TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel pada Minggu (15/12/2024) mengumumkan keputusan untuk melanjutkan ekspansi pemukiman di Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Tujuannya adalah menggandakan jumlah populasi Israel di wilayah tersebut, Al Mayadeen melaporkan.
Rencana ini disetujui oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
Netanyahu menyatakan bahwa memperkuat keberadaan Israel di Golan adalah langkah penting untuk memperkuat negara, terutama di tengah ketegangan yang terus berkembang di Suriah.
“Kami akan terus mempertahankannya, membuatnya berkembang, dan menetap di sana,” ujar Netanyahu dalam sebuah pernyataan resmi.
Dia juga menekankan bahwa Israel tidak berniat terlibat dalam konfrontasi langsung dengan Suriah, namun tetap berkomitmen untuk menjaga keamanan wilayah tersebut.
Dataran Tinggi Golan, yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Suriah, telah diduduki Israel sejak Perang Enam Hari pada 1967 dan dianeksasi pada 1981, meskipun langkah ini tidak diakui oleh masyarakat internasional.
Netanyahu menyebutkan bahwa keberadaan pasukan Israel di wilayah tersebut memastikan keamanan negara dan merupakan bagian dari kedaulatan Israel.
Israel berencana memperluas pemukiman dengan mendirikan lebih banyak permukiman baru serta meningkatkan jumlah populasi Israel di Golan.
Langkah ini dianggap sebagai bagian dari upaya Israel untuk memperkuat klaimnya atas wilayah tersebut, meskipun banyak negara, termasuk Suriah, menganggapnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Israel Lanjutkan Pendudukan
Pasukan Israel juga dilaporkan memperluas pendudukannya di pedesaan Quneitra dan wilayah Suriah selatan lainnya.
Koresponden Al Mayadeen menginformasikan bahwa pasukan Israel telah menguasai beberapa desa baru, termasuk sumber air penting di Cekungan al-Yarmouk, serta bergerak maju menuju kota el-Maalgah.
Keberadaan pasukan Israel kini semakin dekat dengan jalan raya internasional yang menghubungkan Damaskus dengan Beirut, yang memperbesar potensi ketegangan di kawasan tersebut.
Selain itu, Israel juga melakukan serangan udara di Suriah, dengan tujuan menghancurkan fasilitas militer dan senjata strategis yang dituding dapat digunakan oleh kelompok pemberontak untuk menyerang Israel.
Dalam beberapa hari terakhir, Israel mengklaim telah menghancurkan lebih dari 90 persen sistem pertahanan udara Suriah.
Meskipun ada ketegangan yang semakin meningkat, kepala pemerintahan Suriah, Ahmad al-Sharaa, menegaskan bahwa negara tersebut tidak ingin terlibat dalam konfrontasi langsung dengan Israel.
Namun, ia juga menyatakan bahwa Suriah akan terus berjuang untuk memulihkan kedaulatannya atas Dataran Tinggi Golan.
Kecaman Internasional
Rencana ekspansi pemukiman ini langsung menuai kecaman dari negara-negara Arab dan komunitas internasional.
Kementerian Luar Negeri Yaman mengutuk langkah Israel dan menyatakan solidaritas dengan Suriah dalam menghadapi “agresi Zionis.”
Arab Saudi mengecam rencana ini sebagai bagian dari “sabotase” terhadap upaya pemulihan stabilitas di Suriah.
Uni Emirat Arab (UEA) dan Irak juga mengungkapkan penentangannya terhadap langkah tersebut, dengan menegaskan kembali dukungan mereka terhadap hak Suriah untuk memulihkan kedaulatan atas wilayah Dataran Tinggi Golan yang dicaplok.
Dampak Geopolitik
Langkah ini semakin memperburuk ketegangan antara Israel dan Suriah, serta menambah kompleksitas dalam hubungan Israel dengan negara-negara tetangganya.
Ekspansi permukiman ini juga dipandang sebagai bagian dari upaya Israel untuk memantapkan pengaruhnya di wilayah yang sangat strategis tersebut, yang memiliki nilai strategis baik secara militer maupun sumber daya alam.
Rencana ekspansi pemukiman ini mencerminkan kebijakan Israel yang terus mempertahankan klaim atas wilayah yang telah dicaploknya, meskipun mendapat kecaman keras dari komunitas internasional yang menilai langkah tersebut melanggar hukum internasional dan resolusi PBB.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)