Kasus Bullying Siswa SMP Hingga Tewas, Cucun Sebut Guru Takut Dilaporkan Nasional 16 Oktober 2025

Kasus Bullying Siswa SMP Hingga Tewas, Cucun Sebut Guru Takut Dilaporkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Oktober 2025

Kasus Bullying Siswa SMP Hingga Tewas, Cucun Sebut Guru Takut Dilaporkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua DPR Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal menilai, ketakutan guru menjadi salah satu faktor banyak kasus perundungan (bully) yang terjadi di sekolah, termasuk yang menimpa ABP (12), bocah SMP yang tewas di Grobogan, Jawa Tengah. 
Menurutnya, guru takut ikut campur terlalu jauh dalam urusan siswa karena takut dilaporkan kepada pihak berwajib.
“Tidak akan terjadi seperti kasus di Grobogan, kalau pengawasan dari gurunya di dalam ruang sekolah, diberikan kewenangan penuh oleh orang tuanya,” kata Cucun di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
“Gurunya misalkan sekarang mau masuk dalam pengawasan seperti ini, kebanyakan guru justru sekarang takut dengan kondisi-kondisi tadi. Kalau terlalu masuk, misalkan melerai anak ini, tiba-tiba gurunya yang dilaporkan oleh salah satu pihak anak,” sambungnya.
Cucun menilai, kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Ia mendorong perbaikan tata nilai karakter anak-anak Indonesia.
“Ini evaluasi kurikulum, saya akan bicara dengan Pak Mendikdasmen ini, terutama perubahan kedekatan anak-anak kita dengan media sosial, kebebasan berpendapatnya, sampai di mana dikasih batasannya,” ujarnya.
“Kalau di ruang sekolah, di mana dikasih kebebasannya juga. Anak-anak SD, SMP, SMA, pasti kan sudah ada barrier-barriernya ini,” imbuh Cucun.
Seorang teman seangkatan ABP, APR (12), mengungkapkan bahwa peristiwa tragis itu bermula pada Sabtu (11/10/2025) pagi.
Saat itu, ABP sempat terlibat perkelahian dengan El (12), salah satu teman sekelasnya.
“Awal mulanya ABP diejek teman-temannya, lalu ABP tidak terima dan berkelahi. ABP dipukuli kepalanya dan kemudian berhenti. Itu saat jam ketiga, tapi belum ada guru,” kata APR, siswi kelas VII F, yang kelasnya bersebelahan dengan ruang kelas ABP, VII G, saat ditemui di rumah duka, Minggu pagi.
Menurut APR, perundungan terhadap ABP tidak berhenti di situ. Sekitar pukul 11.00 WIB, ABP kembali dikerubungi teman-temannya dan diadu dengan siswa lain, AD (12).
“Kamu beraninya sama siapa? Lalu ABP berkelahi dengan AD hingga kepala ABP kena pukul berkali-kali. Dia kejang-kejang dan dibawa ke UKS, tapi meninggal. Saat itu jam pelajaran, tapi guru belum datang,” lanjut APR.
ABP ditemukan tidak bernyawa di ruang kelas VII G sekitar pukul 11.00 WIB.
Kakek korban, Pujiyo (50), mengatakan bahwa sebelum meninggal, ABP sering mengeluh menjadi korban bullying verbal dan fisik di sekolah.
Trauma akibat perlakuan itu sempat membuat ABP enggan berangkat sekolah.
“Pernah sakit juga di kepala karena dipukuli dan tidak masuk sekolah. Kami akhirnya datangi sekolah dan melaporkannya. ABP pun kemudian mau masuk sekolah meski tetap dihina dan dianiaya. Dia itu anak penurut dan enggak aneh-aneh. Hobinya sepak bola,” ungkap Pujiyo.
Ia pun menyayangkan lemahnya pengawasan dari pihak sekolah, yang menyebabkan kasus perundungan tersebut terus terjadi hingga akhirnya merenggut nyawa cucunya.
“Harusnya diawasi, kan udah kejadian. Kasihan mas, anaknya pendiam. Orangtuanya kalau pulang hanya pas Lebaran,” tambahnya sambil menangis.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.