Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, ISESS Singgung Aturan Penggunaan Senjata Api
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (
ISESS
), Bambang Rukminto, menyatakan bahwa penembakan yang melibatkan anggota Polri tidak dapat dipandang hanya sebagai masalah normatif.
Pernyataan ini disampaikan menyusul insiden tragis, Kepala Satuan Reskrim Polres Solok Selatan
AKP Ulil Ryanto
Anshari ditembak oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar.
Insiden tersebut terjadi pada Jumat (22/11/2024) pukul 00.43 WIB di area parkir Polres Solok Selatan, yang terletak di Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Bambang menegaskan, peraturan mengenai penggunaan senjata api organik bagi anggota kepolisian telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 1 Tahun 2022.
“Peraturannya jelas, siapa saja anggota Polri yang diperkenankan menyimpan dan menggunakan senjata api harus memenuhi prasyarat tertentu, termasuk kepangkatan, masa dinas, serta syarat kesehatan baik mental maupun jasmani,” ungkap Bambang dalam keterangan resminya, Jumat (22/11/2024).
Ia juga menyoroti bahwa insiden penembakan ini bukanlah yang pertama kalinya dan sering kali terulang.
Menurutnya, terdapat beberapa faktor penyebab, di antaranya adalah lemahnya perilaku dan mentalitas individu anggota yang terlibat, sehingga mereka berani melakukan penembakan terhadap sesama anggota.
“Perilaku ini muncul sebagai akibat dari pragmatisme dan materialisme yang merasuki jajaran kepolisian, di mana elite memberikan contoh yang diikuti oleh bawahan, yang terpaksa meniru gaya hidup atasan mereka,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bambang menyatakan bahwa perilaku materialistik ini tecermin dalam gaya hidup hedonis dan sikap pragmatis saat pengambilan keputusan.
“Semua keputusan hanya didasarkan pada ukuran-ukuran materi. Di lapangan, hal ini mengarah pada pelanggaran aturan demi mengumpulkan kekayaan, termasuk terlibat dalam usaha ilegal seperti tambang,
logging, fishing
, dan judi
online
,” tambahnya.
Bambang menilai bahwa kejadian ini merupakan ironi dari jargon “Presisi” yang digaungkan oleh Kapolri.
Ia mengkritik ketidaktegasan Kapolri dalam menegakkan peraturan internal dan hukum, serta adanya penegakan hukum yang tebang pilih, yang berujung pada jatuhnya korban di kalangan anggota sendiri.
“Ini menambah deret hitung dari kasus kematian di internal kepolisian yang disebabkan konflik antar anggota,” tegas dia.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.