Kasus: stunting

  • Pemkot Jakut ajak pelajar gemar makan ikan penuhi kebutuhan gizi

    Pemkot Jakut ajak pelajar gemar makan ikan penuhi kebutuhan gizi

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Utara mengajak pelajar di daerahnya untuk gemar makan ikan sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan gizi harian.

    “Hari ini di SDN Ancol 01 ada 150 murid yang diedukasi mengonsumsi ikan dengan cara menyenangkan seperti menari, menyanyi dan mendongeng,” kata Kepala Suku Dinas KPKP Jakut Unang Rustanto saat Safari Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di kawasan Ancol, Jakarta, Selasa.

    Ia mengatakan para pelajar ini juga mendapatkan paket olahan ikan berupa bakso ikan, sosis ikan, dan bandeng presto.

    Menurut dia, kegiatan ini bertujuan meningkatkan konsumsi ikan nasional, khususnya di Jakarta Utara yang ditargetkan pada tahun 2025 sebesar 47 kilogram per kapita per tahun.

    “Ini juga bertujuan mempromosikan produk perikanan lokal kepada masyarakat luas,” kata Unang.

    Sasaran Kampanye Gemarikan ini adalah murid sekolah dasar yang rencananya akan digelar di enam kecamatan secara bergilir mulai 26 Agustus hingga 11 September 2025.

    Selain meningkatkan angka konsumsi ikan, kegiatan ini diharapkan dapat mendukung percepatan penurunan stunting dan pemenuhan gizi masyarakat Jakarta Utara.

    “Mudah-mudahan ini bisa menjadi inspirasi orang tua maupun peserta didik untuk lebih peduli dengan kesehatan dan gizi, serta menjadi generasi yang sehat, kuat dan cerdas,”katanya

    Kepala Sekolah SD Negeri Ancol 01, Winoto mengatakan anak-anak sangat antusias dan senang karena mendapatkan ilmu baru hingga olahan ikan.

    “Kami berharap kegiatan ini bisa terus berkelanjutan,” katanya.

    Sementara itu, seorang murid Kelas VI, Naura Fadwan Meidinata mengaku sangat senang mengikuti kegiatan tersebut karena memang gemar mengonsumsi ikan.

    “Saya suka sekali makan ikan yang dimasak Ibu, setiap minggu saya konsumsi ikan. Untuk acara hari ini juga menyenangkan, kita diajak menari dan bernyanyi bersama, bahkan mendengarkan cerita dongeng,” ujarnya.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Program Pelita benahi gizi anak di sekitar Tanjung Perak Surabaya

    Program Pelita benahi gizi anak di sekitar Tanjung Perak Surabaya

    ANTARA – PT Pelabuhan Indonesia menggalakkan program Pelindo tanpa Balita Stunting (Pelita) selama dua tahun terakhir.  Program tersebut menyasar anak-anak di permukiman sekitar Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya agar terbebas dari kasus stunting. (Hanif Nasrullah/Rizky Bagus Dhermawan/Ludmila Yusufin Diah Nastiti)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Balita R di Sukabumi Meninggal karena Sepsis, Begini Kata Dokter yang Menangani

    Balita R di Sukabumi Meninggal karena Sepsis, Begini Kata Dokter yang Menangani

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI buka suara terkait penyebab kematian balita R di Sukabumi, Jawa Barat. Berdasarkan hasil pemeriksaan intensif, R didiagnosis sepsis atau infeksi berat yang diperburuk dengan malnutrisi, stunting dan meningitis TBC.

    Dokter anak dr Sianne, SpA yang menangani R, menjelaskan bahwa saat tiba di IGD, pasien sudah tidak sadarkan diri. R disebut mengalami demam tinggi dan penurunan kesadaran sejak satu hari sebelumnya.

