Video
Video: Top! Amazon Lanjut Investasi Rp 84 T ke Indonesia
News
2 jam yang lalu

Video
Video: Top! Amazon Lanjut Investasi Rp 84 T ke Indonesia
News
2 jam yang lalu

TRIBUNJAKARTA.COM – Kisah mengharukan seorang pejuang garis dua yang berusaha untuk mendapatkan momongan akhirnya terjawab.
Meski perjuangan untuk mendapatkan buah hati harus melalui banyak cercaan dan gunjingan orang.
Ia pun sempat pergi dari kampungnya di Bali.
Kisah itu diunggah oleh akun TikTok ary_kencana.
Dalam video yang diunggah, seorang perempuan tampak mencucurkan air mata sembari menggendong seorang bayi.
Ya, perempuan itu ialah seorang pejuang garis dua selama bertahun-tahun.
Sementara anak yang ditimangnya ialah sang buah hati yang dinanti-nanti akhirnya hadir di dunia.
Perempuan Bali itu kini menjadi seorang ibu yang penuh kasih terhadap anaknya yang tak mudah untuk diperolehnya.
Terungkap kisah pilu di balik perjuangan sang perempuan dan suaminya dalam mendapatkan momongan.
Perempuan itu sampai enggan pulang kampung karena takut dengan stigma negatif warga sekitar.
Ia dicap mandul alias tak bisa memiliki anak hingga dianggap lemah.
“4 tahun enggak berani pulang karena takut trauma dengar orang ngomongin dia dibilang bekung (mandul) dan sakit-sakitan,” tulis akun tersebut.
Namun, akhirnya tuhan menjawab keinginan pasangan suami istri itu.
Ia pulang dengan hati lega ke kampung sambil menggendong buah hati.
Pejuang garis dua itu pun sampai berurai air mata saat mencurahkan hatinya di depan umum.
“Sampai saya enggak mau pulang, dibilang bekung (mandul), sakit-sakitan.”
“Tapi tetap semangat, terutama bapak sama ibu yang selalu berusaha untuk selalu kuat,” ujar perempuan itu sembari terisak.
Namun, kisah perjuangan perempuan itu membuat keluarga dan saudaranya ikut terharu.
Mereka tersedu-sedu bahagia mendengar akhirnya perempuan itu dikaruniai seorang anak.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Video
Video: Sebulan Meluncur, Transaksi Qris Tap Tembus Rp 3,24 Miliar
News
2 jam yang lalu

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeklaim adanya pembicaraan tarif dengan Presiden China Xi Jinping. Namun, pernyataan ini segera dibantah oleh Kementerian Luar Negeri China, yang menegaskan bahwa tidak ada negosiasi tarif yang sedang berlangsung antara kedua negara.
Dalam wawancara dengan TIME Magazine yang diterbitkan pada Jumat (25/4/2025), Trump menyatakan bahwa ia telah berbicara dengan Xi mengenai tarif dan mengindikasikan bahwa kesepakatan dapat dicapai dalam beberapa minggu mendatang.
“Ada angka di mana mereka akan merasa nyaman,” ujar Trump. “Tapi Anda tidak bisa membiarkan mereka menghasilkan satu triliun dolar dari kita.”
Menanggapi klaim tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa tidak ada konsultasi atau negosiasi yang sedang berlangsung terkait tarif.
“Saya tidak mengetahui rincian spesifik dari rencana untuk melonggarkan tarif pada barang-barang AS,” kata Guo dalam konferensi pers pada Jumat. “Kami menekankan bahwa China dan AS tidak terlibat dalam diskusi terkait tarif pada tahap ini.”
Sehari sebelumnya, dia menyatakan hal serupa. “China dan Amerika Serikat belum pernah melakukan konsultasi atau negosiasi soal tarif, apalagi mencapai kesepakatan,” tegas Guo, sebagaimana dilansir Reuters. Ia bahkan menyebut klaim tentang adanya pembicaraan sebagai “berita palsu”.
Pernyataan Guo ini diperkuat oleh Kementerian Perdagangan China yang menekankan pentingnya “pemikiran skenario ekstrem” dalam menghadapi perang dagang dengan AS.
“Sangat penting untuk… meningkatkan pemikiran skenario ekstrem, dengan fokus kuat pada pencegahan dan penyebaran risiko perdagangan,” bunyi pernyataan dari kementerian tersebut.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China, He Yadong, sebelumnya mengatakan AS harus mencabut seluruh tindakan tarif sepihak terhadap China.
Pernyataan ini muncul bersamaan dengan klarifikasi tegas bahwa tidak pernah ada negosiasi tarif dengan Washington, meskipun klaim sebaliknya berkali-kali disampaikan oleh pihak AS.
“Jika Amerika Serikat benar-benar ingin menyelesaikan persoalan perdagangan ini, maka mereka harus mencabut seluruh tindakan tarif sepihak terhadap China,” katanya, dilansir Reuters.
Ia menambahkan dengan peribahasa klasik, “Orang yang mengikat lonceng, haruslah pula yang melepasnya.”
Pernyataan dari He Yadong ini merupakan penegasan dari sikap China yang membantah adanya perundingan apapun dengan pihak AS. Hal ini kontras dengan pernyataan berulang dari Presiden Trump yang mengatakan bahwa telah terjadi “kontak langsung” antara kedua negara.
(luc/luc)

Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Kepolisian Perairan atau Dirpolair berhasil mengungkap 72 kasus tindak pidana penangkapan ikan yang merusak lingkungan dan merugikan negara, Nilainya mencapai Rp 49,4 Miliar pada periode Februari-Maret 2025.
Selengkapnya saksikan di Program Nation Hub CNBC Indonesia, Jumat (25/04/2025).

HOME
MARKET
MY MONEY
NEWS
TECH
LIFESTYLE
SHARIA
ENTREPRENEUR
CUAP CUAP CUAN
CNBC TV
Loading…
`
$(‘#loaderAuth’).remove()
const dcUrl=”https://connect.detik.com/dashboard/”;
if (data.is_login) {
$(‘#connectDetikAvatar’).html(`
`);
$(‘#UserMenu’).append(`
${prefix}
My Profile
Logout
${suffix}
`);
$(“#alloCardIframe”).iFrameResize();
} else {
prefix = “
$(‘#connectDetikAvatar’).html(`
`);
$(‘#UserMenu’).append(`
${prefix}
REGISTER
LOGIN
${suffix}
`);
}
}

Video
Video: Mendagri Dorong Kajian Untung Rugi Pilkada Dipilih DPRD
News
3 jam yang lalu

Jakarta, CNBC Indonesia – China dilaporkan mulai mengancam perusahaan Korea Selatan (Korsel) atas ekspor ke Amerika Serikat (AS) yang mengandung logam penting dari China. Situasi ini dilaporkan oleh media Negeri Ginseng.
The Korean Economic Daily pada Selasa (22/4/2025) melaporkan bahwa pemerintah China memerintahkan setidaknya dua produsen transformator Korsel untuk menghentikan ekspor peralatan listrik yang mengandung logam tanah jarang berat – yang bersumber dari China – ke militer AS atau kontraktornya.
Surat tersebut dilaporkan memperingatkan bahwa kegagalan untuk mematuhi dapat mengakibatkan tindakan regulasi, termasuk sanksi.
Menurut seorang pejabat pemerintah Korsel yang dikutip oleh surat kabar tersebut, perusahaan-perusahaan di industri kendaraan listrik, layar, baterai, perangkat medis, dan kedirgantaraan telah menerima pemberitahuan serupa.
“Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan AS yang akan menghadapi larangan ekspor Beijing di samping tarif balasannya sebagai tanggapan atas bea masuk Washington, konglomerat besar Korea yang memimpin ekspor negara itu dapat mengalami pukulan yang lebih besar,” kata Han Ah-reum, peneliti di Asosiasi Perdagangan Internasional Korea, mengatakan kepada The Korean Economic Daily.
Laporan tersebut, yang belum diverifikasi secara independen, akan menandai pertama kalinya China secara resmi menargetkan negara ketiga dalam sengketa dagangnya dengan AS.
“Barang-barang yang relevan memiliki sifat penggunaan ganda, dan merupakan praktik internasional yang umum untuk memberlakukan kontrol ekspor terhadap barang-barang tersebut,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan kepada wartawan pada 4 April.
“Sebagai negara besar yang bertanggung jawab, langkah tersebut mencerminkan posisi konsistennya untuk menjaga perdamaian dunia dan stabilitas regional dengan tegas,” ujar jubir tersebut.
Hubungan China-Korsel sendiri menghadapi hambatan baru di tengah kekhawatiran Seoul bahwa instalasi China di Laut Kuning mungkin merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas untuk menegaskan klaim teritorial. Beijing menegaskan bahwa struktur tersebut hanya ditujukan untuk akuakultur.
Jika Beijing-mitra dagang utama Seoul-bergerak untuk lebih meningkatkan pengaruh ekonominya, hal itu dapat berdampak serius pada ekonomi tetangganya yang didorong oleh ekspor.
Sementara itu, China telah berupaya menggalang dukungan internasional untuk melawan kebijakan perdagangan proteksionis Presiden AS Donald Trump, dengan memposisikan dirinya sebagai alternatif yang bertanggung jawab dan stabil bagi Amerika Serikat.
Minggu lalu, Presiden China Xi Jinping memulai perjalanan singkat ke Asia Tenggara untuk memperkuat pengaruh China di kawasan tersebut. Pada Selasa, media Jepang melaporkan bahwa Perdana Menteri Fumio Kishida menerima surat dari Perdana Menteri China Nomor 2 Li Qiang, yang mendesaknya untuk bergabung dengan Beijing dalam menentang proteksionisme.
(tfa)