Jenis Media: News

  • Video: Sejumlah KEK Indonesia Siap Adu Taji di Osaka Expo 2025

    Video: Sejumlah KEK Indonesia Siap Adu Taji di Osaka Expo 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia -Pemerintah terus menggelar diplomasi ekonomi untuk menarik Foreign Direct Investment atau FDI ke Indonesia. Salah satunya melalui forum presentasi khusus di Paviliun Indonesia Osaka Expo 2025 yang menjadi bagian dari rangkaian menuju Indonesia SEZ Investment Summit and Awards 2025.

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Jumat (19/09/2025).

  • Pertamina Buka Suara Soal Kolaborasi Pasokan BBM SPBU Swasta

    Pertamina Buka Suara Soal Kolaborasi Pasokan BBM SPBU Swasta

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri membantah tudingan praktik monopoli dalam praktik dalam kebijakan impor dalam proses distribusi Bahan Bakar Minyak.

    Penyedia usaha BBM swasta juga sudah sepakat untuk melakukan pembelian BBM dari Pertamina. Usai pertemuan seluruh penyedia BBM di Kementerian ESDM, Jumat (19/9/2025).

    “Kembali lagi pak Menteri ESDM sudah menyampaikan bahwa sekali lagi tidak ada monopoli oleh Pertamina,” kata Simon, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (19/9/2025).

    Dia menjelaskan bahwa pemberian alokasi kepada badan usaha sudah sesuai dengan porsinya, hingga ada penambahan dari kuota yang ditetapkan. Pasalnya pemerintah sudah memberikan kuota impor hingga 110% dibandingkan tahun 2024.

    Simon juga meluruskan bahwa impor satu pintu melalui Pertamina merupakan hal yang keliru. Pasalnya seluruh badan usaha penyedia BBM bisa melakukan impor dengan kuota yang ditentukan di awal tahun.

    “Kebijakan itu sesuai seperti sebelumnya melalui badan usaha masing-masing, kecuali penambahan. Jadi tadi untuk penambahan sampai akhir tahun ini itu adalah penambahan dari alokasi yang sudah diberikan,” kata Simon.

    “Nah untuk penambahan memang saran dari Kementerian untuk dikolaborasikan dengan Pertamina,” sambungnya.

    Mekanismenya, Pertamina akan mengimpor BBM berupa base fuel yang akan diberikan kepada penyedia BBM swasta untuk diolah dengan spesifikasi produk masing-masing.

    “Base fuel ini nanti akan diracik atau ditambah aditif sesuai resep atau rahasia dapur masing-masing badan usaha,” katanya.

    Penyedia BBM swasta juga sudah bersedia berkolaborasi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk penyediaan BBM berkualitas.

    “Dengan demikian baik dari kualitas dari join surveyor bersama, termasuk dari sisi harga akan terbuka sama-sama SPBU swasta, kita open book dan transparan kita berharap tidak ada kenaikan harga di masyarakat,” katanya.

    Seperti diketahui, ada empat hal yang disetujui dalam pertemuan pemerintah dan badan usaha penyedia BBM. Pertama, persetujuan pengambilan stok impor Pertamina oleh badan usaha swasta.

    Kedua, para badan usaha swasta setuju akan adanya surveyor yang memastikan saat BBM yang diimpor untuk swasta tersebut belum dicampurkan dengan bahan aditif apapun.

    Ketiga, para badan usaha swasta setuju agar BBM yang dijual ke pihaknya memiliki harga yang sama-sama menguntungkan termasuk dengan Pertamina. Terakhir, pemerintah memastikan bahwa stok BBM badan usaha swasta sudah dipenuhi dalam kurun waktu tujuh hari dari sekarang.

    Dalam kesempatan itu Simon juga menyadari bahwa konsumsi BBM pertamina cenderung menurun pascapersoalan hukum. Menurutnya, Pertamina saat ini tengah bekerja keras untuk kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat.

    “Dengan rendah hati menyampaikan adanya kasus ini kepercayaan masyarakat kepada Pertamina menurun, itu tentu PR besar bagi Pertamina kita harus kerja keras untuk kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat, dengan tata kelola yang baik dan semakin transparan,” kata Simon.

    Dia juga menyadari bahwa tidak bisa melarang konsumen untuk melakukan pembelian BBM dari pilihan produk dan merek yang tersedia.