    “Pasien pertama kali datang ke rumah sakit sudah mengalami penurunan kesadaran, dan demam serta batuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat medis menunjukkan pasien telah menjalani pengobatan yang tidak jelas ke mana lebih dari sepuluh kali dalam tiga bulan terakhir oleh karena demam dan batuk,” ujar dr Sianne dalam keterangan dikutip dari laman Kemenkes, Selasa (26/8/2025).

    Selama perawatan tim medis menemukan cacing gelang dewasa. Hasil pemeriksaan radiologi toraks menunjukkan adanya TBC paru aktif dan pneumonia, sementara radiologi abdomen memperlihatkan cacing dalam jumlah banyak tanpa tanda sumbatan. CT scan kepala juga mengonfirmasi adanya radang selaput otak/meningitis.

    Penanganan dilakukan secara menyeluruh, meliputi terapi anti-TB, antibiotik, koreksi elektrolit, pemberian obat-obatan untuk mempertahankan tekanan darah dan denyut jantung, serta pemberian obat cacing albendazole. Setelah terapi albendazole, pasien mengeluarkan cacing dalam jumlah banyak melalui buang air besar selama beberapa hari.

    Hasil diagnosis R

    Pasien meninggal dunia pada hari kesembilan perawatan, Senin (21/7) pukul 14.24 WIB. Diagnosis kematian langsung adalah sepsis, dengan penyebab antara malnutrisi berat kwashiorkor dan stunting, serta penyebab dasar meningitis TB stadium 3.

    Selain itu, tim medis juga tidak pernah menimbang berat cacing yang keluar dari tubuh R.

    “Kami tidak melakukan penimbangan karena keluarnya cacing berlangsung bertahap selama beberapa hari,” ucap dia.

    Terpisah, Prof dr Anggraini, SpA(K), dokter spesialis anak, mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan, ditemukan adanya infeksi di susunan saraf pusat dan sepsis. Ditambahkan pula bahwa cacing dewasa tidak masuk ke otak, paru dan jantung karena ukurannya yang besar.

    “Larva cacing gelang memang memiliki siklus hidup melalui pembuluh darah dan saluran napas yang kadang menyebabkan gangguan nafas, namun tidak menyebabkan kematian,” jelas dr Anggraini.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Zulhas Sanjung Prabowo sebagai Satu-satunya Presiden yang Berani Terapkan Pasal 33
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Agustus 2025

    Zulhas Sanjung Prabowo sebagai Satu-satunya Presiden yang Berani Terapkan Pasal 33 Nasional 24 Agustus 2025

