntingHub, Platform Solusi Pantau Cegah Stunting

    PIKIRAN RAKYAT – PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) secara resmi meluncurkan program penanganan stunting terpadu yang menggabungkan inovasi teknologi digital dan pemberdayaan komunitas lokal. Program ini dilaksanakan sejak Maret hingga Juni 2025 di empat wilayah prioritas, yakni Pamekasan (Jawa Timur), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Senaru (Nusa Tenggara Barat).

    Melalui pendekatan berbasis komunitas dan pemanfaatan teknologi, program ini bertujuan untuk memberikan solusi konkret dalam mengatasi masalah stunting yang hingga kini masih menjadi tantangan serius di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 37,9%, tertinggi di tingkat nasional.

    Program ini diawali dengan Training of Trainer (ToT) bagi para kader kesehatan lokal, yang dibekali keterampilan digital serta pemahaman komprehensif mengenai isu stunting dan gizi anak. Salah satu inovasi utama dari inisiatif ini adalah penerapan aplikasi Stuntinghub, sebuah platform digital yang dikembangkan oleh Telkom untuk membantu kader dalam melakukan pencatatan, pemantauan, dan pelaporan pertumbuhan anak secara berkala.

    Setelah pelatihan, para kader melaksanakan penyuluhan di berbagai titik layanan masyarakat, seperti puskesmas, balai desa, dan tempat ibadah. Secara bersamaan, aplikasi Stuntinghub mulai diimplementasikan di lapangan dan dioperasikan secara langsung oleh kader yang telah terlatih.

    Sebagai bagian dari intervensi gizi, program ini juga mencakup pelaksanaan 90 Hari Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak-anak dengan status gizi buruk. Menu makanan yang diberikan dirancang berbasis pangan lokal, seperti nasi jagung, sayur kelor, pepes ikan, dan bubur labu, yang dimasak oleh kader secara mandiri menggunakan bahan yang tersedia di lingkungan setempat. Distribusi makanan dilakukan setiap hari ke rumah-rumah sasaran.

    Kegiatan ini mendapatkan dukungan luas dari berbagai pemangku kepentingan daerah. Di Kabupaten Manggarai Barat, pembukaan program dihadiri oleh Wakil Ketua PKK Ibu Maria Falentina Meli, Kepala Dinas Kesehatan Bapak Adrianus Ojo, Kepala Telkom Labuan Bajo Natris Humris, perwakilan Yayasan Sundelion Rizkiana Putri, serta jajaran Puskesmas Batu Cermin.

    Program ini dilaksanakan di Senaru, Pamekasan, dan Makassar, dengan respons positif dari masyarakat. Di masing-masing wilayah, kader kesehatan tidak hanya menjalankan pemantauan gizi, namun juga berperan sebagai agen perubahan yang mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

    “Kami tinggal di kaki gunung, kadang akses ke puskesmas susah. Dengan adanya program ini, kader sering datang membawa makanan sehat dan memeriksa perkembangan anak saya. Saya juga diajari cara memasak dari bahan yang ada di kebun sendiri,” ujar warga Desa Senaru, NTB Liana Sari.

    SGM Social Responsibility Telkom Hery Susanto menyatakan bahwa program ini merupakan bagian dari komitmen Telkom dalam memperluas dampak sosial melalui pemanfaatan digitalisasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar bangsa.

    “Kami percaya bahwa digitalisasi harus mampu menjangkau akar permasalahan sosial, termasuk isu stunting yang sangat krusial. Melalui Stuntinghub, kami tidak hanya menghadirkan solusi berbasis teknologi, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal sebagai pelaku utama perubahan. Inisiatif ini selaras dengan upaya Telkom dalam mendukung pencapaian SDGs dan mendorong masyarakat yang mampu membawa dampak nyata bagi lingkungannya,” ungkap Hery.

