JABAR EKSPRES – Dewan Pengupahan Kabupaten Bandung Barat (KBB) telah melakukan survei standar Kebutuhan Hidup Layak atau KHL jelang penetapan upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2025.
Hal ini dilakukan menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang 21 norma hukum dalam UU Cipta Kerja yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk soal upah minimum.
Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industri dan Syarat Kerja, pada Dinas Tenaga Kerja KBB, Heni Asfahani mengatakan, dengan rampungnya hasil survei KHL, Dewan Pengupahan tidak lagi susah payah menetapkan standar kebutuhan layak bagi para pekerja.
BACA JUGA: IJTI Pusat Tegaskan Tindak Oknum Wartawan Pemeras
“Dari tahun ke tahun proses penetapan UMK, komponen KHL ini selalu diminta ada oleh unsur serikat pekerja. Apalagi tahun ini ada putusan MK. Untungnya kemarin survei KHL sudah kita lakukan, jadi kalau regulasi mewajibkan harus pakai kami tinggal masukan,” Heni saat dihubungi, Sabtu (16/11/2024).
Menurutnya, survei KHL oleh Dewan Pengupahan KBB dilaksanakan tanggal 19 september 2024. Lokasi survei ini dilaksanakan di tiga pasar yakni Pasar Panorama Lembang, Pasar Batujajar, dan Pasar Padalarang. Dengan hasil rincian Rp.4.380.802,11 di Pasar Lembang, Pasar Batujajar Rp.4.481.611,32, dan Pasar Padalarang Rp.4.544.660.
“Apabila komponen KHL mesti dimasukkan dalam formulasi penghitungan UMK 2025, Dewan Pengupahan tinggal memakai hasilnya,” katanya.
BACA JUGA: Inilah Alasan Aplikasi DBC Masih Bertahan, Benarkah Masih Terbukti Aman?
“Dari hasil survei ini, disepakati Dewan Pengupahan dari unsur pemerintah dan pekerja, dan diketahui unsur pengusaha, pada tanggal 27 September 2024 sebesar 4.469.027,81,” sambungnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Salah satu poin di dalam putusan perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut adalah perihal upah.
UU Ciptaker melenyapkan penjelasan mengenai komponen hidup layak pada pasal soal penghasilan/upah yang sebelumnya diatur UU Ketenagakerjaan.
BACA JUGA: Utang Warga Jabar Capai Rp18,6 Triliun Akibat Pinjol dan Judol, Pengamat Soroti Langkah Pemerintah
“Berkenaan dengan norma baru tersebut, menurut Mahkamah tetap diperlukan adanya penjelasan maksud ‘penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ karena penjelasan tersebut merupakan bagian penting dalam pengupahan,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan.