Kasus: stunting

  • Rakor TPPS : Pemkot Kediri Fokus pada Validitas Data dan Aksi Nyata Penurunan Stunting

    Rakor TPPS : Pemkot Kediri Fokus pada Validitas Data dan Aksi Nyata Penurunan Stunting

    Kediri (beritajatim.com) – Pemerintah Kota Kediri melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menggelar Rapat Koordinasi Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting (PPPS) Kota Kediri Tahun 2025.

    Kegiatan yang berlangsung di Ruang Joyoboyo, Balaikota Kediri ini dihadiri oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Kediri sekaligus Ketua tim TPPS, Ferry Djatmiko, Kepala DP3AP2KB Kota Kediri, dr. Fajri Mubasysyr, Operator Data Transformasi Web Aksi Bangda masing-masing OPD terkait, Senin (6/10).

    Rakor ini diselenggarakan sebagai tindak lanjut surat dari Bappeda Provinsi Jawa Timur terkait pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Aksi Konvergensi Semester I Tahun 2025. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi kelanjutan dari pelatihan Aksi Konvergensi yang dilaksanakan pada 24–25 Juli 2025 di Hotel Grand Surya Kediri, yang diikuti oleh 50 operator data dari 17 perangkat daerah terkait.

    Plh. Sekretaris Daerah Kota Kediri sekaligus Ketua TPPS, Ferry Djatmiko, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam program percepatan penurunan stunting. Ia menekankan bahwa upaya penanganan stunting merupakan tanggung jawab bersama dan harus dilakukan secara terkoordinasi lintas sektor agar hasilnya maksimal.

    “Penanganan stunting bukan hanya tugas satu dinas. Kita semua memiliki peran untuk memastikan anak-anak Kediri tumbuh sehat dan kuat, karena merekalah masa depan kota ini,” ujar Ferry.

    Ferry juga menyoroti pentingnya pengelolaan data yang akurat dan tepat waktu sebagai dasar kebijakan daerah. Ia meminta para operator aplikasi Aksi Konvergensi untuk memastikan setiap data yang diinput benar dan lengkap. “Validitas data menjadi tolok ukur utama dalam menilai kinerja kita. Jangan menunda pengisian, karena keterlambatan data dapat berdampak pada hasil evaluasi di tingkat provinsi maupun nasional,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Ferry juga menyoroti pentingnya koordinasi dan kolaborasi lintas sektor. Ia mengingatkan bahwa percepatan penurunan stunting harus dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah daerah, tenaga kesehatan, masyarakat, dan lembaga mitra. “Dengan kerja sama yang kuat, disiplin dalam pelaporan, dan semangat yang sama, saya yakin target penurunan stunting di Kota Kediri dapat tercapai,” tandasnya.

    Sementara itu, kepala DP3AP2KB Kota Kediri, dr. Fajri Mubasysyr mengatakan bahwa rapat koordinasi ini berfokus pada evaluasi capaian kinerja indikator Aksi Konvergensi dan penguatan kualitas data yang diinput oleh para operator. Data tersebut merupakan dasar penting dalam perencanaan program dan pengambilan kebijakan daerah.

    “Melalui kegiatan ini kita ingin memastikan seluruh data kinerja TPPS semester I telah terisi dengan lengkap, valid, dan tepat waktu, sehingga Kota Kediri siap menghadapi proses monev dari provinsi,” ujarnya.

    Ia menambahkan bahwa kelengkapan dan akurasi data menjadi hal krusial mengingat dalam waktu dekat akan dilaksanakan dua agenda penting, yaitu kunjungan Bakorwil I Madiun pada 9 Oktober 2025 serta kegiatan monitoring dan evaluasi dari Tim Pokja Provinsi Jawa Timur pada 16 Oktober 2025. Kedua kegiatan tersebut merupakan bagian dari agenda provinsi untuk menilai efektivitas pelaksanaan program percepatan penurunan stunting di lima wilayah Bakorwil se-Jawa Timur.

    Lebih lanjut, dr. Fajri melaporkan bahwa rakor ini diikuti oleh sekitar 60 peserta dari unsur perangkat daerah, operator data, dan stakeholder terkait. Ia menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam penanganan stunting, sebab permasalahan ini tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga sosial, ekonomi, pendidikan, hingga infrastruktur. “Kolaborasi menjadi kunci, demi tercapainya tujuan mulia ini” tambahnya. [nm/kun]

  • Bappenas: Tabel Kehidupan jadi kompas menuju Indonesia Emas 2045

    Bappenas: Tabel Kehidupan jadi kompas menuju Indonesia Emas 2045

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Muhammad Cholifihani mengatakan Tabel Kehidupan (Life Table) Indonesia adalah kompas menuju Indonesia Emas 2045.

    “Kita kumpul di sini semua untuk memastikan data kependudukan (Tabel Kehidupan) menjadi kompas Indonesia menuju Indonesia Emas 2045,” katanya dalam agenda Diseminasi Tabel Kehidupan Indonesia: Mengukur Harapan Merancang Masa Depan di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin.

    Dengan adanya Tabel Kehidupan, lanjutnya, maka dapat dibaca peta masa depan Indonesia melalui angka yang bercerita tentang harapan hidup, kualitas kesehatan, dan tantangan lintas generasi. Dalam bahasa lain, Tabel Kehidupan menjadi kompas atau panduan guna menargetkan kebijakan secara tepat, bukan hanya sekedar statistik belaka.

    Kebijakan publik harus bertumpu pada data kependudukan yang akurat dan presisi guna mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, katanya, menerangkan.

    Melalui Tabel Kehidupan Indonesia yang berfungsi sebagai kompas kebijakan itu, maka bisa dipetakan pola mortalitas dan usia harapan hidup, sehingga intervensi kesehatan, pendidikan, maupun perlindungan sosial tepat sasaran, ujar dia.

    Selain itu, tabel tersebut menyediakan pula data-data untuk membantu penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang efektif dan efisien, lalu memiliki basis ilmiah kuat yang disusun berdasarkan Sensus Penduduk 2020 dengan metode statistik mutakhir, sehingga lebih relevan kondisi Indonesia dibandingkan model global.

    Kemudian juga memberikan makna bagi generasi muda, mengingat arah kebijakan yang lebih tepat sasaran akan mendukung Indonesia menjadi tempat tumbuh yang berkualitas.

    Pemanfaatan Tabel Kehidupan juga digunakan untuk mendukung pencapaian target Indonesia Emas (IE) 1 terkait kesehatan untuk semua dan IE3 mengenai perlindungan sosial (perlinsos) yang adaptif.

    Untuk IE1, beberapa target yang telah ditentukan ialah membangun sistem kesehatan tangguh dan responsif, lalu setiap penduduk berusia panjang dan hidup sehat dengan menekankan penurunan angka stunting menjadi 5 persen, tuberkulosis dan kusta tereliminasi, dan usia harapan hidup menjadi 80 tahun.

    Peran Tabel Kehidupan dalam hal ini ialah memastikan apakah angka kematian bayi menjadi 4,2 per 1.000 kelahiran untuk mencapai usia harapan hidup 80 tahun sudah sesuai.

    Adapun IE3 berupaya mewujudkan transformasi sosial melalui perlinsos adaptif yang diarahkan untuk meningkatkan cakupan perlinsos. Pemerintah menargetkan cakupan kepesertaan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan sebesar 99,5 persen pada tahun 2045.

