Bojonegoro (beritajatim.com) – Praktik judi online di Kabupaten Bojonegoro kian mengkhawatirkan dan terbukti merusak keutuhan rumah tangga. Data Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro mencatat, sepanjang Januari hingga Agustus 2025 terdapat 79 pasangan suami istri bercerai dengan latar belakang utama kebiasaan bermain judi daring.
Panitera PA Bojonegoro, Solikin Jamik, menyebut angka itu bagian dari total 1.023 kasus perceraian yang masuk hingga Agustus 2025. Menurutnya, dampak judi online tidak hanya berupa kerugian materi, tetapi juga trauma psikologis yang dialami pasangan dan anak.
“Judi online benar-benar merusak fondasi keluarga. Kerugian materi dan tekanan mental menjadi dampak yang paling sering muncul,” tegas Solikin, Sabtu (20/9/2025).
Analisis data PA Bojonegoro menunjukkan perceraian akibat judi online paling banyak menimpa pasangan usia produktif. Sebanyak 35 kasus berasal dari kelompok usia 25–34 tahun, disusul 27 kasus dari usia 35–44 tahun, sementara 6 pasangan berusia di bawah 25 tahun juga harus mengakhiri perkawinan karena persoalan serupa.
Dari sisi profesi, mayoritas pelaku maupun korban berasal dari kalangan karyawan swasta dengan 32 kasus. Selanjutnya pekerja sektor informal seperti kuli bangunan mencatat 14 kasus, diikuti pedagang, sopir, petani, buruh lepas, perangkat desa, hingga pengangguran.
“Kebutuhan rumah tangga yang tidak terpenuhi menjadi alasan utama perceraian. Tahun ini, 54 kasus terjadi karena penghasilan habis untuk judi online,” papar Solikin.
Secara geografis, kasus perceraian akibat judi daring tersebar hampir di seluruh wilayah Bojonegoro. Konsentrasi tertinggi tercatat di Kecamatan Dander, Sumberejo, Sukosewu, dan Tambakrejo. Fenomena ini, kata Solikin, menunjukkan judi online telah merambah hingga pelosok desa.
Ia menegaskan perlunya kolaborasi lintas pihak untuk menghentikan laju persoalan sosial ini. “Jika tidak ditangani secara serius, judi online akan menjadi bom waktu yang terus menerus mengancam keutuhan keluarga,” tandasnya. [lus/beq]
