“Kenapa nunggu viral dulu baru bertindak seolah-olah jadi pahlawan? Atau jangan-jangan mereka baru bicara setelah ketahuan?,” cetusnya.
“Shame on you!,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyoroti potensi benturan antara ekspansi industri tambang nikel dan upaya pelestarian ekosistem pariwisata di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Ia beranggapan, kawasan yang terkenal dengan keindahan alamnya ini memerlukan perhatian khusus agar tidak tergerus ambisi industri ekstraktif.
Dalam kunjungan reses Komisi VII DPR RI ke Kota Sorong, Evita menekankan bahwa sejumlah persoalan mendesak, termasuk lonjakan aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, perlu segera ditindaklanjuti.
Isu ini bahkan menjadi sorotan serius dari berbagai pihak, termasuk Greenpeace.
“Banyak pekerjaan rumah yang harus kita tindak lanjuti. Salah satunya adalah pembangunan industri pertambangan nikel di Raja Ampat. Kita tahu ini sudah marak, diviralkan oleh Greenpeace, dan saya datang ke beberapa tempat yang juga didemo. Semua pihak punya keinginan yang sama, kelestarian dan keberlanjutan daerah wisata yang luar biasa kaya,” kata Evita.
Ia mengaku terkesan dengan potensi Raja Ampat yang melampaui panorama lautnya saja, melainkan mencakup juga hutan, sungai, dan ekosistem alam yang menjadi satu kesatuan daya tarik wisata kelas dunia.
Menurutnya, keberlangsungan sektor pariwisata tidak boleh dikompromikan demi kepentingan industri tambang.
“Ekosistem dari perkembangan pariwisata ini tidak boleh terganggu karena adanya usaha-usaha yang mengancam keberlanjutan kawasan ini. Kita akan membicarakan hal ini di DPR RI, mencari solusi terbaik,” ucapnya.