    Zulhas Sanjung Prabowo sebagai Satu-satunya Presiden yang Berani Terapkan Pasal 33
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Umum (Ketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyanjung Presiden Prabowo Subianto sebagai satu-satunya presiden yang berani menerapkan prinsip Pasal 33 UUD 1945.
    “Saudara-saudara, kita punya Presiden Pak Prabowo Subianto, satu-satunya presiden yang berani menerapkan Pasal 33, pemberdayaan, pemerataan, gotong royong, ekonomi Pancasila,” ujar Zulhas saat memberikan sambutan dalam peringatan HUT ke-27 PAN, di Senayan Park, Jakarta, Minggu (24/8/2025) malam.
    Dia menilai, kebijakan yang diambil Prabowo sejalan dengan cita-cita PAN dalam memperjuangkan keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
    Menurut Zulhas, semangat ekonomi Pancasila yang dijalankan Prabowo harus terus didukung agar mampu menghadirkan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
    “Nah itulah yang Partai Amanat Nasional perjuangkan hari-hari ini dan hari yang akan datang,” ucapnya.
    Diketahui, pada akhir Juli 2025 lalu, dalam Harlah PKB, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa tujuan bernegara yang diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 disusun berdasarkan asas perekonomian kekeluargaan, bukan konglomerasi.
    “Pasal 33 ini tujuan nasional. Pasal 33 ayat 1, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, bukan asas konglomerasi. Asas keluarga, asas kekeluargaan ya seluruh bangsa Indonesia kita harus diperlakukan sebagai keluarga,” kata Prabowo.
    Oleh karena itu, Prabowo mengatakan, asas kekeluargaan yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 bertentangan dengan mazhab-mazhab ekonomi, termasuk ekonomi neoliberal.
    Presiden mengungkapkan, pada ekonomi neoliberal, segelintir orang, terutama masyarakat kelas atas, akan bertambah kaya.
    Lalu, kekayaan itu lama-kelamaan akan “menetes” atau menurun pada masyarakat kelas bawah.
    “Di masa neoliberal ini, menurut mereka enggak apa-apa kalau yang segelintir orang tambah kaya. Menurut teori itu, lama-lama kekayaan itu akan menetes ke bawah, tapi kenyataannya menetesnya lama banget. Menetesnya 200 tahun, udah mati kita semua itu. Jadi itu enggak bener,” ujar Prabowo seraya berkelakar.
    Atas dasar itu, Prabowo mengajak semua yang hadir untuk menyimak Pasal 33 UUD 1945 yang menggariskan tujuan bernegara, yakni rakyat merasa aman, sejahtera, tidak ada kemiskinan dan kelaparan.
    “Demokrasi penting, demokrasi yang formal, demokrasi yang normatif, tapi rakyat tidak punya rumah yang baik, rakyat yang lapar, anak-anak yang stunting, mereka yang tidak bisa cari pekerjaan. Ini bukan tujuan bernegara bagi saya,” kata Prabowo.
    Adapun Pasal 33 UUD 1945 yang terdiri atas empat ayat yang mengatur prinsip ekonomi yang dianut oleh Indonesia.
    Ayat 1 berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan”.
    Kemudian, ayat 2 berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
    Lalu, ayat 3 bunyinya, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
    Terakhir, ayat 4 berbunyi, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usulan Gerbong Merokok di Kereta, Wapres Gibran Tegas Bilang Ini

    Usulan Gerbong Merokok di Kereta, Wapres Gibran Tegas Bilang Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menanggapi usulan anggota DPR RI terkait penyediaan gerbong khusus merokok di kereta api. Ia menegaskan, penyediaan fasilitas transportasi umum harus mengacu pada skala prioritas dan kebutuhan masyarakat luas.

    “Jika ada ruang fiskal, menurut saya pribadi, lebih baik diprioritaskan untuk ibu hamil, ibu menyusui, balita, lansia, dan kaum difabel. Misalnya, ruang laktasi di dalam gerbong atau toilet yang lebih luas agar ibu bisa mengganti popok bayi dengan nyaman. Saya kira itu jauh lebih prioritas,” ujar Gibran usai perjalanan menggunakan Kereta Api Bandara Internasional Adi Soemarmo (BIAS) Nomor 573B relasi Caruban-Bandara Adi Soemarmo, Minggu (24/8/2025).

    Gibran menegaskan regulasi terkait larangan merokok di transportasi umum sudah jelas, mulai dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, hingga Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 29 Tahun 2014.

    “Di daerah juga sudah ada perda pembatasan iklan rokok. Jadi, untuk Bapak-Ibu anggota DPR yang terhormat, mohon maaf, usulan tersebut kurang sinkron dengan program Presiden. Aturannya sudah jelas, transportasi umum adalah kawasan bebas rokok,” tegasnya.

    Ia menambahkan, kebijakan transportasi harus selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto di bidang kesehatan.

    “Sebagai pembantu Presiden, saya ingin memastikan program prioritas seperti pemeriksaan kesehatan gratis, penanggulangan stunting, hingga pembangunan rumah sakit berjalan sesuai rencana. Jadi, revitalisasi fasilitas kereta api pun sebaiknya diarahkan ke sana,” imbuhnya.

    Meski menolak usulan tersebut, Gibran tetap menyampaikan apresiasi terhadap masukan DPR maupun masyarakat.