    “Sebagian masyarakat ada juga yang beralih ke SPBU swasta itu adalah pilihan masyarakat dan kami tentunya tidak melarang,” katanya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Palestina Kecam Veto Amerika Serikat Terhadap Resolusi DK PBB

    Palestina Kecam Veto Amerika Serikat Terhadap Resolusi DK PBB

    JAKARTA – Juru bicara Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh menyatakan penyesalan dan keterkejutan yang mendalam atas veto Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, meskipun mendapat dukungan bulat dari 14 anggota Dewan lainnya.

    Abu Rudeineh menekankan, rancangan resolusi tersebut telah menerima dukungan yang sangat besar, dengan 14 negara jelas menuntut gencatan senjata segera dan diakhirinya kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina yang tak berdaya.

    “Amerika Serikat memilih untuk memblokir resolusi tersebut dengan menggunakan hak vetonya,” ujarnya, dikutip dari WAFA 19 September.

    Ia memperingatkan, veto AS mengirimkan pesan berbahaya, mendorong Israel untuk melanjutkan kejahatannya dan pembangkangannya terhadap hukum dan legitimasi internasional, termasuk pendapat penasihat baru-baru ini dari Mahkamah Internasional, yang menyusul resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan diakhirinya agresi, pendudukan, dan penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza.

    Abu Rudeineh mendesak Pemerintah AS untuk mempertimbangkan kembali posisinya guna menjaga hukum internasional.

    Diberitakan sebelumnya, Negeri Paman Sam pada Hari Kamis memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza dan agar Israel mencabut semua pembatasan pengiriman bantuan ke wilayah Palestina tersebut.

    Rancangan resolusi tersebut juga menuntut pembebasan segera, bermartabat, dan tanpa syarat semua sandera yang ditawan oleh Hamas dan kelompok-kelompok lainnya.

    Veto ini terjadi saat jumlah korban tewas di wilayah kantong Palestina itu tembus 65 ribu jiwa, termasuk 400 lebih di antaranya akibat kelaparan dan malnutrisi, sejak Oktober 2023.

    Rancangan resolusi ini disponsori oleh 10 anggota tidak tetap DK PBB atau E10 yang kali ini terdiri dari Aljazair, Denmark, Yunani, Guyana, Pakistan, Panama, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia dan Somalia, dikutip dari UN News.

    Dewan ini total beranggotakan 15 negara, di mana lima negara lainnya, Amerika Serikat, Inggris, China, Prancis dan Rusia merupakan anggota tetap dengan hak veto.

    Rancangan resolusi tersebut menerima 14 suara setuju. Ini adalah keenam kalinya AS mengajukan veto di Dewan Keamanan atas perang hampir dua tahun antara Israel dan militan Palestina, Hamas.

  • Purbaya, Gus Ipul, dan Bos Pertamina Dipanggil Prabowo ke Istana

    Purbaya, Gus Ipul, dan Bos Pertamina Dipanggil Prabowo ke Istana

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto memanggil menteri dan pejabat BUMN ke Istana, Negara, Jumat (19/9/2025). Beberapa yang hadir antara lain Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri, hingga Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul).

    Purbaya tiba lebih dulu di kawasan Istana sekitar pukul 17.00 WIB. Meski ia belum mengetahui perihal pembahasan yang akan dilakukan.

    “Enggak ada yang dilaporin, mungkin kalau tanya APBN akan saya jelaskan APBN sedikit, tapi nggak ada yang spesifik,” katanya.

    Sementara Simon mengatakan pemanggilan ini hanya laporan rutin, dan beberapa hal lainnya.

    Sementara Gus Ipul mengatakan bahwa rapat berkaitan dengan Bantuan Sosial.

    “Bansos tepat sasaran sebagai tindak lanjut dari Inpres nomor 4 2025 di mana Presiden meminta BPS untuk bisa melakukan konsolidasi data secara nasional, sehingga menjadi satu-satunya pedoman bagi kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah dalam melaksanakan program maupun menyalurkan Bansos,” katanya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Fitch Ungkap Prospek Ekonomi Nepal Setelah Chaos, Ini Ramalannya

    Fitch Ungkap Prospek Ekonomi Nepal Setelah Chaos, Ini Ramalannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kerusuhan sosial baru-baru ini di Nepal telah meningkatkan risiko terhadap prospek ekonomi dan fiskal negara tersebut. Hal ini disampaikan perusahaan pemeringkat Fitch, Jumat (19/9/2025).

