Karen Agustiawan Jelaskan Perusahaan Tak Butuh Terminal BBM Riza Chalid
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, mengatakan bahwa saat ia masih menjabat, Pertamina tidak butuh menyewa terminal bahan bakar merak (BBM) Merak milik Riza Chalid.
“Untuk operasional Pertamina, stok operasional Pertamina, itu cukup dari depo yang jumlahnya 140, dengan kilang jumlahnya 6, dari pipa, dan dari kapal,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/102025).
Penjelasan ini Karen sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dkk.
Karen mengatakan, operasional Pertamina saat itu berjalan dengan baik dengan fasilitas yang sudah ada, tidak perlu menyewa terminal BBM (TBBM) Merak milik PT Oiltanking Merak yang terafiliasi dengan Mohamad Riza Chalid dan putranya, Kerry Adrianto.
Karen menegaskan, jika bicara soal BBM, dikenal istilah stok operasional dan stok nasional.
Sebagai perusahaan, Pertamina mengedepankan dan lebih memperhitungkan stok operasional.
Sementara, penyewaan Terminal BBM Merak merupakan bagian dari pemenuhan stok nasional.
Meski tidak dibutuhkan untuk operasional Pertamina, TBBM Merak yang kini dioperasikan oleh PT Orbit Terminal Merak (PT OTM) dinilai penting untuk menjaga stabilitas stok BBM nasional.
“OTM sebagai stok nasional itu memang dibutuhkan. Karena kami dari Pertamina itu hanya mampu 18 hari. Kalau misalnya stok nasional harus 30 hari, memang kami tidak mampu,” jelas Karen.
Ketika berbicara mengenai stok BBM, Karen menegaskan, ini bukan hanya menyinggung soal tempat penyimpanan, tapi jumlah BBM yang perlu disiapkan.
Karen mengatakan, sejak ia menjabat Dirut Pertamina pada 2009-2014, pemerintah terus meminta agar Pertamina menaikkan stok BBM hingga 30 hari. Namun, saat itu, Pertamina hanya bisa memasok hingga 18 hari.
“Dari semua pertemuan, (pemerintah) selalu meminta untuk menambahkan stok BBM menjadi 30 hari. Namun, Pertamina selalu menolak, karena itu terkait dengan pembiayaan. Karena, bukan cuma tangkinya, tapi juga harus diisi,” imbuhnya.
Karen mengungkap, pada periodenya menjabat, biaya untuk memasok BBM itu mencapai 125 juta dolar Amerika Serikat per hari.
Jika dikalikan untuk 30 hari, biaya yang perlu dikeluarkan Pertamina terlampau besar dan tidak bisa dipenuhi berdasarkan kondisi keuangan perusahaan saat itu.
“Satu hari itu adalah sekitar 125 juta USD, kalau 30 hari stok nasional, itu 30 kali 125 juta USD. Oleh dan sebab itu, kami selalu mengesampingkan permohonan 30 hari dengan komit untuk andal dalam distribusi dan suplai kepada konsumen, karena itu yang sanggup mengingat
cashflow
Pertamina,” jelas Karen.
Adapun, Karen beranggapan, untuk menjamin stok nasional bukan tanggung jawab Pertamina selaku korporasi atau badan usaha.
Ia pun mencontohkan negara lain yang modal stok BBM berasal dari anggaran negara, bukan dari korporasi.
“Minyaknya, BBM-nya, itu kalau di negara lain, itu menggunakan
state budget
, bukan
corporate budget
,” kata Karen.
Lebih lanjut, Karen menyinggung Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 Pasal 2 yang menyebutkan, cadangan penyangga energi (CPE) merupakan kewajiban pemerintah pusat.
Karen mengatakan, penyewaan kilang milik PT OTM ini masuk dalam kewajiban pemerintah, bukan Pertamina.
“Di sana disampaikan bahwa cadangan penyangga energi merupakan tanggung jawab penuh pemerintah pusat, termasuk persediaannya. Jadi, OTM ini bisa masuk untuk menjadi penyangga, cadangan penyangga energi nasional,” kata Karen lagi.
Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (kemudian berubah nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid. Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Karen Agustiawan Jelaskan Perusahaan Tak Butuh Terminal BBM Riza Chalid
/data/photo/2025/06/11/684966ac755d7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)