    “Semua masukan kami tampung demi peningkatan pelayanan KAI ke depan. Tapi sekali lagi, semuanya ada skala prioritasnya,” ujarnya.

     

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gibran sebut usul gerbong perokok tak sinkron dengan program Presiden

    Gibran sebut usul gerbong perokok tak sinkron dengan program Presiden

    “Ini kan program di sektor kesehatan sudah jelas program-programnya. Ada Cek Kesehatan Gratis, ada pemberantasan stunting, di Kemenkes juga ada pembangunan rumah sakit-rumah sakit baru,”

    Solo (ANTARA) – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menilai usulan salah satu anggota DPR terkait adanya gerbong khusus perokok untuk perjalanan kereta jarak jauh tidak sinkron dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto, khususnya bidang kesehatan.

    Sebagai pembantu Presiden, Gibran ingin memastikan program-program prioritas, visi-misi Presiden Prabowo berjalan dengan baik.

    “Ini kan program di sektor kesehatan sudah jelas program-programnya. Ada Cek Kesehatan Gratis, ada pemberantasan stunting, di Kemenkes juga ada pembangunan rumah sakit-rumah sakit baru,” kata Wapres Gibran usai meninjau revitalisasi stasiun di Stasiun Solo Balapan, Solo, Jawa Tengah, Minggu.

    Gibran menjelaskan bahwa usulan penambahan gerbong khusus perokok tidak selaras dengan program prioritas Presiden, Cek Kesehatan Gratis, pemberantasan kasus stunting pada balita, hingga revitalisasi dan pembangunan rumah sakit di daerah.

    Selain itu, berbagai payung hukum dan regulasi, baik undang-undang, peraturan pemerintah hingga surat edaran telah mengatur bahwa transportasi umum merupakan kawasan bebas rokok.

    Peraturan yang dimaksud yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Surat Edaran (SE) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Larangan Merokok di Dalam Sarana Angkutan Umum.

    Begitu juga dengan sejumlah kota yang telah membuat kebijakan pembatasan iklan atau segala bentuk promosi rokok.

    “Sekali lagi, untuk bapak, ibu anggota DPR yang terhormat, saya mohon maaf, ini masukannya kurang sinkron dengan program dari Bapak Presiden,” kata Gibran.

    Namun demikian, Wapres menekankan seluruh aspirasi untuk peningkatan pelayanan KAI akan ditampung.

    Dalam kesempatan sebelumnya, Anggota DPR RI Nasim Khan mengusulkan agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan gerbong khusus untuk perokok di kereta api jarak jauh.

    Usulan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin pada Rabu (20/8).

    Menanggapi hal itu, PT Kereta Api Indonesia (Persero) menegaskan seluruh layanan kereta api yang dioperasikan tetap bebas asap rokok, sebagai bagian dari upaya perusahaan untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan seluruh pelanggan.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cegah Stunting dan Kematian Ibu, 2.000 Ibu Hamil di Brebes Diperiksa Gratis
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Agustus 2025

    Cegah Stunting dan Kematian Ibu, 2.000 Ibu Hamil di Brebes Diperiksa Gratis Regional 23 Agustus 2025