    “Ketenangan telah kembali, namun kami yakin kekerasan telah mengurangi prospek pertumbuhan jangka pendek dengan membatasi aktivitas ekonomi normal, dan merugikan kepercayaan konsumen dan bisnis,” kata Fitch, dilansir Reuters.

    Sebelumnya, demonstrasi besar yang dipimpin oleh Gen Z terjadi di Nepal. Ini dipicu oleh dua isu utama, korupsi yang merajalela dan pemblokiran media sosial oleh pemerintah.

    Sebagian besar anak muda Nepal merasa frustrasi dengan praktik nepotisme dan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat. Unggahan media sosial yang menampilkan gaya hidup mewah anak-anak pejabat di tengah kesulitan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran menjadi pemicu kemarahan.

    Pemicu langsung yang menyulut protes adalah keputusan pemerintah pada 4 September 2025 untuk memblokir puluhan platform media sosial populer, termasuk Facebook, Instagram, YouTube, dan X. Pemerintah beralasan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak terdaftar secara resmi di Kementerian Komunikasi.

    Bagi Gen Z yang sangat bergantung pada media sosial sebagai alat komunikasi, sumber informasi, dan ekspresi diri, pemblokiran ini dianggap sebagai tindakan pembungkaman dan pelanggaran kebebasan berekspresi. Slogan-slogan seperti “Tutupi korupsi, jangan media sosial” menjadi seruan utama para demonstran.

    Gerakan ini, yang sering disebut sebagai “Revolusi Gen Z”, dengan cepat menyebar dan menggalang massa melalui platform digital yang tersisa seperti TikTok dan Viber. Meskipun banyak platform besar diblokir, kreativitas Gen Z dalam memanfaatkan platform lain menunjukkan kecanggihan mereka dalam mobilisasi massa.

    Protes yang awalnya damai dan dipimpin oleh para pelajar di Kathmandu dengan cepat berubah menjadi kekerasan ketika massa yang frustrasi menyerang simbol-simbol pemerintahan dan kekuasaan. Kekerasan tersebut mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka, serta perusakan properti publik.

    Demonstrasi Gen Z ini berhasil mencapai hasil yang signifikan dalam waktu singkat. Tekanan publik yang masif memaksa Perdana Menteri K.P. Sharma Oli untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

    Selain itu, tuntutan utama para demonstran terpenuhi: pemerintah mencabut larangan media sosial yang telah diberlakukan. Pencabutan ini mengembalikan akses kebebasan digital bagi jutaan warga Nepal dan menjadi salah satu capaian paling nyata dari gerakan tersebut.

    Namun, terlepas dari keberhasilan ini, protes juga meninggalkan jejak kerusakan fisik, seperti terbakarnya gedung parlemen, kantor perdana menteri, dan rumah-rumah politisi, yang menunjukkan tingkat kemarahan massa yang tidak terbendung.

    Saat ini, keadaan di Nepal cenderung lebih tenang. Larangan media sosial telah dicabut dan pemerintah sementara telah dibentuk. Perdana Menteri yang baru dilantik menghadapi tugas berat untuk memulihkan stabilitas politik dan ekonomi.

    Pemerintah juga sedang berusaha untuk meredam kemarahan publik dengan berjanji akan memberikan kompensasi kepada keluarga korban dan membentuk tim investigasi untuk menyelidiki insiden kekerasan.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kronologi Pembunuhan Pria di Kontrakan Cilincing Bermotif Asmara

    Kronologi Pembunuhan Pria di Kontrakan Cilincing Bermotif Asmara

    Jakarta

    Polisi menjelaskan pembunuhan pemuda berinisial MY (19) yang dilakukan oleh A (36) di Cilincing, Jakarta Utara (Jakut). Pembunuhan terjadi pada tanggal 28 Agustus 2025 lalu.

    “Kronologi kejadian jadi pelaku adalah mantan pacar dari kekasih korban. Korban punya pacar, nah pacarnya ini adalah mantan dari pelaku,” kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Erick Frendriz, Jumat (18/9/2025).

    Erick mengungkap sebelum kejadian berdarah itu, korban dan pacarnya hendak putus. Pacar korban sendiri merupakan mantan pacar dari pelaku.

    “Dia (pelaku) menyampaikan bahwa, saya mau balik lagi dengan mantan pacar saya, nah si korban enggak terima ini menurut pengakuan pelaku. Sesuai juga dengan keterangan saksi,” bebernya.

