JAKARTA – Memori hari ini, empat tahun yang lalu, 23 Agustus 2021, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara 12 tahun penjara. Juliari dinyatakan terbukti melakukan korupsi bansos pandemi COVID-19.
Sebelumnya, kondisi rakyat Indonesia sedang tak baik-baik saja sejak virus korona muncul. Hajat hidup rakyat jatuh pada level terendah. Pemerintah pun ambil sikap. Mereka ingin meringankan penderitaan rakyat dengan bagi bansos.
Pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Aktivitas luar ruang mulai dibatasi. Kondisi itu membawa efek domino. Ekonomi jadi lesu. Banyak usaha gulung tikar. PHK muncul di mana-mana. Mau tak mau hajat hidup segenap rakyat Indonesia jatuh pada level terendah.
Pemerintah pun segera merespons situasi. Mereka tak ingin rakyat Indonesia kian menderita. Keinginan meringankan penderitaan rakyat muncul. Pemerintah berencana memberikan bansos sembako kepada mereka yang paling terdampak.
Kemensos pun ditunjuk untuk menyukseskan pembagian bansos. Empunya kuasa menargetkan memberikan 21,6 juta kemasan bansos yang akan dibagikan ke dalam 12 gelombang. Narasi itu mendatangkan dukungan dari banyak pihak. Namun, niat baik itu diciderai oleh Kemensos sendiri.
Menterinya, Juliari Batubara diduga melakukan korupsi bansos. Juliari memungut sedikitnya Rp10 ribu dari setiap kemasan bansos yang harusnya memiliki anggaran penuh Rp300 ribu per kemasan.
Kondisi itu membuat Jualari bisa menikmati hasil korupsi mencapai Rp216 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bertindak cepat. Mereka segera menetapkan Juliari sebagai tersangka dan ditangkap pada 6 Desember 2020.
Penangkapan Juliari membuat rakyat berang. Juliari dianggap sebagai pemimpin laknat yang mengambil keuntungan dari pandemi COVID-19.
“KPK tidak boleh gentar, meski berhadapan dengan partai penguasa. Korupsi dana bantuan untuk masyarakat yang terempas krisis ekonomi akibat pandemi jelas merupakan kejahatan level tertinggi. Pelakunya tak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga mengancam hidup banyak orang.”
“Penyidikan sementara menemukan bukti bahwa Juliari telah menyelewengkan posisinya sebagai Mensos untuk memungut sedikitnya Rp 10 ribu dari setiap kemasan bantuan sosial korban pandemi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian dana itu lalu digunakan buat membiayai berbagai keperluannya, termasuk menyewa jet pribadi untuk melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Jangan Berhenti di Juliari (2020).
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukkan sampel barang bukti berupa paket bantuan sosial (Bansos) COVID-19 yang akan diserahkan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (16/12/2020). Berdasarkan penelusuran MAKI, paket Bansos COVID-19 yang disalurkan kepada masyarakat oleh Kementerian Sosial berupa 10 kilogram beras, dua liter minyak goreng, dua kaleng sarden 188 gram, satu kaleng roti biskuit kelapa 600 gram, satu susu bubuk kemasan 400 gram dan satu tas kain tersebut hanya seharga Rp188 ribu dari nominal yang seharusnya bernilai Rp300 ribu. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc)
Korupsi yang dilakukan Juliari membangkitkan kemarahan rakyat. Tiap persidangan Juliari dilakukan rakyat berang bukan main. Rakyat menuntut Juliari jadi koruptor pertama era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang kena hukuman mati.
Namun, keinginan itu meleset. Pengadilan Tipikor Jakarta justru memvonis Juliari dengan 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta pada 23 Agustus 2021. Juliari dianggap terbukti secara sah dan bersalah melakukan korupsi dengan menerima suap lebih dari Rp32 miliar — jauh dari hitungan awal yang mencapai Rp216 miliar.
Segenap rakyat Indonesia tak lantas puas dengan putusan yang ada. Mereka menilai hakim justru salah menetapkan hal yang meringan Juliari. Hal yang meringankan itu adalah karena Juliari sudah dicaci satu Indonesia.
“Kalau soal caci maki (masyarakat, red) itu dinamika, aksi dan reaksi. Siapa suruh korupsi. Jangankan tersangka koruptor, yang menangkapi koruptor saja dicaci maki dibilang Taliban dan lain-lain. Jadi kalau itu jadi alasan yang meringankan maka negeri ini semakin lucu, sebab seoarang menteri korupsi itu justru harus jadi pemberatan di tengah pendemi dan yang disikat itu namanya jelas-jelas dana bansos bencana COVID-19,” ungkap Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang kepada VOI, 23 Agustus 2021.
