JAKARTA – Jawa Barat jadi daerah paling tidak bebas dalam beragama dan berkeyakinan. Setidaknya itu yang bisa disimpulkan dari hasil survei SETARA Institute tentang kebebasan berkeyakinan. Survei mereka dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif serta mengombinasikan desk study dan field study.
Hasilnya, SETARA mendapatkan data sebanyak 2.400 peristiwa pelanggaran kebebasan berkeyakinan dengan jumlah tindakan mencapai 3.177 tindakan selama 12 tahun terakhir.
“Jabar ini tetap juara umum dan belum pernah turun atau digantikan oleh provinsi lain,” ungkap Direktur Riset SETARA Institute, Halili dalam sebuah diskusi di kawasan Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019.
Rinciannya, Jawa Barat tercatat terjadi tindak pelanggaran sebanyak 629 peristiwa selama 12 tahun terakhir. Selanjutnya, Jakarta dengan jumlah pelanggaran kebebasan berkeyakinan mencapai 291 peristiwa.
Selanjutnya, Jawa Timur dengan 270 peristiwa, Jawa Tengah 158 peristiwa, Aceh 121 peristiwa, Sulawesi Selatan 112 peristiwa, Sumatera Utara 106 peristiwa. Lalu, Sumatera Barat dengan 104 peristiwa, Banten 90 peristiwa, dan Nusa Tenggara Barat mencapai 76 peristiwa.
Sementara, untuk lima tahun terakhir atau selama Presiden Joko Widodo menjabat, ada 10 provinsi dengan jumlah pelanggaran kebebasan berkeyakinan. Urutan pertama masih diduduki Jawa Barat dengan 162 peristiwa pelanggaran. Lalu, Jakarta dengan 113 pelanggaran kebebasan berkeyakinan.
Dilanjutkan dengan Jawa Timur dengan 98 peristiwa, Jawa Tengah 66 peristiwa, Aceh 65 peristiwa, Yogyakarta 37 peristiwa, Banten 36 peristiwa, Sulawesi Utara 28 peristiwa, Sulawesi Selatan 27 peristiwa, dan Sumatera Barat 23 peristiwa.
Dilihat dari sisi pelaku, SETARA mencatat, ada dua jenis aktor yang bertanggungjawab; aktor negara dan kedua aktor non-negara. Polisi jadi yang terbanyak melakukan pelanggaran selama 12 tahun ini dengan 480 tindakan yang melanggar kebebasan berkeyakinan.
“Aktor negara yang paling banyak melakukan pelanggaran dalam 12 tahun terakhir adalah kepolisian kemudian disusul oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah tindakan mencapai 383,” ungkapnya.
Urutan selanjutnya, Kementerian Agama dengan 89 tindakan melanggar kebebasan berkeyakinan, pengadilan dengan 71 tindakan, Satpol PP 71 tindakan, Kejaksaan 68 tindakan, TNI 63 tindakan, DPRD 38 tindakan, institusi pendidikan 35 tindakan, dan Pemerintah Desa mencapai 33 tindakan.
Sedangkan aktor non-negara pelaku pelanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah kelompok warga dengan 600 tindakan selama 12 tahun. Lalu, ormas keagamaan dengan jumlah 249 tindakan pelanggaran, Majelis Ulama Indonesia dengan jumlah 242 tindakan, Front Pembela Islam 181 tindakan, individu 92 tindakan, Forum Umat Islam 56 tindakan, tokoh agama/masyarakat 35 tindakan, organisasi masyarakat lain 33 tindakan, Gerakan Reformasi Islam (GARIS) 26 tindakan dan perusahaan 26 tindakan.
Dilihat dari korban tindakan pelanggaran kebebasan berkeyakinan selama 12 tahun terakhir ini, urutan pertama ditempati oleh penganut aliran Ahmadiyah dengan total 554 peristiwa pelanggaran kebebasan berkeyakinan. Selanjutnya, posisi kedua ditempati oleh aliran keagamaan sebesar 334 peristiwa, umat Kristen dengan total 328 peristiwa pelanggaran kebebasan berkeyakinan.
Tak hanya itu, SETARA juga mencatat ada 314 individu yang menjadi korban pelanggaran kebebasan berkeyakinan. Kemudian, Syiah diurutan selanjutnya dengan 153 peristiwa pelanggaran, warga dengan 139 peristiwa, umat Islam 79 peristiwa, umat Katolik sebesar 51 peristiwa, Gafatar dengan 49 peristiwa, dan pelajar/mahasiswa sebesar 42 peristiwa.
Terakhir, mereka juga mencatat selama 12 tahun terakhir ada 199 gereja yang mendapat gangguan dari orang tak bertanggungjawab dan 133 masjid yang mengalami nasib yang sama.