    Menurut Cholifihani, Tabel Kehidupan berperan mendukung IE3 dengan adanya perbaikan iuran dan manfaat melalui proyeksi biaya/beban kesehatan, menguatkan paket manfaat bagi disabilitas, kemudian perlindungan kesehatan/Jaminan Kesehatan Nasional yang adaptif melalui analisis morbiditas penyakit langka/katastropik/kritis, dan peluang penyakit akibat pandemi/perubahan iklim/bencana alam.

    Lebih lanjut ia mengatakan dua manfaat lainnya ialah ekuitas dan pengurangan beban finansial dengan melengkapi sistem survelilans kesehatan yang terintegrasi sistem monev (monitoring dan evaluasi) guna mempercepat pengambilan keputusan, serta pengembangan manfaat kesehatan neonatal (periode 28 hari pertama kehidupan seorang bayi setelah lahir) hingga lansia agar dapat menghasilkan kebijakan health consciousness (kesadaran kesehatan).

    Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Tabel Kehidupan menyediakan parameter mortalitas yang akurat hingga tingkat daerah, sehingga proyeksi penduduk lebih presisi menurut umur dan jenis kelamin, serta memungkinkan skenario kewilayahan.

    World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan setiap negara memiliki Tabel Kehidupan nasional yang disesuaikan dengan kondisi demografi epidemiologi, dan kualitas data masing-masing.

    “Beberapa daerah kita di 38 daerah, tingkat kelahirannya beda-beda. Jakarta sudah di bawah 2 (sekitar 1,7-1,8), Bali 1,9, di Indonesia Timur (Maluku, Papua, Papua Barat, Sulawesi) masih di atas 2,3-2,4,” kata Cholifihani.

    “Karena itu, kalau kita paham ini (Tabel Kehidupan), maka skenario kewilayahan kita bisa kita selesaikan tidak dengan satu kebijakan untuk semua provinsi, tetapi bisa berbeda-beda, sesuai realita yang ada di setiap daerah,” ujar dia.

    Tabel Kehidupan Indonesia turut memperkuat keadilan manfaat dan keberlanjutan pembiayaan jaminan sosial, guna memperkaya tabel mortalitas yang sudah dibuat oleh lembaga asuransi di Indonesia, melalui perhitungan probabilitas kematian nan akurat, penyusunan besaran iuran dan manfaat yang berimbang, serta dukungan inklusivitas layanan yang terjangkau dan berkelanjutan.

    Ia mengatakan, jika disimpulkan, pertama, Tabel Kehidupan secara jangka pendek-menengah akan memperkuat registrasi kematian dan kualitas data vital. Kedua, mengintegrasikan Tabel Kehidupan dalam perencanaan pembangunan nasional, strategi jaminan sosial, dan perencanaan kabupaten/kota sehat.

    Secara jangka panjang, Tabel Kehidupan mendukung pencapaian usia harapan hidup 80 tahun pada 2045 melalui penurunan angka kematian bayi, pengendalian penyakit menular/tidak menular, penguatan layanan lansia, literasi kesehatan, serta lingkungan bersih dan aman. Kemudian juga memperkuat peran pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah pusat dan daerah, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) dan lembaga asuransi, akademisi, sektor swasta, organisasi masyarakat, serta partisipasi generasi muda.

    “Kita berharap dengan hal ini, masa depan tabel ini pada akhirnya ada di tangan generasi Z dan generasi Alpha,” ujar dia.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bedanya Apa dan Dampaknya ke BB?

    Bedanya Apa dan Dampaknya ke BB?

    Jakarta

    Banyak orang tua yang mengeluhkan anaknya susah makan. Ada yang menolak sayur, hanya mau makanan tertentu, atau bahkan menutup mulut rapat-rapat setiap kali disuapi. Situasi ini sering membuat orang tua bingung sekaligus khawatir, terutama ketika berat badan anak tidak kunjung naik sesuai harapan.

    Di balik masalah ini, ada dua istilah yang sering muncul, yakni feeding difficulty dan picky eating. Keduanya sama-sama berkaitan dengan tantangan makan pada anak, tetapi sebenarnya memiliki arti dan konsekuensi yang berbeda.

    Apa Bedanya Feeding Difficulty dengan Picky Eating?

    Dikutip dari UNICEF, istilah feeding difficulties atau kesulitan makan mencakup pengertian yang luas, dengan tingkat keparahan dan kompleksitas yang bisa sangat bervariasi pada setiap anak, tergantung kebutuhan individunya. Kesulitan makan dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti menolak makan, hanya memilih makanan tertentu (selectivity), atau asupan makanan yang sangat sedikit.

    Senada, studi yang dipublikasikan di Korean Journal of Pediatrics yang berjudul ‘How to Approach Feeding Difficulties in Young Children’, menjelaskan kesulitan makan (feeding difficulty) adalah istilah ‘payung’ yang mencakup semua masalah makan, tanpa memandang penyebab, tingkat keparahan, maupun konsekuensinya. Istilah ini meliputi berbagai masalah yang memengaruhi proses pemberian makan pada anak.

    Manifestasinya bisa berupa waktu makan yang sangat lama, penolakan makanan, suasana makan yang penuh gangguan dan stres, tidak adanya kemampuan makan mandiri sesuai usia, kebiasaan makan pada malam hari pada bayi dan balita, penggunaan distraksi untuk meningkatkan asupan, menyusu atau minum susu botol yang berkepanjangan pada balita dan anak yang lebih besar, hingga kegagalan dalam mengenalkan tekstur makanan yang lebih lanjut.

    Penyebab Feeding Difficulty

    Adapun penyebabnya sulit makan pada anak beragam dan multifaktor, mulai dari perilaku hingga kondisi biologis atau medis yang mendasarinya. Beberapa tantangan yang dapat memicu feeding difficulties pada anak antara lain gangguan pemrosesan sensorik, keterikatan (attachment) yang kurang baik, kesulitan mengoordinasikan hisap dan telan, hisapan yang lemah, kebiasaan makan yang sangat selektif, asupan makanan yang terbatas, kondisi tongue tie, hingga gangguan oral-motor yang bisa berujung pada aspirasi dan rasa takut tersedak.

    Bahkan sulit makan yang dialami anak bisa disebabkan oleh faktor lingkungan, khususnya keluarga. Dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) penyebab yang paling banyak dijumpai adalah pemberian nutrisi yang kurang tepat mengenai komposisi makanan, tekstur maupun tata cara pemberiannya.

    Indonesia terdiri dari berbagai macam etnik yang memiliki beragam kultur dan tradisi. Perilaku orang tua memegang peranan paling penting dalam praktik pemberian makan pada anak. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya serta adat istiadat orangtua/keluarga itu sendiri.

    Sebagai contoh anak dipaksa meminum jamu-jamuan yang dipercaya dapat menambah nafsu makan, namun justru menimbulkan trauma mendalam pada psikologis anak yang berakibat semakin sulit makan.

    Senada, Prof Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), pakar nutrisi dan penyakit metabolik anak, paksaan justru bisa memicu trauma makan yang berdampak panjang pada tumbuh kembang anak.

    “Kalau dia sudah tidak mau makan, ya sudah stop. Minimal, maksimal lamanya makan itu hanya setengah jam. Sesudah itu stop. Kenapa? Biar anaknya belajar bahwa waktu makan itu nggak sepanjang mau dia, ada waktunya,” ujarnya dalam wawancara dengan detikcom, Kamis (17/9/2025).

    Pengertian Picky Eater

    Sementara picky eating atau picky eater merupakan istilah yang lebih spesifik. Picky eater berarti anak mau mengonsumsi berbagai jenis makanan baik yang sudah maupun yang belum dikenalnya tapi menolak mengonsumsi dalam jumlah yang cukup.