    Cegah Stunting dan Kematian Ibu, 2.000 Ibu Hamil di Brebes Diperiksa Gratis
    Tim Redaksi
    BREBES, KOMPAS.com –
    Sedikitnya 2.000 ibu hamil di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menjalani cek kesehatan gratis (CKG) serempak di tiga rumah sakit di Kota Bawang, Sabtu (23/8/2025).
    Pemeriksaan massal tersebut salah satunya untuk mencegah angka kematian ibu (AKI) yang terbilang tertinggi di Jawa Tengah.
    Dimana sejak Januari hingga Agustus 2025 sudah ada 19 kasus AKI. Sementara di sepanjang 2024 ada 54 kasus.
    Bupati Brebes, Paramitha Widya Kusuma, menyebut pemeriksaan untuk memastikan semua ibu hamil di Brebes sehat dan nantinya bayinya bebas stunting.
    “Brebes nomor satu angka kematian ibu hamil tertinggi. Angka stunting juga tinggi,” kata Paramitha saat pembukaan CKG bagi 1.000 ibu hamil di RSUD Brebes, Jawa Tengah, Sabtu.
    Paramitha berkomitmen, bagaimana Pemkab Brebes bisa menghilangkan atau mengurangi angka kematian ibu dan balita stunting.
    “Maka kami harus mengurusi ibu hamil yang akan melahirkan generasi penerus bangsa. Saya ingin lihat para ibu sehat, tidak ada risiko apapun, mudah-mudahan persalinannya lancar dan sehat,” kata Paramitha.
    Direktur RSUD Brebes, dr. Rasipin, mengatakan selain pemeriksaan gratis, ibu hamil juga diberikan penyuluhan wawasan kesehatan.
    “Pemeriksaan kesehatan, penyuluhan, bingkisan makanan tambahan, dan vitamin ini sebagai bentuk komitmen bupati dan wakil bupati agar para ibu selamat dan bayinya sehat. Demi generasi penerus yang sehat dan berkualitas,” pungkas Rasipin.
    Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Brebes, Ineke Tri Sulistyowaty, mengatakan pemeriksaan 2.000 ibu hamil dilaksanakan serempak di tiga rumah sakit.
    Di RSUD Brebes sebanyak 1.000 ibu hamil, kemudian di RSUD Bumiayu 500, dan RSUD Ir. Soekarno Ketanggungan 500 ibu hamil.
    “Jadi selain pemeriksaan kesehatan, juga ada edukasi. Para ibu hamil diberikan edukasi menjaga kesehatan dalam acara di momentum perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ini,” kata Ineke.
    Sebelumnya, Dinkes juga mencatat bahwa sebanyak 12.808 anak berusia di bawah lima tahun (balita) teridentifikasi dalam kategori stunting.
    Angka ini setara dengan 13,10 persen dari total 97.755 balita yang ditimbang pada Juni 2025.
    Penanganan stunting di Kabupaten Brebes dilakukan melalui intervensi sensitif dan spesifik, tidak hanya oleh Dinas Kesehatan, tetapi juga melibatkan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), kecamatan, hingga pemerintah desa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sri Mulyani, dari diksi “beban negara” ke “beban deepfake”

    Sri Mulyani, dari diksi “beban negara” ke “beban deepfake”

    Surabaya (ANTARA) – Barangkali, Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya sekali saja bicara, dan bahkan pembicaraan tidak menyebut kata-kata “beban negara”, namun satu pernyataan itu langsung disambar dengan ratusan-ribuan konten digital yang menyayangkan sikap pejabat yang “tega” kepada guru.

    Bisa saja, sikap menyayangkan sikap pejabat yang “dihakimi” kurang membela guru itu tujuannya baik karena keberpihakan kepada profesi guru, tapi bagaimana kalau pernyataan yang tega itu sebenarnya tidak diucapkan sang pejabat, tapi muncul dalam puluhan konten yang diviralkan ke jutaan warga itu?

    Itulah masalahnya, apalagi masyarakat yang hidup di era digital saat ini justru berasal dari generasi non-digital. Data BPS tahun 2021 mencatat Generasi Digital (19-24 tahun) berjumlah 64,92 juta atau hanya 23,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021. Jadi, 76,1 persen non-digital itu pasti sangat gaduh dan reaktif.

    Parahnya lagi, video atau foto dianggap akurat oleh masyarakat digital yang super reaktif itu, padahal gambar (video/foto) di era digital itu bisa sangat salah, tapi seolah-olah saja benar, karena ada rekayasa teknologi. Itukah yang dikenal dengan deepfake (rekayasa teknologi), lalu menjadi bahan framing (informasi bias dari hasil editan) yang menyebar di akun grup mana pun, hingga ke luar negeri.

