Jakarta –
Induk perusahaan PT HM Sampoerna Tbk, Philip Morris International (PMI) sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan produk tembakau alternatif bebas asap di banyak negara, termasuk Indonesia. Perusahaan bahkan menggelontorkan investasi besar untuk produk ini.
CEO PMI, Jacek Olczak, menyebut perusahaan setidaknya berinvestasi hingga US$ 1,2 miliar hingga US$ 1,5 miliar per tahun untuk riset dan teknologi di produk tembakau bebas asap, terutama IQOS. Secara total, investasi yang digelontorkan bahkan mencapai US$ 12 miliar atau sekitar Rp 191 triliun.
“Hingga saat ini, kami telah menghabiskan lebih dari 12 miliar dolar untuk R&D, manufaktur, dan komersialisasi produk ini,” Jacek dalam Technovation: Smoke-Free by PMI di Abu Dhabi, yang diadakan Rabu (11/12/2024).
Ia mengatakan, saat pertama kali produk tersebut diluncurkan pada 2014, perusahaan percaya bahwa IQOS bisa menjadi pilihan yang jauh lebih baik untuk para perokok konvensional. Produk ini dinilai lebih aman dibandingkan rokok yang harus dibakar.
“Kami telah menginvestasikan banyak uang dan upaya ke dalam ilmu di balik produk ini untuk memastikan bahwa produk ini memiliki potensi mengurangi bahaya. Jadi, sains ada di pihak kami. Yang perlu kami tunjukkan adalah bahwa perokok akan bersedia dan mampu beralih ke produk ini,” jelasnya.
Sementara itu, VP International Communications and Engagement PMI Tommaso Di Giovanni menjelaskan bagaimana pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi di industri. Menurutnya, ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki setidaknya dua peran kunci.
Pertama adalah memberdayakan perusahaan seperti PMI untuk menciptakan alternatif yang lebih baik daripada rokok demi kesehatan konsumen, dan memastikan bahwa alternatif tersebut benar-benar berfungsi.
“Dibutuhkan waktu lama untuk mencapainya karena upaya yang kami lakukan sebelumnya, mari kita akui, tidak selalu berhasil,” katanya.
Lalu kedua, ilmu pengetahuan diperlukan untuk membuktikan kepada masyarakat, regulator, komunitas luas, dan konsumen bahwa produk ini lebih baik. Jadi, ilmu pengetahuan telah menjadi parameter berdasarkan penilaian produk oleh otoritas seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di AS.
“FDA di AS, ketika mereka harus menilai produk ini, secara harfiah meninjau ratusan ribu halaman bukti, yaitu ilmu pengetahuan, tetapi juga bukti tentang penggunaan produk itu sendiri, misalnya. Dalam pandangan saya, itulah dua alasan utama mengapa ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting. Mereka memungkinkan kami menciptakan produk. Mereka memungkinkan kami mengatakan bahwa produk ini jauh lebih baik daripada rokok,” katanya.
Lihat juga Video: Tantangan dan Peluang Industri Tembakau dalam Kebijakan Baru
(fdl/ara)