    Selain jumlah yang tidak cukup, picky eater pun berhubungan dengan rasa dan tekstur makanan. Walaupun pilih-pilih makanan, picky eater masih mau mengonsumsi minimal satu macam makanan dari setiap kelompok karbohidrat, protein, sayur/buah dan susu. Misalnya, walaupun anak menolak makan nasi, tapi ia masih mau makan roti atau mi.

    Picky eater juga masih merupakan fase normal dalam perkembangan seorang anak, lain halnya dengan selective eater yang mengakibatkan anak berisiko mengalami defisiensi makro atau mikronutrien tertentu.

    Penyebab Picky Eater

    Menurut studi yang dipublikasikan di Cambridge University Press yang berjudul ‘Picky Eating in Children: Causes and Consequences’, picky eating paling banyak ditemukan pada anak usia sekitar 3 tahun. Faktor yang memprediksi seorang anak akan menjadi picky eater di usia prasekolah dapat muncul pada tiga fase berbeda:

    Sebelum dan selama kehamilanFase awal pemberian makan (tahun pertama kehidupan, mencerminkan praktik makan awal)Tahun kedua kehidupan (mencerminkan gaya pengasuhan makan orang tua seiring meningkatnya kemandirian anak).

    Faktor-faktor ini juga bisa dikategorikan menjadi tiga kelompok, yakni faktor terkait anak, faktor terkait orang tua/pengasuh, serta faktor interaksi anak-orang tua.

    “Studi di Australia menunjukkan bahwa pola makan sehat ibu ketika anak berusia 1 tahun memprediksi konsumsi sayur anak saat berusia 2 tahun. Pada usia 2-4 tahun, pola makan sehat ibu juga terkait dengan rendahnya prevalensi picky eating satu tahun kemudian. Sebaliknya, tekanan dari orang tua agar anak makan justru meningkatkan risiko picky eating, terutama bila disertai kekhawatiran anak terlihat kurus,” demikian kata keterangan studi tersebut.

    Dampak Feeding Difficulty dan Picky Eating

    Picky eating umum terjadi pada anak kecil dan biasanya berkurang seiring bertambahnya usia, sementara feeding difficulty dapat menetap, yang menyebabkan kekurangan nutrisi, masalah pertumbuhan, dan tantangan psikososial.

    Studi yang diterbitkan di Jurnal Ilmiah Kesehatan yang berjudul’ Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Sulit Makan Pada Balita di RW 001 Kelurahan Jatinegara Jakarta Timur’ mengemukakan anak yang sulit makan atau pilih-pilih makanan (picky eater) cenderung mengalami kekurangan berat badan, terutama pada anak di bawah usia lima tahun.

    “Jika kebiasaan pilih-pilih makanan tidak segera diatasi, maka anak dapat mengembangkan
    selera terhadap makanan tertentu dan mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang cukup,sehingga dapat mempengaruhi status gizi mereka,” demikian bunyi studi tersebut.

    Begitu juga studi yang diterbitkan di Frontiers dengan judul ‘The influence of family in children’s feeding difficulties: an integrative review’ menjelaskan kesulitan makan (feeding difficulties) tidak hanya terjadi pada anak yang sehat, tetapi juga sering ditemukan pada anak dengan kondisi medis tertentu.

    Sebagai contoh, anak dengan atresia esofagus kerap mengalami tantangan makan yang signifikan, yang berdampak pada pertumbuhan dan asupan nutrisi. Demikian pula, anak dengan cerebral palsy sering menghadapi masalah seperti makanan keluar dari mulut, tersedak, dan muntah, yang berhubungan dengan defisit tinggi-berat badan serta kebutuhan intervensi seperti gastrostomi.

    Sementara itu, anak dengan down syndrome memiliki defisit motorik dan kognitif yang memengaruhi kemampuan mengunyah dan menelan, sehingga membutuhkan adaptasi diet serta dukungan khusus untuk mencegah komplikasi gizi.

    “Dalam semua kasus tersebut, intervensi yang dipersonalisasi, termasuk terapi wicara, bimbingan gastroenterologi, dan panduan nutrisi, sangat penting untuk mengoptimalkan asupan kalori, mencegah malnutrisi, serta meningkatkan kualitas hidup,” tutur studi tersebut.

    IDAI juga mengatakan sulit makan berkepanjangan berakibat menurunnya asupan kalori yang dibutuhkan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dampak sulit makan pada awalnya berpengaruh terhadap berat badan (tetap/dapat turun) kemudian akan memengaruhi tinggi badan serta status gizi. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan pengukuran antropometri meliputi berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala.

    Dilakukan pula pemeriksaan fisik lainnya yakni masalah gigi geligi, mulut, kemampuan menelan atau bila terdapat gangguan neurologis yang mungkin dapat mengganggu proses makan. Berbagai hal yang mengganggu proses makan ini harus dideteksi sedini mungkin dan segera diatasi sesuai penyebab yang mendasarinya.

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019, anak-anak berusia antara 1-3 tahun harus mengonsumsi sumber energi sekitar 1350 kkal per hari. Jumlah tersebut sesuai dengan kebutuhan usia dan tingkat aktivitas fisiknya.

    IDAI mengatakan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi anak yang mengalami kesulitan makan, salah satunya menerapkan feeding rules. Dengan menerapkan feeding rules pada anak-anak, maka mereka akan memperoleh nutrisi yang dibutuhkannya selama masa tumbuh kembang dengan cukup. Kecukupan nutrisi ini ditandai antara lain dengan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala yang normal.

    Ketiga hal ini, berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala, juga merupakan indikator tumbuh kembang yang perlu dikenali. Memahami ketiga indikator tersebut dapat membantu deteksi dini jika terjadi gangguan pada tumbuh kembang anak.

    Penerapan feeding rules menurut IDAI dilakukan dengan mengatur jadwal makan, menciptakan kenyamanan suasana, dan menerapkan prosedur makan yang tepat.

    1. Jadwal Makan

    Jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teraturPemberian makan sebaiknya tidak lebih dari 30 menitPemberian ASI atau susu hanya 2-3 kali sehariJangan menawarkan camilan yang lain saat makan kecuali minum

    2. Lingkungan yang Nyaman

    Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan)Siapkan serbet untuk alas makan agar tidak berantakanTidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elektronik) saat makanJangan memberikan makanan sebagai hadiah

    3. Prosedur Makan

    Berikan makanan dalam porsi kecilBerikan makanan utama dulu, baru diakhiri dengan minumDorong anak untuk makan sendiriBila anak menunjukkan tanda tidak mau makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan kembali makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk ataupun memaksaBila setelah 10-15 menit anak tetap tidak mau makan, akhiri proses makanHanya boleh membersihkan mulut anak jika makan sudah selesai

    Di samping pengaturan jadwal, IDAI juga menyarankan untuk melakukan responsive feeding karena saat pemberian makan bukan hanya makanan yang diberikan, tetapi juga pembelajaran dan kasih sayang. Orangtua harus peka terhadap bahasa tubuh anak-kenali tanda lapar dan kenyang.

    Perlu diketahui oleh para orangtua bahwa anaklah yang menentukan jumlah makanan yang dibutuhkannya. Lakukan kontak mata dan berbicaralah dengan anak. Motivasi anak untuk mencoba makan sendiri, damping anak selama proses makan berlangsung. Anak dapat diajak makan bersama keluarga sehingga dia belajar bagaimana seharusnya makan dengan mencontoh orang di sekitarnya.

    Senada, Prof Damayanti mengatakan, aturan makan atau feeding rules serta responsive feeding sebaiknya diterapkan sejak dini. Bahkan sejak masa menyusui pun sebenarnya sudah ada aturan makan.

    Dengan begitu, anak akan terbiasa makan sesuai jadwal dan lebih mandiri dalam menentukan kapan dirinya sudah cukup makan.

    “Menerapkan feeding rules mengajari anak bertanggung jawab dengan kecukupan jumlah makanannya dalam waktu 30 menit. Jika dia hanya makan sedikit pengasuhnya tidak akan memberikan diluar jam makan, meskipun dia memaksa dengan tantrum cukup diberitahu jadwal makan berikutnya tanpa harus marah-marah,” ucap Prof Damayanti.

    Dengan pola makan yang konsisten dan penuh responsivitas, anak akan belajar disiplin tanpa merasa tertekan. Sebaliknya, paksaan justru berisiko menimbulkan trauma yang membuat anak semakin sulit makan, bahkan menolak makanan tertentu di kemudian hari.

    Hal ini juga didukung oleh studi yang dipublikasikan di International Conference on Public Health (ICPH) yang berjudul ‘Relationship Between Basic Feeding Rule Applied by Parents and Eating Difficulties of Children Under Five Years of Age in Kediri, East Java’. Kesimpulan dari studi tersebut mengatakan, aturan pemberian makan dasar atau feeding rules yang kurang dari orang tua meningkatkan kejadian kesulitan pada anak balita.

    Orang tua juga perlu memerhatikan nutrisi pada anak saat menerapkan feeding rules. Menurut Prof Damayanti, protein hewani adalah nutrisi yang wajib ada dalam menu makan anak sehari-hari.

    “Harus protein hewani. Kenapa? Karena asam amino esensialnya lengkap. Asam amino esensial itu nggak bisa diproduksi badan kita sendiri,” jelasnya.

    Dibandingkan protein nabati, protein hewani lebih mudah diserap tubuh sekaligus kaya mikronutrien penting, mulai dari zat besi, vitamin D, omega-3, hingga zinc. Semua zat ini berperan dalam mendukung fungsi otak, sistem imun, serta pertumbuhan sel dan organ tubuh.

    Anak yang kekurangan asupan protein hewani berisiko mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan stunting. Kondisi ini dapat berdampak jangka panjang, mulai dari gangguan kognitif hingga masalah perkembangan fisik.

    Bukan cuma daging sapi atau ayam, protein hewani juga bisa diperoleh dari berbagai sumber makanan sehari-hari. Susu dan produk olahannya dapat menjadi pilihan, sementara telur dikenal sebagai sumber protein lengkap yang praktis. Ikan pun penting, terutama ikan laut yang kaya omega-3.

    Dengan memberi prioritas pada protein hewani dan sumber mikronutrien, anak bisa tumbuh sehat, cerdas, dan mencapai potensi maksimalnya.

    Waktu emas pertumbuhan Si Kecil hanya terjadi sekali, & tak bisa terulang kembali. Jangan biarkan Gerakan Tutup Mulut (GTM) menghalangi tumbuh kembangnya. Setiap pilihan apapun, kapanpun – terasa seperti momen penentu yang akan membentuk masa depan Si Kecil. Yuk Moms kita ubah Gerakan Tutup Mulut (GTM) menjadi Gerakan Tumbuh Maximal karena pilihan terbaik Bunda hari ini, menentukan masa depan Si Kecil esok hari.

    Kini GTM bukan lagi drama, tapi #GerakanTumbuhMaximal #KarenaWaktuTakBisaKembali!

    (suc/suc)

  • BRIDA Tetapkan 15 Pemenang Lomba Kediri Cerdas 2025, Inovasi Jadi Penggerak Pembangunan

    BRIDA Tetapkan 15 Pemenang Lomba Kediri Cerdas 2025, Inovasi Jadi Penggerak Pembangunan

    Kediri (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Kediri melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) resmi mengumumkan sekaligus menetapkan 15 pemenang Lomba Kediri Cerdas 2025 yang digelar di Tempat Bercakap Kopi.

    Lomba tahunan yang kini memasuki tahun ketiga ini mengusung tema “Cipta Kreativitas Teknologi dan Inovasi serta Diseminasi Informasi Kekayaan Intelektual.” Tiga kategori dilombakan, yakni Inovasi Daerah untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Inovasi Bidang Ekonomi, dan Inovasi Bidang Non-Ekonomi yang terbuka bagi pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Masing-masing kategori melahirkan lima pemenang terbaik.

    Plt. Kepala BRIDA Kabupaten Kediri, Agus Sugiarto, mengatakan bahwa Kediri Cerdas menjadi ajang strategis untuk memacu lahirnya inovasi baik dari OPD maupun masyarakat. Menurutnya, inovasi kini bukan lagi sekadar alternatif, melainkan kebutuhan utama dalam pembangunan daerah.

    “Inovasi ini bukan lagi suatu alternatif, tapi sudah menjadi jalan utama yang harus ditempuh untuk meningkatkan daya saing daerah sekaligus kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kediri,” ungkap Agus.

    Ia menambahkan, hasil-hasil inovasi diharapkan mampu memberi nilai tambah, memperkuat potensi unggulan, serta mendukung visi-misi dan program prioritas Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana periode 2025–2029.

    Inovasi juga menjadi indikator penting kinerja OPD karena berdampak langsung pada masyarakat, misalnya dalam upaya menurunkan angka stunting maupun meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    Sebagai bentuk apresiasi, 15 pemenang Kediri Cerdas 2024 kategori Inovasi Daerah telah difasilitasi penerbitan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Tahun ini, BRIDA juga berencana memberikan fasilitas serupa bagi para pemenang Kediri Cerdas 2025.

    Selain itu, BRIDA membuka klinik inovasi bagi masyarakat yang belum sempat mengikuti lomba. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan untuk berkonsultasi sekaligus mengembangkan ide, sehingga tercipta ekosistem inovasi yang kondusif di Kabupaten Kediri.

    “Ke depan, kami berharap inovasi yang dihasilkan tidak berhenti pada ide kreatif, melainkan dapat dikembangkan menjadi teknologi yang bermanfaat serta bernilai ekonomis bagi masyarakat,” pungkas Agus. [nm/aje]

     

  • Tepuk Sakinah di KUA Padangsidimpuan, Berawal dari Keresahan Tingginya Angka Perceraian
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        4 Oktober 2025

    Tepuk Sakinah di KUA Padangsidimpuan, Berawal dari Keresahan Tingginya Angka Perceraian Medan 4 Oktober 2025