    Kemudian korban menantang pelaku melalui pesan WhatsApp. Merasa kesal, pelaku kemudian mendatangi korban dengan membawa senjata tajam.

    “Kemudian (pelaku) datang dengan membawa senjata tajam, kemudian melakukan penganiayaan terhadap korban di rumah korban,” sebutnya.

    Terpisah, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara Kompol Onkoseno Gradiarso Sukahar mengatakan berdasarkan hasil autopsi, korban mengalami luka tusuk di punggung kirinya hingga ke paru-paru.

    “Akibatnya, (korban) tidak mendapat suplai oksigen maupun aliran darah dan ini yang membuat korban meninggal. Penusukan terjadi sekali menebus lurus karena posisinya miring, karena dari sajamnya panjang 30 sentimeter,” kata Onkoseno.

    Polisi kemudian mencair keberadaan pelaku. Diketahui, pelaku berada di Bengkulu dan langsung dilakukan penangkapan.

    “Kami melakukan penyelidikan dan pengejaran ke sana dan akhirnya semala tanggal 17 September ditangkap dan dibawa ke sini untuk dilakukan penyidikan dan penahanan terhadap pelaku,” terangnya.

    (rdh/azh)

  • Berkas P2I, Eks Sekda Bandung Tersangka Kasus Korupsi Bandung Zoo Segera Disidang

    Berkas P2I, Eks Sekda Bandung Tersangka Kasus Korupsi Bandung Zoo Segera Disidang

    JABAR – Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) melimpahkan berkas perkara dan tersangka mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Yossi Irianto, terkait kasus korupsi penguasaan aset negara berupa lahan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo).

    Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya, mengatakan berkas kasus ini telah P21 dan pelimpahan dilakukan pada Kamis 18 September di Kantor Kejaksaan Negeri Kota Bandung.

    “Telah dilaksanakan penyerahan barang bukti dan tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi menguasai tanah negara secara melawan hukum berupa aset Pemerintah Kota Bandung,” kata Nur di Bandung, Jumat, disitat Antara.

    Nur menjelaskan, tersangka Yossi Irianto telah dilakukan penahanan Rutan Kebonwaru Bandung selama 20 hari ke depan, hingga nanti berkas perkaranya bisa dilimpahkan ke pengadilan.

    “Tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan terhitung tanggal 18 September 2025 hingga 7 Oktober sesuai dengan surat perintah penahanan,” katanya.

    Sebelumnya, Kejati Jabar telah menahan Yossi Irianto pada Mei 2025 setelah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kejati Jabar Nomor: TAP-37/M.2/Fd.2/05/2025.

    Kejati Jabar juga telah menetapkan dua tersangka lain dalam perkara ini, yakni dua petinggi Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung, Raden Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi, diduga menyalahgunakan tanah seluas hampir 140 ribu meter persegi di Jalan Tamansari.

    Lahan yang berstatus Barang Milik Daerah (BMD) itu sudah disewa sejak 2005, namun perjanjian sewa berakhir pada 30 November 2007.

    Meski perjanjian telah berakhir, yayasan tetap mengelola kebun binatang tanpa membayar sewa ke kas daerah. Dalam kurun 2017 hingga 2020, terdakwa diduga menerima uang sewa hingga Rp6 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

  • PBB: Korut Gencar Hukum Mati Penonton Film Drama Korsel

    PBB: Korut Gencar Hukum Mati Penonton Film Drama Korsel

    Jakarta

    Menurut laporan Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), rakyat Korea Utara saat ini hidup di bawah rezim paling represif di dunia. Hukuman mati, konon, dijatuhkan hanya karena terpidana berbagi konten asing, termasuk drama televisi Korea Selatan.

    Dokumen setebal 14 halaman itu menggambarkan bagaimana kehidupan warga sipil kian terhimpit.

    PBB menyusun laporan ini berdasarkan wawancara dengan sekitar 300 orang yang berhasil melarikan diri dari Korea Utara. Seperti biasa, pemerintah di Pyongyang menolak memberikan akses dan membantah semua temuan tersebut.

    Laporan itu menegaskan bahwa pemerintah Korea Utara “terus menjalankan kendali penuh atas rakyatnya dan secara ketat membatasi hak-hak mendasar, sehingga warga tak bisa membuat keputusan politik, sosial, atau ekonomi sendiri.”

