Bondowoso (beritajatim.com) – Kepala desa di Kabupaten Bondowoso bakal menghadapi aturan lebih ketat dalam memberhentikan perangkat desanya. Langkah ini diambil menyusul beberapa kasus kontroversial terkait pemecatan perangkat desa oleh kepala desa terpilih setelah Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Sejumlah oknum kepala desa yang memenangkan Pilkades diketahui melakukan “pembersihan” terhadap perangkat desa yang diduga tidak memberikan dukungan kepadanya. Mereka yang diberhentikan kemudian digantikan oleh pendukung sang kades terpilih.
Fenomena ini terjadi karena proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa selama ini cukup mudah, hanya memerlukan rekomendasi dari camat.
Namun, pada tahun 2025, muncul wacana bahwa pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa di Bondowoso harus mendapatkan rekomendasi dari Bupati terlebih dahulu.
“Itu agar tidak mudah dan seenaknya pemerintah desa memberhentikan perangkat,” kata Ketua DPRD Kabupaten Bondowoso, H. Ahmad Dhafir kepada beritajatim.com, ditulis Kamis (29/1/2025).
Menurutnya, kebijakan ini akan dibahas dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pemerintahan desa tahun 2025. Regulasi ini juga sejalan dengan aturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Di Raperda nanti juga direkomendasi Bupati. Itu sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah. Sesuai regulasi,” tuturnya.
Legislator PKB ini menilai bahwa dengan adanya syarat wajib rekomendasi dari Bupati, maka proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tidak lagi dapat dilakukan secara sewenang-wenang.
“Targetnya, biar kepala desa tidak dengan seenaknya memberhentikan perangkat desa yang tidak mendukung. Karena pengalaman pasca Pilkades pasti terjadi seperti itu,” ujarnya.
Dengan kebijakan ini, diharapkan perangkat desa di Bondowoso dapat bekerja secara profesional tanpa tekanan politik dari kepala desa terpilih setelah Pilkades. [awi/beq]