    Melalui inisiatif ini, Telkom memperkuat peran sebagai katalisator perubahan sosial dengan mengedepankan pendekatan berbasis data dan teknologi. Integrasi platform digital dengan peran aktif komunitas lokal menjadi strategi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak dan keluarga. Upaya ini sekaligus menjadi kontribusi nyata Telkom dalam mendukung agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 2 (Tanpa Kelaparan) dan poin 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), demi terciptanya generasi masa depan yang lebih sehat dan tangguh.***

  • Wamen Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka Kunjungi Sulut, Paparkan 5 program ‘Quick Win’ Cegah Stunting

    Wamen Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka Kunjungi Sulut, Paparkan 5 program ‘Quick Win’ Cegah Stunting

    Liputan6.com, Manado – Wakil Menteri (Wamen)  Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana (Kemendukbangga/BKKBN) Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka melakukan kunjungan kerja ke Sulut pada, Jumat (13/6/2025).

    Dalam kesempatan itu, dia memaparkan terkait lima program ‘Quick Win’ untuk mengatasi stunting di Indonesia, termasuk Sulut.

    “Pertama adalah gerakan orang tua asuh cegah stunting atau Genting,” ujarnya.

    Dia mengatakan, ‘Genting’, adalah program yang mengolaborasikan bagaimana masyarakat bisa berpartisipasi, dunia usaha, BUMN berusaha untuk membantu pemerintah dengan pendekatan pentahelix agar mengurangi prevalensi stunting.

    “Untuk bisa mencapai pembangunan kualitas sumber daya manusia, tentu saja stunting harus kita atasi bersama-sama,” ujarnya.

    Program berikutnya adalah taman asuh sayang anak (Tamasya), memberikan perspektif bagaimana pola pengasuhan dapat dibenahi bersama agar kualitas dari anak-anak nantinya makin maju.

    dia mengatakan, program ketiga adalah Gerakan Ayah Teladan Indonesia (Gati). Karena biasanya yang terlibat lebih dalam pengasuhan anak adalah kaum ibu.

    “Kita ingin agar ayah juga ikut terlibat dalam pola pengasuhan karena dengan adanya ayah dan ibu bersama-sama maka kualitas anak-anak generasi masa muda masa depan akan dapat lebih optimal,” tuturnya.

    Program selanjutnya adalah lansia berdaya yang diharapkan warga lansia tetap sehat, tetap produktif dan tetap bisa menikmati hari tuanya dengan sehat dan bahagia.

    Terakhir adalah super apps keluarga Indonesia yang tengah dikembangkan oleh kementerian kependudukan dan pembangunan keluarga.

    “Inisiatif ini kami dorong untuk diadopsi di daerah sebagai bentuk percepatan dan inovasi layanan pembangunan keluarga,” ujarnya.

    Dalam kunjungan kerja ke Sulut, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka sempat berkunjung ke Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Manado untuk melihat program penanganan stunting di dua daerah tersebut.

    Dia bahkan berdialog dengan sejumlah warga seperti ibu hamil, dan anak-anak, untuk mendengar kondisi keseharian warga di sana.

     

    KOCAK!! Barisan Pramuka Anak SD Bubar Cerai Berai Gara-gara Serbuan Domba

  • HUT Bhayangkara, Polda Riau Tanam 79 Pohon-Lepas 7.900 Ikan Lomak di Kampar

    HUT Bhayangkara, Polda Riau Tanam 79 Pohon-Lepas 7.900 Ikan Lomak di Kampar

    Kampar

    Polda Riau melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara ke-79. Momentum ini tak hanya diisi dengan kegiatan bakti sosial, tetapi juga mengkampanyekan pelestarian lingkungan dengan penanaman pohon.

    Kegiatan penanaman pohon digelar di Pulau Tengah, Tanjung Belit, Kabupaten Kampar, Riau, pada Rabu, 18 Juni 2025. Sebanyak 79 pohon ditanam di pulau yang diapit Sungai Subayang.

    Dengan menaiki perahu, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan bersama rombongan tiba di lokasi menjelang sore hari. Setibanya di lokasi, Irjen Herry dan rombongan melepaskan 7.900 ikan lomak, ikan khas asli Kampar.

    Hadir dalam kegiatan tersebut Bupati Siak, Bupati Kampar, Bupati Kuansing, hingga Bupati Pelalawan, serta Wakapolda Riau Brigjen Jossy Kusumo dan PJU Polda Riau. Setelah melepaskan bibit ikan lomak, Kapolda dan rombongan juga melakukan penanaman 79 pohon di tengah-tengah pulau.