    Hukuman berat untuk penyebar film asing

    PBB juga menyoroti tiga undang-undang yang mengkriminalisasi akses informasi dari luar negeri tanpa izin, melarang konsumsi atau penyebaran publikasi, musik, dan film dari negara “musuh”, hingga melarang penggunaan ungkapan bahasa yang tak sesuai dengan ideologi sosialis.

    “Undang-undang ini menimbulkan keprihatinan serius mengenai pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tulis laporan itu. Hukuman yang dijatuhkan bisa ekstrem: termasuk hukuman mati terhadap kebebasan berbicara yang dilindungi.

    Hukuman mati bagi warga yang mengakses film asing atau mendengarkan musik Korea Selatan melampaui hukuman bagi delik pembunuhan, “dan bertentangan dengan hak untuk hidup,” kata James Heenan, Kepala Kantor HAM PBB untuk Korea Utara. Dia menyebut sejumlah warga Korut sudah dieksekusi karena menyebarkan serial TV asing, termasuk drama Korsel.

    Sesi “kritik diri” dan penjara angker

    Laporan PBB mencatat bagaimana penguasa di Pyongyang menggelar pemilu hanya sebatas simbol. Rakyat juga berulang kali diwajibkan ikut sesi “kritik diri”, serta harus tunduk pada indoktrinasi partai.

    Akibatnya, kebebasan bergerak makin terbatas, sementara para pembelot melaporkan adanya penyiksaan dan perlakuan buruk di tahanan pemerintah.

    “Banyak saksi menyebut melihat kematian di tahanan akibat penyiksaan, kerja paksa, kelaparan, dan bunuh diri,” ungkap laporan itu. Makanan dan perawatan medis di penjara sangat minim.

    Kim Eujin, yang melarikan diri bersama ibunya pada 1990-an dan kini bekerja di Seoul bersama organisasi pembelot, membenarkan situasi yang makin buruk. “Pemerintah saat ini mengontrol setiap bagian hidup rakyat, itulah cara mereka menjaga kendali,” ujarnya.

    “Orang-orang dieksekusi mati hanya karena menonton atau menyebar konten televisi dari luar negeri,” imbuh Kim. “Ada terlalu banyak aturan yang bisa digunakan buat menghukum rakyat, ini adalah bentuk kendali total.”

    Kuasai pangan, kendalikan rakyat

    Dia menambahkan, rakyat kini dilarang menjual beras, jagung, atau pangan pokok lain di pasar. Satu-satunya cara mendapat kebutuhan dasar hanyalah melalui toko pemerintah dengan harga lebih tinggi.

    “Baik rakyat maupun pemerintah paham bahwa jika rejim mengendalikan akses pangan, mereka bisa mempersulit hidup semua yang tidak menaati aturan mereka,” kata Kim.

    Selain membatasi akses pangan dan film asing, rejim komunis Korut juga melarang gaya rambut hingga pakaian, bahkan penggunaan kata-kata ala Korea Selatan.

    “Hukum baru ini menunjukkan bahwa undang-undang yang lama tidak efektif dan Kim Jong-un semakin ketakutan jika rakyat tahu bagaimana kehidupan di luar Korea Utara,” ujar Kim Eujin.

    Tenangkan rejim atau bantu rakyat?

    Aktivis HAM lain, Song Young-Chae, mengatakan penderitaan warga Korea Utara sulit dilukiskan hanya dengan kata-kata. Namun dia melihat pembatasan akses pangan dan hiburan justru bisa dibaca sebagai tanda kelemahan rezim. “Jika mereka benar-benar percaya punya kendali penuh, mereka tak perlu menekan rakyat sebegitu kerasnya,” katanya.

    Meski demikian, solusi bagi persoalan HAM di Korea Utara tetap pelik. Ada yang menyarankan bantuan dari luar untuk menaikkan taraf hidup rakyat, sehingga rezim akan merasa “lebih aman”. Namun hubungan dagang dan keamanan Pyongyang yang makin erat dengan Rusia dan Cina menunjukkan arah sebaliknya: jalan otoritarian tetap jadi pilihan.

    Kim Eujin sendiri gamang, antara membantu rakyat Korut atau terus menekan rezim. Dia kecewa pada kebijakan pemerintah baru Korea Selatan yang menghentikan siaran radio ke Utara. “Siaran ini adalah salah satu cara langka bagi rakyat untuk mengetahui dunia luar,” katanya.

