Bisnis.com, SEMARANG – TPK Semarang tengah gencar melakukan upaya mewujudkan green port dengan penggunaan alat yang minim emisi karbon. Sebagian besar alat operasional TPK Semarang kini tak lagi bergantung pada bahan bakar minyak.
Terminal Head TPK Semarang I Nyoman Sutrisna, menerangkan saat ini terminal mengoperasikan 6 unit quay container crane (QCC), sebanyak 20 automated rubber tyred gantry (ARTG) crane, dan 7 rubber tyred gantry (RTG).
Sebagian besar alat tersebut dioperasikan menggunakan tenaga listrik. Hanya 7 unit RTG yang saat ini masih menggunakan bahan bakar minyak dan saat ini sedang proses menuju konversi ke tenaga listrik.
“Pengurangan emisi karbon di area terminal menjadi salah satu prioritas kami, karena selama ini pelabuhan masih sering dianggap sebagai sumber polusi,” katanya saat ditemui tim Jelajah Pelabuhan dan Logistik 2025 Bisnis Indonesia, Rabu (1/10/2025).
Nyoman menerangkan, upaya peralihan ke sumber energi listrik oleh TPK Semarang juga telah terbukti mampu menekan biaya produksi dibandingkan penggunaan energi fosil. Elektrifikasi alat selain menjadikan area terminal lebih bersih juga memberikan dampak positif pada kinerja perusahaan.
“Untuk 1 unit RTG misalnya, konversi bbm ke tenaga listrik bisa menghemat kurang lebih sekitar Rp1 miliar per tahun dan pengurangan emisi sekitar 130.483 CO2eq,” tegasnya.
Hal lain yang dilakukan TPK Semarang untuk mengurangi emisi karbon adalah dengan membangun waiting area bagi truk eksternal yang akan melakukan kegiatan pengiriman (delivery) maupun penerimaan (receiving) peti kemas. Sebelum adanya waiting area, sering terjadi penumpukan truk eksternal yang antre layanan di lapangan penumpukan. Akibatnya emisi di terminal menjadi meningkat lantaran mesin truk tetap menyala.
Nyoman menegaskan, melalui waiting area yang mulai beroperasi sejak April 2025 lalu, kini para pengguna jasa tidak lagi harus mengantre dan menghidupkan kendaraannya secara terus menerus. Melainkan, para pengguna jasa akan mendapatkan informasi mengenai jadwal pengambilan barang melalui sistem di waiting area.
“Dengan waiting area kami harapkan ada penurunan emisi karbon. Kalau dulu driver menunggu di blok, kan pasti nyala mesinnya. Kalau di waiting area kita harapkan dia menunggu, jadi mesinnya enggak nyala,” katanya.
Dengan begitu, upaya mengurangi emisi karbon tidak hanya dilakukan oleh internal TPK Semarang, tetapi juga berupaya untuk mengajak lebih banyak stakeholder eksternal untuk melakukan hal yang sama.
“Green port saat ini menjadi isu global, sehingga kami sebagai bagian dari PT Pelindo Terminal Petikemas telah memiliki serangkaian program untuk mendukung terwujudnya pelabuhan yang ramah lingkungan,” tegasnya.