    Tepuk Sakinah di KUA Padangsidimpuan, Berawal dari Keresahan Tingginya Angka Perceraian
    Tim Redaksi
    PADANGSIDIMPUAN, KOMPAS.com
    – Sebanyak 10 orang calon pengantin berkumpul di gazebo yang terletak di bagian belakang Kantor Urusan Agama (KUA), Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan, Sumatra Utara, Kamis (2/10/2025).
    Dengan kondisi yang seadanya, calon pengantin tampak duduk di samping pasangannya masing-masing.
    Mereka dijadwalkan akan mendapatkan bimbingan perkawinan (bimwin) pranikah.
    Tiga orang pria dan dua wanita duduk di depan calon pengantin.
    Mereka adalah petugas KUA dan BKKBN Padangsidimpuan.
    “Jadi hari ini, kami akan memberikan bimbingan perkawinan kepada calon pengantin yang hadir,” ujar penghulu, Muhammad Hanafi Siregar.
    Hanafi menyampaikan tentang pilar-pilar untuk tercapainya keluarga yang sakinah.
    Yang pertama, kata Hanafi, yaitu zawaj atau berpasangan.
    Kedua, mitsaqon gholidzo atau janji kokoh.
    Ketiga, mu’asyaroh bil ma’ruf, yaitu saling cinta, saling hormat, saling jaga, dan saling ridha.
    Dan yang terakhir, musyawarah untuk mufakat.
    “Nah, ini bisa kita nyanyikan agar lebih menarik. Dan kita nyanyikan dengan tepuk sakinah,” ucapnya.
    Hanafi menyanyikan lagu yang sedang tren dan viral di media sosial itu.
    Kemudian, diikuti calon pengantin sambil bertepuk tangan, juga diiringi gerakan yang menarik.
    Saat menyanyikan lagu, sebagian tampak belum hafal, ada yang melihat catatan, dan sebagian lancar menyanyikan.
    Calon pengantin tampak tersenyum malu-malu, dan ada juga yang tertawa.
    Wildan dan Fitri adalah salah satu pasangan calon pengantin yang datang mengikuti kegiatan bimbingan perkawinan yang diadakan KUA Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan.
    Pasangan yang masing-masing berusia 25 tahun ini mengaku sudah saling mengenal dan dekat sejak masih duduk di kelas 2 SMA.
    “Calon (suami) saya ini adalah teman sekolah dan satu sekolah, sejak kelas 2 SMA,” ujar Fitri, warga Kelurahan Tobat, yang akan melakukan akad nikah sekaligus pesta pada Minggu (5/10/2025).
    Ditanya tentang bimbingan perkawinan yang mereka dapat, Fitri mengaku mulanya merasa tegang.
    Karena menurut perkiraannya, suasana bimbingan itu sama seperti mengikuti ujian sekolah.
    “Ya sempat canggung dan tegang. Karena gambaran saya, seperti kita mau ujian. Tapi rupanya tidak,” ucapnya, malu.
    Dan ketika mengikuti lagu tepuk sakinah, meskipun belum banyak lirik yang dihafalnya, namun Fitri dan Wildan merasa senang sekaligus terhibur.
    “Jadi karena ada nyanyian begini, kami merasa terhibur juga. Suasana bimbingan ini tidak kaku dan tegang. Ditambah lagi, bimbingan materi lainnya yang juga menghibur,” ungkap Fitri merasa puas.
    “Insya Allah semua materi dari bimbingan ini dapat kami amalkan dan bisa berguna bagi keluarga kami, untuk menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah,” pungkasnya.
    Kepala KUA Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Muhammad Asroi Saputra Hasibuan, menjelaskan bahwa setiap kata dan kalimat dari lagu tepuk sakinah ini memiliki makna yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
    Seperti “berpasangan”, kata ini terdapat di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 187.
    “Di situ ada kata jawaz, artinya berpasangan. Dan kalian yang datang kemari, tentu berpasangan,” ucap Asroi.
    Kemudian, “janji kokoh”.
    Itu juga merupakan bahasa Al-Qur’an dan dapat dilihat pada surat An-Nisa ayat 21, yaitu mitsaqon gholidzo.
    Selanjutnya, “saling cinta, saling hormat, saling jaga” atau mu’asyaroh bil ma’ruf.
    Ini bisa dilihat di buku nikah, atau pada saat ijab kabul.
    Lalu, “saling ridha” atau taradhina.
    Ini bisa dilihat pada surat Al-Baqarah ayat 233.
    Dan kata “musyawarah” bisa dilihat di surat Ali Imran ayat 159.
    “Jadi, semua kata-kata di lagu ini memiliki filosofi berdasarkan perintah yang ada di dalam Al-Qur’an. Juga pada buku nikah atau sighot taklik, yang dibacakan usai akad nikah (ijazah kabul). Semuanya untuk sakinah mawaddah warahmah,” ungkap Asroi.
    Pria yang dikenal sebagai ustad ini menjelaskan bahwa ada dua versi lagu tepuk sakinah ini.
    “Versi lama, sebelumnya tidak ada tambahan kata “maslahah”, ujar Asroi.
    Untuk membuat suasana santai dan tidak tegang, Asroi juga mengisi bimbingan dengan selingan canda.
    Dia meminta kepada calon pengantin untuk membuat catatan tentang apa yang disukai dari pasangan mereka masing-masing, seperti warna kesukaan, nomor sepatu, makanan kesukaan, film kesukaan, hingga usia masing-masing calon mertua mereka.
    Ada yang pas menjawab, ada juga yang salah.
    Dan itu membuat suasana bimbingan menjadi meriah dan hidup.
    “Ya, harus kita selingi dengan canda-canda yang sehat dan bermanfaat. Biar suasana bimbingan tidak tegang. Termasuk dengan tepuk sakinah itu, jadi semacam
    ice breaking
    ,” kata Asroi.
    Asroi mengungkapkan, tepuk sakinah ini sebenarnya bukan hal yang baru, bahkan dia sudah mengetahui dan mendapatkan pembekalan pada saat mengikuti kegiatan bimtek keluarga sakinah pada tahun 2023.
    “Tapi sebelum ini viral, kami di KUA Padangsidimpuan Utara sudah menjalankan dan menyosialisasikannya kepada calon-calon pengantin. Dan setelah viral, kami makin menggalakkannya,” tutur Asroi.
    Mengantisipasi tingginya angka perceraian, Muhammad Asroi Saputra Hasibuan, pria yang pernah menjadi pelapor dan saksi kasus penistaan agama oleh Ahok, menyampaikan bahwa bimbingan perkawinan dan sosialisasi tepuk sakinah ini berawal dari keresahan kementerian agama tentang tingginya angka perceraian yang terjadi di Indonesia.
    “Jadi misalnya ada 2000 angka pernikahan, dan dari angka tersebut terdapat 400 angka perceraian. Maka, atas dasar itu, bimbingan perkawinan ini diwajibkan untuk setiap calon pengantin,” sebutnya.
    Di KUA yang dia pimpin, bimbingan perkawinan dilakukan satu kali dalam seminggu dan diikuti oleh calon-calon pengantin yang akan menikah dalam minggu itu.
    “Nah, bagi yang tidak bisa hadir, dia bisa mengikuti bimbingan di KUA asalnya, atau datang ke KUA pada jam kerja, dan akan dibimbing secara mandiri,” ujar Asroi.
    Setelah mendapat bimbingan, calon-calon pengantin akan diberikan sertifikat sebagai tanda telah mengikuti.
    “Dan itu diwajibkan. Nanti sebagai bukti telah mengikuti, akan kita beri sertifikat,” katanya, dan juga mewajibkan masing-masing calon pengantin harus bisa membaca Al-Qur’an.
    Sebelum bimbingan ini diterapkan secara sistematis, mereka hanya melakukan seadanya.
    Dan itu pun, jika calon pengantin meminta untuk dibimbing.
    “Tapi sekarang sudah ada modulnya. Jadi tersistem. Termasuk hal-hal apa saja yang kita sampaikan kepada calon pengantin,” sebutnya.
    Bahkan, kata Asroi, mereka juga bekerja sama dengan pihak Puskesmas dan BKKBN untuk memastikan agar calon pengantin siap untuk memiliki anak.
    “Dan ini juga sebagai upaya untuk mengatasi stunting. Ada bimbingan tentang reproduksi juga yang diberikan. Jadi materi yang diberikan lengkap,” ungkapnya.
    Asroi mengungkapkan bahwa sebelum adanya bimbingan perkawinan keluarga sakinah ini, banyak sekali laporan terkait kericuhan rumah tangga yang mereka terima.
    “Tapi setelah bimbingan ini gencar dan masif dilakukan, alhamdulillah, laporan-laporan masalah rumah tangga sudah sangat sedikit,” ucapnya.
    Asroi berharap agar semakin banyak pula petugas dari KUA yang diberikan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan Bimtek sebagai fasilitator untuk pembimbing perkawinan ini. “Harapan kita dengan bimbingan perkawinan ini, dapat mencegah dan mengurangi angka perceraian. Dan pastinya, harus banyak pula pembimbing yang tersertifikasi dengan mengikuti pelatihan sebagai fasilitator Bimwin,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bapanas: Bantuan pangan beras fortifikasi-biofortifikasi bukan CBP