    Begitu banyak contoh tentang “tempelan” narasi pada foto atau video tertentu, misalnya “kebakaran” di lereng Gunung Agung pada malam hari, lalu difoto dan dibagikan ke seluruh jagat maya dengan narasi “erupsi”, tentu sangat jauh dari istilah kebakaran dan letusan. Foto dan narasi itu kemudian dipercaya.

    Nah, salah satu dari triliunan contoh deepfake dan framing adalah apa yang dialami Menkeu Sri Mulyani. Informasi deepfake plus framing yang dikirim lewat alat komunikasi seluler itu pun langsung dibagikan tanpa pikir panjang, bahkan dianggap informasi eksklusif, karena merasa dirinya mendapat informasi “penting” paling pertama.

    Hasil pelacakan video dari pidato Menkeu dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 7 Agustus 2025, yang menyebut gaji guru sebagai “beban negara” adalah hasil deepfake dan potongan (framing).

    Dalam forum di ITB itu, Menkeu Sri Mulyani memang sedang membahas pos belanja untuk guru dan dosen, namun pernyataan asli dari Sri Mulyani itu tidak ada kata-kata “beban”, yakni, “Klaster kedua adalah untuk guru dan dosen. Itu belanjanya dari mulai gaji sampai dengan tunjangan kinerja tadi. Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, ‘Oh, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar’. Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat.”

    Hal itu juga sudah diluruskan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro membantah hal itu dan menyatakan video itu hasil rekayasa deepfake.

    Kewajiban negara

    Sesungguhnya istilah “beban negara” itu tidak ada dalam pernyataan Menkeu dan istilah itu sangat bermakna negatif bagi negara, tapi istilah “tantangan negara” yang merupakan pernyataan asli Menkeu itu justru sangat positif, karena justru negara yang berkewajiban memenuhi ‘tantangan’ itu. Kalau pun Sri Mulyani mengeluarkan “beban negara”, makna substansi dari istilah itu adalah positif, yakni menjadi tanggung jawab negara. Ketika memandang istilah itu dengan kacamata negatif, maka frasa itu menjadi bahan gorengan untuk menyudutkan pejabat yang dimaksud.

    Buktinya, pernyataan Menkeu Sri Mulyani terkait “tantangan” dan tanggung jawab negara itu justru diwujudkan dengan alokasi anggaran sebesar Rp757,8 triliun dari negara untuk pendidikan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

    Bahkan, Presiden RI Prabowo Subianto dalam Penyampaian Pengantar/ Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan (15/8/2025) menjelaskan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar Rp178,7 triliun (dari Rp757,8 triliun) akan digunakan meningkatkan kualitas atau kompetensi dan kesejahteraan guru/dosen.

    Alokasi anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun itu menjadi alokasi anggaran negara yang paling besar (20 persen) dalam sejarah, karena alokasi RAPBN 2026 itu mencapai total Rp1.903,6 triliun untuk delapan prioritas, yang mencakup ketahanan pangan, ketahanan energi, makan bergizi gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, penguatan koperasi desa Merah Putih dan UMKM, pertahanan negara, serta perumahan rakyat.

    Alokasi APBN yang disebut Prabowo sebagai “terbesar sepanjang sejarah NKRI itu digunakan untuk peningkatan kualitas guru, pendidikan vokasi, beasiswa, hingga pembangunan fasilitas sekolah dan kampus.

    Peringkat berikutnya, anggaran ketahanan pangan Rp164,4 triliun (termasuk Rp46,9 triliun untuk subsidi 9,62 juta ton pupuk dan Rp53,3 triliun untuk lumbung serta cadangan pangan), dan ketahanan energi Rp402,4 triliun (subsidi energi, pengembangan energi baru terbarukan/EBT, hingga penyediaan listrik desa).