    “Saya khawatir, pemerintah akan mencoba menyelesaikan masalah dengan Korea Utara hanya dengan bersikap baik. Tapi itu artinya bersikap baik pada rezim, bukan pada rakyat.”

    Meski ada sedikit perbaikan, seperti berkurangnya kekerasan penjaga penjara dan aturan baru yang seolah memperkuat jaminan pengadilan adil, laporan PBB tetap menyimpulkan: kebebasan di Korea Utara bukan hanya terbelenggu, melainkan juga dijadikan alat represi.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Bukan Membatasi Kebebasan, Ternyata Ini Alasan Aturan Satu Orang Satu Akun Medsos

    Bukan Membatasi Kebebasan, Ternyata Ini Alasan Aturan Satu Orang Satu Akun Medsos

    JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital masih terus mengkaji wacana satu nomor telepon atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang hanya bisa digunakan untuk membuat satu akun medsos.

    Secara filosofis, Sekertaris Jenderal Komdigi, Ismail menyatakan bahwa wacana ini merupakan bentuk ikhtiar pemerintah untuk membuat ruang digital lebih sehat dan aman.

    “Ketika ada orang masuk di ruang digital, dia tidak lagi diketahui, dia bisa bersembunyi, ada kesempatan seperti itu. Nah mulailah kemudian menempatkan konten-konten atau kemudian mengisi atau melakukan sesuatu yang melanggar hukum,” kata Ismail dalam acara Ngopi Bareng Komdigi pada Jumat, 19 September.

    Dengan prinsip tersebut, Ismail berharap seluruh masyarakat Indonesia yang mengakses dan masuk ke ruang digital dapat menjadi dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan di media sosial.

    “Masalah akun tadi, masalah digital ID, recognize mungkin tidak hanya sekedar ngetik, tapi juga harus menampilkan wajah, sidik jari dan sebagainya. Ini kan tools-tools yang bisa digunakan untuk membuat ketika orang masuk di ruang digital itu bertanggung jawab. Filosofinya kira-kira seperti itu,” tambahnya.

    Namun, Ismail juga menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk membatasi kebebasan masyarakat untuk berkespresi dan memberikan pendapatnya di ruang digital.

    “Jadi bukan itu (membatasi), tapi bagaimana membuat ruang ini menjadi sehat, produktif, aman,” pungkas Ismail.

    Usulan ini pertama kali disampaikan oleh salah satu anggota DPR RI, Fraksi PKB, Oleh Soleh, pada Agustus 2025. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Google, YouTube, Meta, dan TikTok, Oleh mengusulkan untuk melarang penggunaan lebih dari satu akun (akun ganda) di media sosial.

    “Rekomendasi saya, Pimpinan, dan mohon dicatat Sekretariat, dalam Rancangan (UU) dimasukkan bahwasanya platform digital tidak boleh membuat akun ganda, saya minta ini. Hanya satu akun asli saja, tidak boleh satu orang memiliki akun ganda,” kata Oleh dalam rapat tersebut.

  • Paradoks Perawat Indonesia

    Paradoks Perawat Indonesia

    Jakarta

    Perawat memegang peranan yang penting dalam sistem kesehatan Indonesia, bukan hanya sebagai tenaga pendamping dokter, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memastikan pelayanan kesehatan berlangsung dengan manusiawi dan berkesinambungan. Keberadaan perawat di Indonesia tidak sekadar tentang jumlah, tetapi juga kualitas, dedikasi, dan pengakuan akan perannya sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan.

    Data Kementerian Kesehatan 2025 menunjukkan Indonesia membutuhkan sekitar 40.000-50.000 perawat baru setiap tahun, sedangkan lulusan perawat baru setiap tahun yang berhasil dicetak sekitar 60.000. Sepintas, angka ini menunjukkan “surplus”, tapi ada yang janggal dengan data statistik tersebut.

    Kilas Balik Profesi Perawat di Indonesia

    Sejarah profesi perawat Indonesia dimulai dari era kolonial Belanda. Perawat waktu itu difungsikan untuk melayani tuan-tuan Eropa dan rumah sakit militer. Pasca kemerdekaan, Indonesia mulai membangun sistem pendidikan keperawatan nasional melalui Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), yang kemudian berkembang ke jenjang diploma dan sarjana seiring modernisasi pada 1970-2000-an dan saat ini bahkan sudah ada spesialis dan jenjang doktoral.

