Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) buka suara terkait sengketa lahan seluas 16,4 hektare milik mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), di Jalan Metro Tanjung Bunga.
Lahan milik JK diduga diserobot oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), entitas dari Lippo Group.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid telah menerima surat balasan terkait permintaan klarifikasi dari Pengadilan Negeri (PN) Makassar mengenai sengketa lahan JK pada Senin (10/11/2025) malam. Namun, dia mengaku belum memahami sepenuhnya isi surat tersebut.
“Surat bernomor 5533 tertanggal 7 November 2025 itu terkait klarifikasi pelaksanaan eksekusi yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar. Maka dengan ini kami sampaikan bahwa objek sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama NV Hadji Kalla TRD [Trading Company] belum dilakukan pengukuran dan eksekusi. Jawabannya begitu. Maknanya apa? Saya juga belum paham,” kata Nusron sambil membaca isi surat tersebut di Kantor Kemenko Pangan, Selasa (11/11/2025).
Sebelumnya, JK menegaskan bahwa lahan seluas 16,4 hektare itu telah dibelinya langsung dari ahli waris Raja Gowa sekitar 30 tahun lalu. Namun, belakangan muncul pihak lain yang mengaku dan mengeklaim kepemilikan lahan.
“Ini tanah saya sendiri. Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD. GMTD menuntut tanah itu dari pihak lain, Manyomballang, yang tidak pernah diketahui keberadaannya. Jadi itu kebohongan, macam-macam, rekayasa. Itu permainan Lippo. Jangan main-main di Makassar,” kata JK, dikutip Kamis (6/11/2025).
JK juga menanggapi informasi eksekusi lahan yang dilakukan GMTD. Menurutnya, tindakan tersebut hanya dibuat-buat dan tidak melalui prosedur hukum yang sah.
“Eksekusi kan harus didahului dengan constatering atau pengukuran. Mana pengukurannya? Mana petugas BPN-nya? Mana camatnya? Kan tidak ada semua,” ujarnya.
JK menegaskan bahwa objek tanah yang ingin dieksekusi tidak diketahui keberadaannya. Dia menantang GMTD untuk menghadirkan pihak fiktif yang selama ini diperkarakan, alias Manyomballang.
Lahan seluas 16,4 hektare tersebut memiliki alas hak resmi yang diterbitkan pada 8 Juli 1996 oleh BPN sebagai dokumen resmi negara, yang memiliki kekuatan hukum penuh dan menjadi bukti sah kepemilikan tanah. Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) juga telah dilakukan hingga 24 September 2036.