    Bapanas: Bantuan pangan beras fortifikasi-biofortifikasi bukan CBP

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan bantuan pangan beras terfortifikasi dan biofortifikasi bukan bersumber dari cadangan beras pemerintah (CBP).

    “Pemberian bantuan pangan beras terfortifikasi dan biofortifikasi itu bukan diambil dari stok cadangan beras pemerintah,” kata Arief dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

    Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional bersama segenap mitra telah memulai program pemberian bantuan pangan beras terfortifikasi dan biofortifikasi. Sasaran penerimanya 648 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di delapan desa pada Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

    Setiap KK diberikan secara gratis berupa beras terfortifikasi dan biofortifikasi 15 kilogram (kg) sebanyak tiga kali yang bersumber dari Bapanas.

    Selanjutnya, kata Arief, bantuan itu akan diberikan tiga kali melalui dukungan dari Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia.

    “Selain GAIN Indonesia, mitra yang turut mendukung program baru ini antara lain Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA) dan Dompet Dhuafa,” ujar Arief.

    Arief menuturkan program itu merupakan program rintisan yang diinisiasi pihaknya. Apabila berhasil, ia berharap dapat diimplementasikan ke wilayah Indonesia lainnya yang memiliki angka stunting (tengkes) dan rentan rawan pangan yang tinggi.

    Arief menjelaskan uji coba distribusi beras fortifikasi dilakukan di satu lokasi terlebih dahulu selama tiga bulan. Langkah ini dilakukan karena proses beras fortifikasi harus memenuhi standar sertifikasi SNI.

    Ia menekankan program rintisan bantuan pangan berupa beras khusus itu menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menghadirkan pilihan pangan yang lebih sehat bagi masyarakat, khususnya kelompok rentan.

    Selain itu, ia menilai model bantuan pangan dengan beras fortifikasi dapat diterapkan lebih luas di masa mendatang. Menurutnya, konsumsi beras fortifikasi akan memberikan manfaat gizi lebih baik bagi masyarakat.

    “Sebenarnya saya pernah berbicara ini dengan Kementerian Kesehatan juga. Jadi kalau model bantuan seperti ini diberikan ke masyarakat rentan akan lebih baik. Kita ke depan, misalnya bantuan pangan itu agar masyarakat mengkonsumsi nasi yang ada fortifikasi, akan lebih bagus,” tambah Arief.

    Arief juga menegaskan program itu berbeda dengan program bantuan pangan beras yang dilaksanakan Perum Bulog selama ini. Dalam bantuan pangan terfortifikasi dan biofortifikasi tidak pula menggunakan beras dari stok Bulog.

    Melalui program rintisan ini, total beras khusus sebanyak 29.160 kg disalurkan Bapanas kepada 648 KK selama 3 bulan, sehingga akan ada 1.944 paket bantuan yang didistribusikan. Program itu menargetkan keluarga berisiko stunting di wilayah rentan rawan pangan.

    Beras yang disalurkan pun dipastikan memiliki kandungan mikronutrien seperti vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, asam folat, dan juga mineral seperti zat besi dan zinc. Kandungan itu berguna untuk meningkatkan nilai gizi bagi masyarakat rentan gizi, terutama ibu hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan di bawah usia lima tahun.

    “Latar belakang digagasnya program bantuan pangan beras terfortifikasi dan biofortifikasi adalah Indonesia masih menghadapi beban gizi ganda atau triple burden of malnutrition seperti stunting, obesitas, dan kekurangan zat gizi mikro,” jelasnya.

    Kendati begitu, jumlah daerah rentan rawan pangan menurun menjadi 81 kabupaten/kota atau 15,76 persen.

    Fortifikasi beras juga merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.

    Fortifikasi pangan menjadi strategi penting untuk memperbaiki status gizi masyarakat dan beras fortifikasi telah menjadi indikator prioritas nasional dalam RPJMN 2025–2029.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Oktober 2025

    Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun Nasional 3 Oktober 2025

    Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah akan melakukan Survei Gizi Nasional setiap tahun sebagai upaya untuk memantau efektivitas Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan status gizi anak-anak Indonesia.
    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, survei semacam itu sebelumnya dilakukan untuk anak-anak stunting.
    Kini, dengan adanya program MBG, seluruh penerima manfaat dari anak usia sekolah di atas lima tahun akan dicek secara berkala.
    “Dan setiap tahun sekali, kita akan melakukan survei gizi nasional,” ujar Budi di kantornya, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
    “Dulu kan kita lakukan untuk stunting saja yang setiap tahun. Ini nanti akan ditambah juga untuk di atas lima tahun khusus untuk anak-anak sekolah,” lanjutnya.
    Selain survei tahunan, pemerintah juga akan memantau kondisi gizi penerima manfaat MBG secara berkala setiap enam bulan sekali.
    “Tadi juga sudah disetujui bahwa setiap 6 bulan para peserta atau penerima manfaat gizi MBG akan kita ukur tinggi badan dan berat badannya,” kata Budi.
    Data hasil pengukuran tersebut akan dimasukkan secara individual (by name, by address) dalam sistem pelaporan kesehatan nasional.
    Dengan demikian, perkembangan gizi anak-anak dapat dipantau secara menyeluruh dan terintegrasi.
    “Sehingga kita bisa tahu efektivitas programnya ini seperti apa,” jelasnya.
    Budi menegaskan, hasil survei dan pemantauan gizi tersebut akan menjadi parameter utama untuk mengevaluasi efektivitas MBG serta bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan kesehatan dan gizi nasional di masa mendatang.
    “Kita bisa melihat perkembangan status gizi seluruh anak-anak kita, dan kita akan menggunakan itu sebagai masukan untuk kebijakan-kebijakan yang efektif nanti akan kita lakukan,” ujarnya.
    Survei dan pengawasan gizi nasional ini akan dilakukan dengan menggandeng Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Gizi Nasional (BGN), hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    “Jadi, itu bidang pengawasan yang nanti akan dilakukan antara kombinasi antara Kemenkes, Kemendagri, BGN, dan juga BPOM,” tutur Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • OPINI: Perbaikan Tata Kelola MBG

    OPINI: Perbaikan Tata Kelola MBG

    Bisnis.com, JAKARTA – Kemajuan sosial-ekonomi tergantung investasi jangka panjang dalam Sumber Daya Manusia (SDM). Ibarat investasi, kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) tak sekadar populer tetapi juga penting untuk menyiapkan generasi muda lebih bermutu.

    Dalam kondisi sebagian masyarakat kekurangan gizi, MBG rasional dan dibutuhkan agar rakyat, khususnya anak-anak, lebih sehat dan cerdas. Namun, MBG harus dikelola lebih baik tanpa menimbulkan kekhawatiran masyarakat.

