Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Jangan Remehkan AMR, Biaya Berobat Jadi Mahal, Risiko Kematian pun Meningkat – Halaman all

Jangan Remehkan AMR, Biaya Berobat Jadi Mahal, Risiko Kematian pun Meningkat – Halaman all

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Lucia Rizka Andalucia mengimbau masyarakat tidak meremehkan bahaya dari resistensi antimikroba (AMR). 

Karena, AMR ini bisa membuat biaya pengobatan menjadi lebih mahal. Lalu tingkat mortalitas atau kematian juga jadi meningkat. 

“Karena kalau tidak mempunyai obat yang ini, dia harus tambah lagi dengan obat yang lebih mahal lagi. Masa rawatnya menjadi lebih panjang karena dia tidak sembuh-sembuh. Atau, mohon maaf, berujung pada kematian mortalitasnya juga akan meningkat,” ungkapnya pada siaran Kementerian Kesehatan, di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Sebagai informasi, resistensi antimikroba adalah kondisi ketika bakteri menjadi kebal akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat. 

Terkait AMR ini, Rizka juga mengingatkan akan bahaya lain di waktu mendatang karena resisten antimikroba ini. 

Dikhawatirkan jika tanpa penanggulangan yang tegas, pada tahun 2050 angka kematian akan meningkat menjadi ratusan juta orang. 

“Nanti bisa-bisa generasi kita diserang bakteri yang tidak ada obatnya sama sekali. Jangan sampai ya,” imbuhnya. 

Lebih lanjut Rizka menggambarkan bentuk penyalahgunaan obat antibiotik hingga menyebabkan resistensi antimikroba. 

Di antaranya, masyarakat terkadang sembarangan mengonsumsi obat antibiotik, tanpa memastikan sebelumnya.

Apakah penyakit yang dialami memang benar-benar membutuhkan antibiotik. 

“Kadang-kadang masyarakat tidak tahu bahwa obat yang dikonsumsi itu adalah jenis antibiotik. Membuat orang itu mengkonsumsinya sembarangan,” papar Rizka. 

Selain itu penggunaan obat antibiotik juga dilakukan dengan cara membeli sendiri tanpa ada resep dokter di apotek. 

Atau, walau sudah mendapatkan obat dari resep dokter, masyarakat masih keliru saat mengonsumsi antibiotik. 

“Sudah benar dapat resep dokter menggunakan antibiotik tiga hari harus diminum misalnya. Hari kedua sudah sembuh, tidak diteruskan, tidak dihabiskan sudah merasa enak,” imbuh Rizka. 

Bahkan, kadang-kadang ada yang membagikan obat ke tetangga atau saudara karena mengira penyakit yang diderita sama. 

Padahal tindakan ini tidak diperbolehkan, karena belum tentu bakteri yang menyebabkan infeksi itu sama dengan orang lain. 

“Antibiotik sendiri dalam regulasinya digolongkan sebagai obat keras. Harus didapatkan dengan resep dokter. Tidak boleh tanpa resep dokter,” pungkasnya.