    Pendirian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada 1974 dan pengesahan Undang-Undang Kesehatan serta Keperawatan membuat landasan perawat sebagai tenaga profesional semakin kuat.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan proporsi tenaga kesehatan di Indonesia masih jelas terlihat, meski perawat mendominasi dengan persentase 38,80% atau sejumlah 582.023 orang.

    Namun, laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dirangkum oleh William Russell pada tahun 2024 menunjukkan bahwa rasio perawat di Indonesia hanya 2,28 per 1.000 penduduk, padahal idealnya menurut WHO 4 per 1.000 penduduk, menempatkan Indonesia di peringkat keempat terendah di dunia.

    Berjuang Dalam Senyap

    Kita coba masuk lorong waktu ke tahun 2020, saat bencana biologis COVID-19 menerjang Indonesia, disinilah ketahanan infrastruktur kesehatan suatu negara diuji. Gelombang COVID-19 mengubah rumah sakit menjadi “gelanggang tempur”.

    Dokter dan perawat berguguran karena kelelahan dan terinfeksi, sementara pasien berjejal di lorong-lorong tanpa tempat tidur dan oksigen. Nakes terpaksa harus “memilih” siapa yang hidup atau mati akibat keterbatasan ventilator, sementara masyarakat panik berebut ambulans dan tabung oksigen.

    Di balik APD yang pengap, air mata perawat bercampur keringat demi memberi penghormatan terakhir bagi pasien tanpa keluarga yang boleh mendekat. Layanan kesehatan kolaps, dokter junior dipaksa handle ICU, perawat bekerja 24 jam nonstop, dan mayat-mayat dibungkus plastik menumpuk.

    Dalam momen heroik itu banyak dari kita (masyarakat) baru merasa terhubung ikatan emosionalnya dan terharu melihat betapa kerasnya perjuangan para perawat.

    Mereka seperti pahlawan tanpa tanda jasa terutama di saat negara sedang menghadapi krisis kesehatan. Namun, begitu pandemi mereda, kesadaran dan ikatan batin itu kembali mulai longgar dan goyah, profesi ini kembali mendapat stigma pahit sebagai profesi “kelas 2”.

    Surplus Perawat Yang Semu

    Pulau Jawa-Bali menyerap sekitar 70% perawat, sehingga distribusi secara nasional menjadi timpang. Banyak wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) mengalami “kekeringan” perawat. Akibatnya, fasilitas kesehatan di daerah terpencil mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kesehatan, di sisi lain di kota besar terjadi surplus.

    Dalam penelitian dari Ferry Efendi (2022) Indonesia menghadapi ketimpangan antara surplus dan defisit tenaga perawat. Kebijakan terkait jenjang pendidikan keperawatan, penempatan, dan remunerasi belum sepenuhnya optimal. Program Nusantara Sehat dan pengiriman perawat ke luar negeri masih berdampak minimalis

    Berkaca dari Negara Tetangga

    Indonesia butuh berkontemplasi sejenak, negara-negara tetangga (Asia), seperti Jepang, Taiwan, dan Thailand, yang menghadapi tantangan serupa tetapi memiliki cara berbeda dalam menanggulanginya.

    Menurut International Council of Nurses (ICN) dalam Asia Workforce Forum: highlights widening gap in global supply and demand of nurses menjelaskan bahwa Jepang, menghadapi peningkatan populasi lansia yang signifikan, mereka merespons tantangan ini dengan mengembangkan jalur karier berjenjang bagi perawat, mulai dari Registered Nurse (RN), Certified Nurse (CN), hingga Certified Nurse Specialist (CNS).

    Taiwan mengambil pendekatan berbeda. Mereka memiliki dua jalur pendidikan, yakni Technical and Vocational Education (TVE) dan General University Education (GUE). Sejak awal 2000-an, Taiwan bahkan mengembangkan program Nurse Practitioner (NP) untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis spesialis. Dengan pendekatan pada kurikulum internasional dan kemampuan berbahasa Inggris, perawat Taiwan kini sangat diminati di pasar internasional.

    Sementara itu, Thailand mensyaratkan pendidikan minimal Bachelor of Nursing Science (BSN) untuk perawatnya. Pemerintah Thailand secara aktif memberikan insentif khusus dan beasiswa agar perawat mau bertugas di daerah-daerah terpencil. Walaupun demikian, isu “brain drain” ke perkotaan masih menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana dengan Indonesia?