    Polda Riau melakukan penanaman 79 pohon dan melepaskan 7.900 ekor bibit ikan lomak di Kampar, Riau, pada Rabu (18/6/2025). (Mei Amelia R/detikcom))

    Rangkaian kegiatan yang juga digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini juga diisi dengan sejumlah acara menarik, antara lain pembacaan puisi yang dipersembahkan oleh Irjen Herry Heryawan, serta ceramah yang diisi oleh Ustaz Abdul Somad (UAS).

    Kegiatan dilanjutkan pada Kamis, 19 Juni 2025 pagi dengan agenda diskusi lingkungan yang menghadirkan filsuf Rocky Gerung.

    Aksi penanaman pohon yang diinisiasi Kapolda Herry Heryawan juga merupakan implementasi dari ‘Green Policing’, sebuah konsep pemolisian Polda Riau berbasis pelestarian terhadap lingkungan.

    Polda Riau melakukan penanaman 79 pohon dan melepaskan 7.900 ekor bibit ikan lomak di Tanjung Belit, Kampar, Riau, pada Rabu (18/6/2025). (Mei Amelia R/detikcom)

    Serangkaian kegiatan bakti sosial dan kesehatan juga digelar Polda Riau untuk mempererat hubungan Polri dengan masyarakat. Layanan bakti kesehatan ini telah berlangsung sejak 1 Juni hingga 16 Juni 2025. Tak hanya di Polda Riau, tetapi juga di 12 polres se-Provinsi Riau

    Sepanjang 1-16 Juni 2025, Polda Riau telah melaksanakan pemeriksaan kesehatan terhadap 2.244 driver ojek online, 139 orang melakukan donor darah, khitanan massal dari target 79 orang tercapai 9 orang, selanjutnya vaksinasi, imunisasi, dan screening TBC: Target 79 orang, tercapai 29 screening TBC dan 15 vaksinasi.

    Selanjutnya, layanan KB: target 79 orang, tercapai 10 orang; layanan cegah stunting: target 79 orang, tercapai 12 orang; operasi bibir sumbing dan katarak: target 7 dan 9 orang, tercapai 1 orang; pengobatan umum, spesialis, dan gigi: target 790 orang, tercapai 766 orang.

    (mei/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gibran Pantau Cek Kesehatan Gratis Langsung di Blitar

    Gibran Pantau Cek Kesehatan Gratis Langsung di Blitar

    Bisnis.com, Jakarta — Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meninjau pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Puskesmas Sukorejo Jalan Cemara, Karangsari, Blitar, Jawa Timur pada Rabu (18/6/2025). 

    Gibran meninjau alur pelayanan CKG itu mulai dari proses pendaftaran, pemeriksaan tekanan darah, gula darah san kolesterol hingga konsultasi kesehatan. 

    Dia juga memastikan seluruh layanan diberikan secara gratis atau tanpa biaya serta tidak menggunakan prosedur administrasi yang menyulitkan warga.

    “Saya juga mengimbau agar literasi kepada masyarakat tentang CKG terus ditingkatkan ya,” tuturnya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (18/6).

    Selain itu, Gibran menekankan pentingnya memperkuat peran promotif dan preventif, dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya gaya hidup sehat, pola makan bergizi, dan pemeriksaan rutin.

    Tidak hanya itu, Gibran juga mengingatkan agar kualitas pemeriksaan dan pencatatan data kesehatan masyarakat untuk selalu dijaga akurasi dan kualitasnya. 

    “Jadi program CKG ini dapat terintegrasi dengan program lainnya seperti penanggulangan stunting, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), pencegahan diabetes, dan jantung sehat,” katanya.

    Sementara itu, pasien CKG Hartini menilai bahwa program CKG pemerintah sangat bermanfaat untuk dirinya. Dia menyebut bahwa bulan ini merupakan bulan ulang tahunnya dan mendapatlan kesempatan mengikuti program CKG.

    “Informasi ini saya dapat dari media sosial dan itu sangat bagus ya. Soalnya remaja sekarang itu banyak main media sosial, bahkan yang usia seperti kita juga main media sosial,” ujar Hartini.

    Dia juga memaparkan bahwa dirinya sudah menjalankan pemeriksaan gigi dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lain seperti cek jantung.

    “Tadi sudah cek gigi, saya. Banyak yang bolong-bolong. Nanti akan ada rencana tindak lanjut pemeriksaannya,” tuturnya.