Liputan6.com, Jakarta Di tengah hiruk-pikuk pemudik di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, seorang pria berbaju merah manggis duduk di kursi. Bajunya nampak rapih, dan mencolok berbeda dari penumpang pada umumnya.
Terlihat, ada jahitan putih membentuk tulisan Porter 070 menempel di dada. Pria itu bernama Kasmari (55). Dan itu adalah seragam porter yang biasa digunakan kala bekerja.
Meski usianya setengah abad, tenaganya boleh diadu sama yang muda-muda. Sudah hampir 30 tahun ia menghabiskan hidupnya di stasiun tersebut mengangkat barang demi barang.
Dari pagi sampai malam, dia setia menunggu di peron. Selalu sigap untuk boyong barang penumpang ke gerbong.
Dari koper yang ukurannya bisa “segede gaban” sampai ditaruh di kardus mie instan, semua pernah dipikul di atas pundaknya.
Kasmari pun menyambut antusias lebaran tahun ini. Menurut dia, jauh lebih ramai orangnya daripada liburan Natal tahun sebelumnya.
“Alhamdulillah, lebaran tahun ini ramai, dibanding waktu natalan kemarin,” kata dia sambil tersenyum menjawab saat ditemui di Stasiun Pasar Senen Selasa, 25 Maret 2025.
Ramainya penumpang menjadi berkah bagi para porter seperti dirinya. “Penumpang banyak, porter juga lebih dapat,” tambah dia.
Sebagai porter senior, Kasmari paham betul aturan main. Meski yang berprofesi seperti dirinya banyak, dia tak mau ngoyo dalam bekerja.
“Rezeki itu yang ngatur dari atas, Pak,” ujar dia.
Porter di Stasiun Pasar Senen kerja dua shift. Ada 88 porter yang bertugas di tiap shift, mulai dari pukul 07.00 hingga 19.00 WIB. Kasmari memastikan, kerja di sini pakai sistem gantian.
Satu porter dapat jatah, yang lain nunggu giliran, tak ada cerita double job atau sikut-sikutan.
“Kesadaran, kekompakan saja,” katanya.
Tarif resmi sekali angkat Rp30 ribu lewat aplikasi. Tapi sering kali penumpang yang berbaik hati memberikan lebih.
“Alhamdulillah, tiap hari ada aja yang kasih lebih,” katanya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5174569/original/088974900_1742951475-IMG_20250325_142027.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)