    Pentingnya “Merawat Perawat” Indonesia

    Dunia keperawatan Indonesia memiliki catatan kelam akan tindak korban kekerasan, mulai dari cacian, ancaman, pukulan, hingga pelecehan seksual. saat mengalami segala sesuatu yang tidak memuaskan maka perawat yang akan menjadi “samsak”. Berikut sebagian cuplikan kasus kekerasan terbaru yang dialami nakes perawat:

    Fakta Baru Kasus Pengeroyokan Perawat Saat Pertahankan Tabung Oksigen, 3 Pengeroyok Perawat Puskesmas di Bandar Lampung Mengaku Keluarga Pejabat Dinkes (Kompas, 2021), Perawat di ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari inisial EL dianiaya keluarga pasien yang meninggal dunia (Detik, 2023), Perawat dianiaya Keluarga Pasien Gara-gara Cabut Jarum Infus di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang (Kompas, 2021) hingga berita Perawat di Garut Dianiaya Keluarga Pasien COVID-19, Terekam CCTV hingga Kronologi (Kompas, 2021).

    Fenomena tidak mengenakkan ini seringkali dipicu oleh emosi keluarga pasien yang tidak terkendali atau mispersepsi terhadap layanan kesehatan. Dampaknya bukan hanya luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi seorang perawat. Data tersebut membuka mata kita bahwa dibalik megahnya rumah sakit ada pejuang kesehatan yang nasibnya memprihatinkan.

    Tantangan kian pelik saat masuk ke urusan dapur (kesejahteraan), masih banyak perawat berstatus honorer atau kontrak dengan gaji yang jauh di bawah standar, padahal tanggung jawab yang mereka pikul sama besarnya dengan para pegawai tetap. Baru-baru ini publik dihebohkan demonstrasi terkait Tunjangan Hari Raya (THR) Insentif 2025 nakes RSUP Sardjito yang hanya dibayar 30% (Kompas, 2025), ini menambah daftar panjang catatan kelam kesejahteraan profesi perawat

    Melihat fenomena yang terjadi, maka sudah waktunya Indonesia serius memperhatikan konsep “Merawat Perawat.” Ini bukan hanya sekedar slogan, tetapi memang kebutuhan mendesak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dengan jelas, jika kesejahteraan perawat ditingkatkan, angka kesalahan medis dan burnout dapat berkurang signifikan.

    Ketika seorang perawat diperlakukan dengan adil, jam kerjanya wajar, dan pendapatannya cukup, ia dapat bekerja lebih tenang dan fokus pada perawatan kesembuhan pasien dan diharapkan tidak akan ada lagi menemukan stigma “perawat galak/perawat judes”

    Refleksi dan Harapan

    Pemerintah sebagai regulator seyogyanya membuat perubahan kebijakan yang berkeadilan. Pertama pemerintah perlu memikirkan strategi insentif yang efektif bagi perawat yang rela bertugas di daerah 3T, beasiswa pendidikan lanjut yang terus digalakkan, serta fasilitas tempat tinggal layak, Kedua, penerapan jalur advanced practice nurse, sebagaimana di Jepang dan Taiwan, bisa memotivasi perawat untuk terus belajar dan naik tingkat pendidikan.

    Ketiga, standar gaji dan tunjangan yang pantas akan berdampak langsung pada kualitas hidup dan layanan yang mereka berikan, Keempat, inovasi layanan di tengah modernisasi praktik mandiri perawat di bidang tertentu, misalnya klinik luka, perawatan geriatrik, atau homecare. Di sinilah regulasi yang jelas soal kewenangan dan perlindungan hukum menjadi krusial.

    Dalam beberapa tahun terakhir, profesi keperawatan di Indonesia telah mengalami sejumlah kemajuan yang cukup membuat optimis. diantaranya adalah berdirinya Kolegium Keperawatan Indonesia, yang menjadi tonggak penting dalam upaya untuk memajukan profesi ini. Kolegium ini berperan sebagai wadah untuk mengembangkan standar pendidikan, praktik, dan penelitian di bidang keperawatan, serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan profesi perawat di Indonesia.

    Menanam pohon, tidak tumbuh dalam sehari, sehingga merawat profesi perawat butuh perjalanan maraton yang panjang dan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang terbaik. Maju terus perawat Indonesia.

    Yayu Nidaul Fithriyyah. Ahli di bidang keperawatan onkologi. Dosen Departemen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, UGM.

    (rdp/imk)