    Masyarakat mendesak pemerintah menghentikan sementara program MBG akibat korban keracunan berjatuhan secara masif. Secara teknis, program beranggaran jumbo Rp71 triliun ini dinilai kurang persiapan.

    Kasus keracunan meningkat dengan jumlah korban naik dari 5.360 kasus pada medio September menjadi 6.452 kasus per 21 September, atau hanya sepekan bertambah lebih dari seribu kasus.

    Pemerintah dituntut menghentikan MBG walau sementara sesuai asa sebagian kalangan. Padahal MBG relevan bagi pencapaian Indonesia Emas berbasis generasi muda sehat dan produktif. Namun, dengan tata kelola amburadul, MBG berisiko meningkatkan kasus keracunan dan mengancam kesehatan. MBG menjadi momok menakutkan jika pemerintah bersikeras melaksanakan MBG tanpa perbaikan tata kelola.

    Untuk memutuskan tetap jalan atau berhenti, pemerintah perlu menimbang pelbagai dampak negatif. Jika MBG berlanjut demi wibawa pemerintah, maka tata kelola MBG harus diperbaiki. Tanpa perbaikan tata kelola, masyarakat khawatir kasus keracunan terus meningkat, mengancam kesehatan, dan keselamatan anak.

    Selain itu, terjadi pula potensi pemborosan anggaran disertai peningkatan defisit anggaran yang dapat mengganggu pelaksanaan program penting lainnya, semisal pendidikan dan kesehatan.

    Citra pemerintah pun kian buruk mengingat jatuhnya korban lebih banyak. Secara psikologis, anak-anak sebagai korban kasus keracunan MBG dikhawatirkan bakal memiliki pengalaman traumatis.

    Agar tak memicu kekhawatiran, pemerintah perlu memastikan kebijakan yang disusun terintegrasi dengan pendekatan sistem pangan. Asa terhadap program MBG yang terkelola baik mampu mengubah tradisi makan lebih sehat dan bergizi.

    Pemerintah mendesiminasikan pelbagai informasi MBG lebih intensif, memperkuat program perlindungan sosial seraya mendukung keamanan pangan, dan meningkatkan literasi nutrisi bagi kelompok masyarakat rentan, yakni ibu dan anak-anak. Program MBG dirancang berdasarkan prinsip-prinsip fundamental untuk peningkatan gizi masyarakat seperti dirumuskan oleh OECD.

    Menurut OECD, salah satu prinsip dasar peningkatan gizi adalah dibarengi dengan peningkatan kesehatan melalui pelbagai pengaturan intervensi terhadap kondisi entitas (sekolah) yang heterogen, serta memastikan makanan yang disajikan dalam kategori healthy food.

    Jika dikelola lebih baik, MBG dapat berfungsi efektif bagi peningkatan keberlanjutan dan ketahanan sistem pangan. Tata kelola yang baik juga dapat digunakan sebagai tool dalam mewujudkan transparansi. Secara ekonomis, MBG diharapkan mampu meningkatkan laju konsumsi pangan. Tata kelola MBG lebih baik juga membuka pintu lebar bagi keterlibatan masyarakat serta mendorong pola makan lebih sehat dan aman.

    Selain itu, perbaikan tata kelola MBG dilakukan melalui regulasi bertujuan menghilangkan kandungan bahan makanan tak sehat (unhealthy component) yang berpotensi mengancam kesehatan.

    OECD menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan manajerial lebih berkualitas khususnya terkait dengan evalusi dan monitoring untuk perbaikan serta mekanisme perlindungan melalui penyajian menu makanan sehat.

    Tatkala ditemukan pelbagai kelemahan, perbaikan dan penyempurnaan kebijakan harus segera dilakukan seraya memastikan MBG tak bakal menimbulkan kekhawatiran atau keresahan. Program yang dipaksakan dan tak memiliki tata kelola efektif berdampak serius pada penurunan citra pemerintah dan membuka celah bagi masyarakat untuk menggugatnya.

    Program MBG dapat dilanjutkan jika pemerintah menjamin makanan yang disajikan aman dikonsumsi sekaligus sebagai bukti melindungi kepentingan warga.

    Kritik dan saran konstruktif dari pelbagai kalangan harus disikapi pemerintah dengan bijaksana. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam memperoleh pelbagai hak merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Tata kelola MBG harus diperbaiki agar tetap bermanfaat bagi kepentingan masyarakat secara optimal.

    Hakikat program MBG adalah sebagai langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan mutu SDM dengan menyediakan asupan makanan bernutrisi cukup secara berkesinambungan.

    Program MBG menyasar kelompok masyarakat rentan yakni anak-anak usia sekolah. Jika tujuan utama MBG adalah untuk penurunan stunting, pengentasan kemiskinan, dan menggerakkan ekonomi masyarakat, maka MBG memiliki nilai sosial-ekonomi yang tinggi yakni melahirkan generasi yang tak sekadar sehat dan cerdas, tetapi juga produktif.

    Berdasarkan pelbagai alasan rasional tersebut, perbaikan tata kelola MBG harus diwujudkan serta terkait dengan peningkatan gizi dan kesehatan anak.

    Program MBG merupakan salah satu wujud investasi modal manusia (human capital). Prinsip dasar modal manusia sebagai investasi jangka panjang bagi peningkatan mutu dan daya saing bangsa.

    Program unggulan ini diharapkan mampu mendukung capaian era keemasan bangsa Indonesia 2045. Dengan MBG, kesehatan fisik dan konsentrasi anak membaik serta berkontribusi keseimbangan unsur motorik dan afektif.

    Selain investasi SDM, MBG juga berperan strategis pengembangan ekonomi lokal berupa penyediaan lapangan kerja, kesejahteraan petani, serta mengurangi beban belanja keluarga. Alhasil, MBG perlu dilanjutkan asal ada perbaikan tata kelola. Bagaimana menurut Anda?

  • Pantang Surut Program MBG, Tetap Lanjut Meski Ada Keracunan

    Pantang Surut Program MBG, Tetap Lanjut Meski Ada Keracunan

    Jakarta

    Pemerintah melakukan rapat koordinasi dan konferensi pers sebagai tindak lanjut penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini karena MBG belakangan menjadi sorotan akibat ribuan anak-anak mengalami keracunan.

    Meskipun MBG tengah menuai kontroversi, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini akan tetap berjalan. Sembari pihaknya melakukan evaluasi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah.

    “Saya tetap diperintahkan oleh pak Presiden untuk melakukan percepatan-percepatan karena banyak anak, banyak orang tua yang menantikan kapan menerima MBG,” kata Kepala BGN Dadan Hindayana, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    “Di luar perintah itu, saya tetap melaksanakan (MBG), kecuali nanti pak Presiden mengeluarkan perintah lain,” lanjutnya.

    BGN Perintahkan SPPG Obati Trauma Korban Keracunan

    Dadan mengatakan bahwa SPPG yang saat ini disetop sementara imbas kasus keracunan harus ikut membantu dalam hal pertanggungjawaban. Seperti mengobati trauma psikis dari pasien dan orang tua.

    “Karena setiap kali kejadian kan ada yang tersakiti ya, setiap kali kejadian kan ada orang tua yang khawatir, setiap kali kejadian kan juga ada kepercayaan publik yang terganggu, yang tergores,” beber Dadan

    “Oleh sebab itu, maka SPPG yang bersangkutan, baik itu kepala SPPG maupun mitranya, harus melakukan pendekatan-pendekatan terkait dengan trauma yang muncul di masyarakat,” lanjutnya.

