Liputan6.com, Jakarta – Proses pengadaan laptop Chromebook di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) kembali mendapatkan sorotan. Kasus yang menimpa mantan Mendikbud, Nadiem Makarim menarik perhatian publik untuk memahami proses pengadaan laptop Chromebook tersebut.
Deputi Bidang Hukum Dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta menjelaskan, pengadaan dan penyelenggaraan barang dieksekusi oleh masing-masing kementerian, lembaga, dan Pemerintah Daerah (Pemda).
LKPP hanya menyediakan sistem atau memfasilitasi pembeli dan penjual melalui e-katalog, yang diibaratkan sebagai marketplace.
Sementara itu, kata dia, pihak yang bertanggung jawab atas eksekusi pengadaan adalah Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di masing-masing K/L/Pemda. PA biasanya berada pada level menteri yang dapat menetapkan kebijakan impor atau penggunaan produk dalam negeri.
Kemudian PA membuat dan menetapkan Rencana Umum Pengadaan (RUP), yang berisi kebutuhan, jadwal, dan alokasi produk dalam negeri/UKM. RUP diumumkan di sistem RUP LKPP sebagai bentuk transparansi di awal tahun anggaran.
PPK menindaklanjuti RUP, membuat rencana pelaksanaan, dan menetapkan metode pemilihan penyedia, seperti tender, e-purchasing, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung.
Selanjutnya, Setya menjelaskan, dalam pengadaan produk di katalog LKPP, prioritas diberikan pada Produk Dalam Negeri (PDN). Jika kebutuhan dapat dipenuhi PDN, tidak boleh impor sebab keharusan membeli produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) 40% atau lebih.
“Yang punya sertifikat TKDN dari kandungan 1% sampai 39% itu yang layer 2 ya. Kalau layer 1 tidak ada, layer 2 tidak ada, itu yang wajib dibeli adalah yang layer 3. Layer 3 itu yang produk dalam negeri yang belum bersertifikat tapi masuk SIGNAS,” ujarnya menjelaskan proses sebelum akhirnya produk impor boleh masuk dalam pengadaan di LKPP.
Lebih lanjut, Setya mengatakan, harga pada katalog adalah harga maksimum suatu barang. Mekanisme ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman bahwa harga katalog sudah dijamin wajar, padahal harga yang tertera adalah harga maksimum. PPK wajib melakukan negosiasi untuk mendapatkan harga terbaik.
Setya menyatakan, data monitoring LKPP menunjukan masih banyak pelanggaran prosedur dalam e-purchasing. Beberapa kasus yang ditemukan seperti perencanaan yang tidak benar dengan proyek tidak sesuai dengan Rencana Strategis, spesifikasi diarahkan ke produk atau merek tertentu, mark-up anggaran sejak perencanaan, dan negosiasi yang tidak benar, misalnya langsung negosiasi harga tertinggi atau tidak membuat harga perkiraan sendiri.
“Jadi kalau ada yang ditangkap penegak hukum, biasanya sejak perencanaan sudah bermasalah seperti adanya markup, pengadaan fiktif, atau tidak sesuai kebutuhan,” ujarnya.