TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei sebagai tersangka baru kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, alhasil terungkap peran dari Syafei dalam kasus yang turut melibatkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Djuyamto dan kawan-kawan itu.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, Syafei diketahui berperan menyediakan uang kepada pengacara tiga korporasi CPO, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Qohar mengatakan fakta itu diperoleh bermula dari adanya pertemuan antara Arianto dengan tersangka Wahyu Gunawan yang merupakan panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kata Qohar, Wahyu menyampaikan pada Arianto yang mengharuskan agar perkara minyak goreng atau CPO itu diurus.
“Jika tidak, putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan Penuntut umum,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Selasa (15/4/2025).
Masih dalam pertemuan tersebut, Wahyu lanjut Qohar juga menyampaikan pada Arianto untuk segera menyiapkan biaya kepengurusan perkara tersebut.
Atas permintaan dari Wahyu itu, Arianto lantas menyampaikan hasil pertemuannya kepada Marcella Santoso yang kemudian ditindaklanjuti dengan bertemu Syafei.
Qohar menjelaskan, pertemuan antara Marcella dan Syafei terjadi di rumah makan Daun Muda di Jalan Walter Mongonsidi, Jakarta Selatan.
“MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dimana saat itu WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” jelas Qohar.
Setelah mendapat informasi dari Marcella, Syafei pun mengatakan bahwa telah dibentuk tim yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut.
Selang dua pekan, Ariyanto kemudian kembali dihubungi oleh Wahyu Gunawan. Saat itu Wahyu menekankan pada Arianto agar perkara tersebut segera diurus.
Usai memperoleh informasi itu, Arianto lantas kembali menyampaikannya kepada Marcella Santoso.
“Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi,” ucapnya.
“Dan saat itu MSY memberitahukan atau mengatakan bahwa biaya yang disediakan korporasi sebesar Rp 20 miliar,” katanya.
Berdasarkan hasil pertemuan dengan Syafei, Marcella kemudian menggelar pertemuan dengan Arianto, Wahyu dan tersangka sekaligus mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta di Rumah Makan Layer Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu Arif Nuryanta mengultimatum Marcella dan Arianto bahwa perkara minyak goreng tersebut tidak bisa diputus bebas.
“Tetapi bisa diputus Onslag dan yang bersangkutan dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan jadi tiga sehingga jumlah totalnya Rp 60 miliar,” ujar Qohar.
Setelah pertemuan tersebut, Wahyu Gunawan menyampaikan lagi kepada Arianto untuk segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar seperti yang diminta Arif.
Arianto kemudian menyampaikan kepada Marcella dan lalu dilanjutkan lagi kepada Syafei.Saat Marcella menghubungi Syafei, pegawai Wilmar Group itu pun menyanggupi dan akan menyiapkan uang tersebut dalam bentuk dollar Amerika Serikat (USD) atau Dollar Singapura (SGD).
Syafei kemudian menghubungi Marcella dan menyatakan bahwa uang suap tersebut telah siap untuk diantar.
“Selanjutnya MS memberikan nomor Hp AR ke MSY untuk pelaksanaan penyerahan. Setelah ada komunikasi antara AR dan MSY, kemudian AR bertemu dengan MSY diperkirakan SCBD dan selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada AR,” jelasnya.
KASUS SUAP – Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Ia menyampaikan pihaknya kembali menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO. (Tangkap layar kanal YouTube KEJAKSAAN RI)
Usai menerima uang dari Syafei, Arianto langsung mengantarkannya ke rumah Wahyu Gunawan di Cluster Ebonny Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Setelah menerima uang, Wahyu lantas menyerahkannya kepada Arif Nuryanta dan ia mendapat jatah sebesar 50.000 USD atau setara Rp 800 juta (kurs rupiah saat ini).
“Kemudian berdasarkan keterangan saksi dan dokumen baik yang diperoleh hari ini maupun dua hari lalu, penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” jelas Qohar.
Untuk informasi, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.
Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.
Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari.
Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut.
Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.
“Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” tuturnya.
Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.
“Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.
Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar. (*)