    Alokasi anggaran berikutnya, program makan bergizi gratis/MBG Rp335 triliun (targetnya menjangkau 82,9 juta siswa, ibu hamil, dan balita), anggaran kesehatan Rp244 triliun (jaminan kesehatan nasional, revitalisasi rumah sakit, penurunan stunting, dan pengendalian penyakit).

    Selain itu, alokasi anggaran lainnya adalah penguatan koperasi desa Merah Putih dan UMKM untuk menggerakkan ekonomi lokal, juga dukungan pembangunan 770 ribu unit rumah rakyat pada 2026.

    Artinya, peta alokasi anggaran APBN 2026 itu membuktikan pendidikan dengan anggaran terbesar justru bukanlah “beban negara”, melainkan menjadi prioritas keuangan negara, karena itu informasi yang beredar di era digital perlu disikapi dengan “kesalehan digital”.

    Bisa saja, informasi pada akun digital tetap bisa dijadikan acuan, tapi bahan dari informasi digital itu melalui proses “kesalehan”, yakni menelusuri akurasi mengenai narasumber yang kompeten, berpijak pada etika atau konten yang tidak memihak, dan mengenai kredibilitas dari informasi itu.

    Dari kasus yang menimpa Menkeu Sri Mulyani ini seharusnya menjadi pelajaran besar bagi semua pihak untuk tidak mudah percaya terhadap informasi yang beredar. Beruntung kalau pelakunya masih belum terjerat oleh hukum, karena semua perbuatan terkait pemelintiran konten itu mengandung konsekuensi hukum, sebagai tindakan kriminal.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Berkaca dari Kasus di Sukabumi, Mengapa Cacingan Picu Kematian? Ini Kata IDAI

    Berkaca dari Kasus di Sukabumi, Mengapa Cacingan Picu Kematian? Ini Kata IDAI

    Jakarta

    Kecacingan termasuk sebagai penyakit tropis yang terabaikan karena gejalanya yang tidak spesifik dan butuh waktu lama untuk muncul. Penyakit ini jarang menimbulkan gejala berat, sehingga sering kali luput dari perhatian.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes mengingatkan untuk tidak mengabaikan penyakit kecacingan.

    “Kecacingan jangan kita lupakan, karena perjalanannya lama. Kalau kita obatinya dengan cepat, kita lakukan tindakan pencegahan tidak akan sampai dalam kondisi yang berat,” kata dr Riyadi dalam agenda temu media IDAI, Jumat (22/8/2025).

    Ada tiga jenis kelompok besar cacing, yaitu cacing pita, cacing gelang, dan cacing hisap. Kendati demikian cacing gelang yang paling banyak menginfeksi. Cacing dikatakan tidak menyebabkan kematian tinggi, tapi secara signifikan bisa memengaruhi anak.

    “Efeknya kalau dia (anak) terkena kecacingan karena dia penyakit yang berlangsung lama akan memengaruhi tumbuh kembangnya efeknya ya tadi bisa memengaruhi generasi kita di kemudian hari ya,” tambah dr Riyadi.

    Kecacingan bisa mempengaruhi asupan pencernaan dan penyerapan. Semua aspek makanan yang masuk akan diganggu cacing, sebab makanan yang dikonsumsi dimakan juga oleh cacing, sehingga tidak optimal.

    Ada juga cacing tambang yang suka menghisap darah yang membuat anak hilang darah dan menyebabkan sering pucat. Hal ini membuat perkembangan fisik dan kecerdasan produktivitas kerjanya terganggu sebab kurangnya nutrisi.

    “Sehingga selain dia cacingan sendiri, bisa mudah kena penyakit lain,” tuturnya.

    Jika ada anak sampai meninggal, bisa jadi kecacingan menjadi faktor yang memperberat. Kemudian ada faktor lain yang membuat anak terkena penyakit dan menyebabkan hal fatal.