    Pemerintah Tanggung Perawatan Korban

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, memastikan biaya perawatan rumah sakit bagi anak yang menjadi korban keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditanggung oleh pemerintah.

    Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan di konferensi pers di Jakarta Selatan terkait Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis.

    “Nanti ini ditanggung biayanya oleh pemerintah dan hal ini oleh BGN,” kata Menkes Budi.

    Ada dua mekanisme penanggulangan biaya. Bila Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah telah menetapkan KLB, maka mereka bisa mengklaim pendanaan tersebut ke asuransi. Sementara, daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB, maka biaya perawatan ditanggung oleh BGN.

    Menkes Budi tidak menampik bahwa ada kemungkinan kasus keracunan di program MBG jika tidak ditekan bisa naik statusnya menjadi KLB nasional.

    “Kalau KLB naik menjadi KLB nasional itu sudah ada aturannya ya di undang-undang dan sama peraturan presiden,” ujar Menkes.

    “Saya untuk jawab sekarang jadi KLB nasional itu memang harus ada beberapa provinsi beberapa banyak itu ya tapi sekarang belum masuk ya,” sambungnya.

    Update Harian Kasus Keracunan MBG seperti COVID-19

    Untuk mendapatkan data akurat dan sebagai upaya evaluasi, Menkes Budi mengatakan bahwa dirinya mendapatkan mandat untuk memperbaiki sistem pengawalan program MBG.

    Budi menyebut tidak menutup kemungkinan ke depan pencatatan laporan keracunan MBG akan mirip dengan catatan COVID-19 harian maupun mingguan. Hal ini menjadi standarisasi pelaporan angka, berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama Kementerian dan lembaga lain pada Kamis (2/10/2025).

    “Kita akan menggunakan angka sistem laporan yang sekarang sudah terjalin untuk keracunan pangan dari puskesmas dan Dinkes, baik apakah itu setiap hari, setiap minggu ada dan angkanya akan dikonsolidasikan antara BGN dan Kemenkes,” katanya dalam konferensi pers.

    “Kalau perlu misalnya ada update harian mingguan bulanan seperti yang dulu kita lakukan saat COVID-19,” sambungnya.

    Percepat Sertifikat Higiene untuk SPPG

    Kemenkes ingin mempercepat proses sertifikasi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) pada dapur MBG. Hal ini sebagai upaya untuk menekan angka keracunan.

    “Kalau yang sertifikat layak higienis dan sanitasi ini, kan kemarin angkanya sekitar 20-an ya, jadi dalam waktu 2-3 hari, per kemarin tuh sudah 96, jadi naik dari 36 ke 96 dan per hari ini sudah di atas 100 angkanya. Jadi angka itu sekarang per hari kita review,” ujar Menkes.

    “Kalau ditanya targetnya kapan, saya dan Pak Dadan (Kepala BGN) sudah menargetkan paling lama 1 bulan yang sudah ada surat resminya. Diharapkan semua SPPG-nya ini sudah mendapatkan SLHS,” sambungnya.

    Memantau Keberhasilan MBG

    Di sisi lain, pemerintah juga akan melakukan monitoring terhadap keberhasilan MBG setiap 6 bulan sekali. Pemantauan itu nantinya akan melengkapi data Cek Kesehatan Gratis (CKG). Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas program MBG apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya atau tidak.

    “Di luar itu, memonitor program setiap 6 bulan para penerima MBG ini akan kita ukur tinggi badan dan berat badan dan itu akan masuk by name by address ke laporan melengkapi CKG anak sekolah supaya kita bisa tahu efektivitas programnya,” ujar Menkes.

    Pemantauan juga akan dilakukan melalui Survei Gizi Nasional (SGN) tiap tahun. Jika sebelumnya survei tersebut lebih fokus pada masalah stunting, SGN nantinya juga akan dilakukan untuk melihat perkembangan status gizi anak pasca mendapatkan MBG. Data tersebut nantinya bisa digunakan sebagai evaluasi hingga penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Puluhan Pelajar di Lampung Keracunan Sosis Berjamur di MBG”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)

  • SPPG Ngampel Diresmikan, Gus Qowim Tekankan Gizi Seimbang dan Ketahanan Pangan Lokal

    SPPG Ngampel Diresmikan, Gus Qowim Tekankan Gizi Seimbang dan Ketahanan Pangan Lokal

    Kediri (beritajatim.com) – Wakil Wali Kota Kediri Qowimuddin meresmikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Ngampel, Kamis (02/10/2025). Peresmian ditandai dengan pemotongan pita oleh Wakil Wali Kota Kediri. Lalu dilanjutkan dengan meninjau satu per satu bagian dari SPPG Ngampel ini.

    “Terima kasih kepada Bapak Khusnul Arif dan Ibu Vena Patricia beserta seluruh keluarga besar SPPG Ngampel atas layanan mulia ini. Saat ini Kota Kediri terus memperkuat jejaring layanan gizi. Alhamdulillah Kota Kediri sekarang sudah memiliki sejumlah titik SPPG yang terus bertambah,” ujarnya.

    Gus Qowim mengungkapkan sejalan dengan visi misi Kota Kediri MAPAN, SPPG Ngampel ini memperkuat langkah dalam mendukung program MBG. Dimana program MBG ini dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. SPPG lebih dari sekedar layanan pemenuhan gizi tetapi memberikan tiga manfaat. Pertama, meningkatkan akses gizi seimbang, khususnya bagi kelompok prioritas. Seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non PAUD. Dengan gizi cukup maka dapat menekan angka stunting di Kota Kediri. Serta memastikan anak tumbuh sehat, cerdas, serta siap menjadi generasi emas 2045.

    Wakil Wali Kota Kediri Qowimuddin meresmikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Ngampel, Kamis (02/10/2025).

    Kedua, membuka lapangan kerja dan peran baru di masyarakat. Kehadiran dapur gizi, tenaga pengolah makanan, hingga kader pendamping menjadikan SPPG sebagai pusat aktivitas yang berdampak sosial sekaligus ekonomi. Ketiga, program ini juga melibatkan UMKM dan supplier lokal. Artinya, hasil pertanian, peternakan, maupun produk olahan dari warga sekitar bisa terserap.

    Untuk mendukung penyediaan makanan bergizi. Dengan begitu, program ini sekaligus memperkuat ketahanan pangan lokal dan menggerakkan roda ekonomi kerakyatan. “Namun ada beberapa hal penting yang tidak boleh dilupakan. Seluruh SPPG harus benar-benar memperhatikan quality control dan food security. Kualitas makanan juga harus terjaga agar manfaat kesehatan dirasakan penerimanya,” ungkapnya.

    Tak kalah penting, Gus Qowim juga menekankan agar SPPG juga memperhatikan cita rasa makanan. Sebab makanan ini sebagai salah satu pondasi asupan bagi para pemerima manfaat. “Saya optimis dengan kualitas makanan yang disajikan SPPG Ngampel ini nantinya akan memenuhi standar yang telah ditentuka dan rasanya enak,” pungkasnya.

    Turut hadir, Anggota DPRD Provinsi Jatim Khusnul Arif, Lurah Ngampel Subagyo, Ketua Yayasan Bismillah Djoyo Mulyo Ach. Sidiq, Kepala SPPG Ngampel Vena Patricia Sari, pengurus dan relawan SPPG, dan tamu undangan lainnya. [nm/but]