Jaksa KPK Bongkar Chat Akuntan, Cerita ke Suami soal Keuntungan KSU ASDP Kecil Nasional 31 Juli 2025

Jaksa KPK Bongkar Chat Akuntan, Cerita ke Suami soal Keuntungan KSU ASDP Kecil
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

Jaksa KPK Bongkar Chat Akuntan, Cerita ke Suami soal Keuntungan KSU ASDP Kecil
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) membongkar percakapan eks Vice President bidang Akuntansi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Evi Dwi Yanti, dalam sidang kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara, Kamis (31/7/2025).
Dalam percakapan tersebut, Evi menjelaskan kepada suaminya yang berdinas di Kementerian Perhubungan bahwa kantornya akan menjalin kerja sama dengan perusahaan pelayaran swasta meski keuntungannya kecil.
“Keuntungannya kecil, tapi ada kepentingan beberapa direktur supaya pencatatan sesuai kemauan mereka. Pusing,” kata jaksa KPK membacakan percakapan itu di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
“Ibu bilang seperti ini?” tanya jaksa KPK.
Evi membenarkan adanya percakapan terkait KSU, tetapi  persoalan pencatatan keuangan sesuai keinginan direksi tidak terkait PT JN.
Evi menurutkan, persoalan itu terkait permintaan atasannya yang meminta mengkondisikan laporan hasil kerja sama penjualan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Ketapang.
Jaksa KPK lantas mendalami apa maksud Evi yang menyebut keuntungan KSU itu kecil.
Evi menjelaskan, KSU itu kecil karena menggunakan skema
revenue sharing
.
“Itu kan hanya 4,2 persen. Masih kecil lah melihat dari pendapatan ASDP yang sebenarnya sudah cukup besar,” tuturnya.
Meski demikian, dalam persidangan, ketika dicecar kuasa hukum terdakwa, saksi yang dihadirkan menyebut pendapatan PT ASDP meningkat setelah akuisisi.
Terpisah, kuasa hukum tiga terdakwa, yakni eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, Soesilo Aribowo mengatakan, persoalan yang paling penting dalam persidangan adalah apakah KSU dan akuisisi itu merugikan negara.
Adapun KSU, kata dia, hanya bagian kecil dalam konstruksi kasus yang didakwakan jaksa KPK.
“Yang paling penting apakah dengan KSU ini merugikan ASDP, itu kan yang penting,” tutur Soesilo.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.