    “Kalau anak sampai meninggal, ada faktor lain, misalnya terkena penyakit lain yang menyebabkan hal fatal. Karena berlangsung kronis, bisa menjadi stunting. Stunting selain penyebabnya gizi kurang, tapi juga penyakit kronis salah satunya kecacingan,” tandas dr Riyadi.

    (elk/elk)

  • Menko PMK Pratikno, Kasus Kematian Siti Rayya Jadi Alarm Nasional Kesehatan

    Menko PMK Pratikno, Kasus Kematian Siti Rayya Jadi Alarm Nasional Kesehatan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa kasus kematian anak bernama Siti Rayya di Sukabumi menjadi peringatan keras atau “alarm nasional” bagi pemerintah. 

    Dia menyebut peristiwa tersebut harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem pencegahan dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan anak di seluruh Indonesia.

    “Kasus kematian ananda Siti Rayya ini adalah bagi kami menjadi alarm nasional. Alarm nasional yang mengingatkan kita semua untuk bersama-sama mencegah kejadian ini tidak terulang lagi, serta terus meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia di mana pun berada,” ujar Pratikno saat menghadiri Pembekalan Guru dan Kepala Sekolah Rakyat, di Jiexpo Kemayoran, Jumat (22/8/2025).

    Pratikno menjelaskan, sejak Kamis sore (21/8/2025), Kemenko PMK telah menggelar rapat internal, dan pagi harinya dilanjutkan dengan rapat tingkat menteri yang menghadirkan Menteri Kesehatan beserta jajarannya, Kepala BKKBN Wihaji, Dirut BPJS Kesehatan, serta perwakilan Kementerian PUPR. Tim gabungan juga langsung diturunkan ke lapangan untuk meninjau kondisi keluarga korban.

    Hasil temuan awal, kata Pratikno, menunjukkan sejumlah persoalan mendasar di lingkungan tempat tinggal korban, mulai dari sanitasi yang buruk, ketiadaan jamban keluarga, hingga anggota keluarga lain yang menderita penyakit kronis.

    Dia menegaskan pemerintah akan melakukan intervensi untuk memperbaiki kualitas hunian, penyediaan MCK, hingga pemenuhan gizi keluarga. Selain itu, pemerintah juga mengevaluasi prosedur operasional standar (SOP) layanan kesehatan.

    Pratikno menyebut ada kelemahan dalam mekanisme pemberian obat serta rujukan pasien ke rumah sakit.

    “Obat cacing yang seharusnya diberikan langsung kepada anak malah dibawa pulang. Puskesmas pun selama ini hanya memberi surat rujukan, tanpa memastikan pasien benar-benar sampai ke rumah sakit. SOP ini akan diperbaiki,” jelasnya.

    Soal keanggotaan BPJS, Pratikno mengungkap keluarga korban ternyata tidak terdaftar sebagai peserta. Dia menegaskan, mulai sekarang petugas lapangan harus memastikan seluruh warga masuk dalam kepesertaan BPJS, baik melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Kementerian Sosial maupun dengan dukungan dana desa dan APBD. 

    “Dana desa sesuai Permendes bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan, termasuk membayar iuran BPJS, memperbaiki sanitasi, hingga mendukung pencegahan stunting,” katanya.

    Menurut Pratikno, langkah-langkah ini tidak hanya berlaku di Sukabumi, melainkan bersifat nasional. 

    Dia menegaskan pentingnya penguatan peran posyandu, puskesmas, kader keluarga berencana, dan pendamping desa agar dapat melakukan deteksi dini terhadap potensi gangguan kesehatan anak.

    “Sekali lagi, ini bukan hanya kasus di Sukabumi, tapi peringatan untuk seluruh Indonesia. SOP kita perbaiki, program yang ada diaktifkan lebih kuat, agar tidak ada lagi anak Indonesia yang meninggal karena masalah kesehatan dasar,” pungkas Pratikno.