Monang, perwakilan DLH DKI Jakarta, memaparkan persoalan pengelolaan sampah di Jakarta.
“Dengan jumlah penduduk lebih dari 11 juta jiwa, ada 3,6 juta kepala keluarga, 2.741 RW, dan 30.894 RW, menghasilkan 8600 ton sampah per hari. Dengan menangani itu, kami hanya punya 1000-an pendamping,” jelas Monang.
Menurutnya, meskipun pengelolaan sampah Jakarta sudah menekankan pemilahan sampah di rumah tangga, tetapi partisipasi warga masih kurang. Di Jakarta, ada 3356 unit bank sampah yang terdaftar dengan 140 nasabah.
Sementara itu, Direktur Utama Perusda Pasar Jaya Agus Himawan menyampaikan soal penanganan sampah di pasar-pasar yang di bawah naungan Perumda.
“Kita menaungi 150 pasar dengan produksi sampah 500 ton per hari. Dalam hitungan produksi sampah pasar itu, ada juga sampah dari warga sekitar,” katanya.
Menurutnya, Perumda Pasar Jaya sedang memulai kebijakan baru pengelolaan sampah, yaitu mendirikan pusat pengelolaan sampah mandiri. Dengan konsep baru ini, masalah sampah di pasar akan diselesaikan di tempat.
“Kita sudah menyelesaikan pusat pengelolaan sampah mandiri di Pasar Induk Kramat Jati, yang memproduksi 200 ton sampah per hari atau hampir 50 persen sampah pasar di Jakarta,” jelasnya.
Dalam diskusi itu, Ketua KSM Sahabat Lingkungan, Hendro Wibowo, juga berbagai pengalaman soal pengelolaan sampah berbasis warga atau komunitas.
Menurut Hendro, pihaknya menyampaikan empat paradigma pengelolaan sampah, yaitu ekologi, ekonomi kreatif, edukasi, dan punishment and reward. Kata dia, mengedukasi warga agar punya kesadaran memilah dan mengolah sampah memang butuh waktu lama.
“Fukuoka di Jepang itu butuh 90 tahun. Makanya, edukasi sampah itu harus disertai dukungan pemerintah dalam bentuk politik kebijakan dan anggaran,” jelasnya.
FGD ini menghasilkan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi yang nantinya akan digodok agar menjadi roadmap pengelolaan sampah di Jakarta.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5011844/original/052279000_1732003394-20241119-Pembersihan_Sampah-MER_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)