TRIBUNNEWS.COM – Israel dilaporkan mulai menjalankan rencana pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza.
Menteri Dalam Negeri Israel Moshe Arbel pada hari Senin, (7/4/2025), mengatakan penerbangan untuk pemindahan warga Gaza sudah dibuka di Bandara Ramon.
Menurut dia, sudah ada 16 penerbangan yang membawa warga Palestina keluar dari Gaza. Penerbangan itu diduga merupakan upaya yang didukung pemerintah Israel untuk memindahkan paksa warga Gaza.
“Saya bisa berkata bahwa penerbangan ini mungkin sekali akan meningkat pada periode mendatanga,” kata Arbel dikutip dari The New Arab.
Arbel tidak merinci ukuran atau kapasitas “pesawat deportasi itu”, jumlah penumpang dari Gaza, dan negara tujuan.
Pernyataan pejabat tinggi Israel itu merupakan sinyal terbaru tentang keinginan Israel untuk memindahkan warga Gaza.
Israel mengklaim rencananya sebagai “migrasi sukarela” warga Gaza. Namun, organisasi HAM mengecamnya sebagai upaya pemindahan paksa dan pembersihan etnis.
GAZA HANCUR – Foto yang diambil dari kantor berita Wafa tanggal 6 Maret 2025 memperlihatkan bangunan-bangunan di Jalur Gaza hancur karena serangan Israel. Mesir mengusulkan rencana pembangunan kembali Gaza. (Wafa)
Arbel ditanya apakah usul pemindahan yang pertama kali disampaikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump itu bakal sukses.
Dia menjawab, “Kami menyediakan layanan untuk Koordinator Aktivitas Pemerintah di Wilayah dan Kementerian Pertahanan.”
“Kami menyediakan peralatan untuk menjalankan misi ini.”
Arbel mengklaim ada pergerakan signifikan di antara orang-orang di Gaza yang ingin hidup dan membesarkan anak mereka dalam kedamaian.
Di samping itu, dia menyebut ada keinginan kuat warga Gaza untuk pergi ke Eropa dan negara-negara lain.
Menurutnya, Israel kini bekerja sama dengan otoritas perbatasan dan otoritas di Tepi Barat untuk mengurus perlintasan aman dari Gaza ke Bandara Ramon. Negara ketiga, terutama yang ada di Eropa, akan mengambil alih transportasi udara.
Narasumber dari organisasi HAM Israel menduga banyak dari penumpang pesawat itu punya kewarganegaraan ganda.
Pekan lalu surat kabar sayap kiri di Israel, Haaretz, mengatakan ada tokoh politik senior yang mendamping Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke Hungaria. Pejabat itu mengonfirmasi bahwa Israel aktif berunding dengan lebih dari satu negara agar bersedia menerima warga Gaza.
“Israel sangat serius dalam menerapkan rencana Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke negara lain,” kata narasumber Haaretz itu.
Dia mengatakan beberapa negara pada dasarnya sudah sepakat, tetapi meminta imbalan strategis, tidak hanya uang.
“Prioritas kami adalah menyelamatkan sandera, melenyapkan Hamas, dan menciptakan peluang yang nyata untuk pemindahan sukarela,” ujarnya.
Dia mengklaim jajak pendapat yang dilakukan sebelum perang menunjukkan 60 persen warga Gaza ingin meninggalkan tanah Palestina itu.
“Kita berbicara mengenai lebih dari sejuta orang.”
WARGA GAZA BUKBER – Foto merupakan tangkap layar dari YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Minggu (2/3/2025), menunjukkan momen warga Gaza berbuka puasa di tengah reruntuhan. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)
Trump dan Netanyahu bahas cara pindahkan warga Gaza
Trump dan Netanyahu dilaporkan membahas pemindahan warga Gaza ketika PM Israel itu berkunjung ke Gedung Putih.
Mereka mendiskusikan negara-negara yang mungkin bisa menerima kedatangan warga Gaza.
Dalam pertemuan itu Trump mengaku ingin melihat perang di Gaza berhenti. Dia juga mengklaim perang itu akan selesai dalam waktu dekat.
Sementara itu, seorang pakar politik Palestina-Amerika bernama Omar Baddar mengkritik rencana Trump dan Netanyahu.
Menurut Baddar, pertemuan Trump dengan Netanyahu merupakan hal yang “sangat tercela”. Pertemuan itu menunjukkan bahwa Israel bagi AS adalah sebuah negara yang “berada di atas hukum”.
Dia mengecam Trump dan Netanyahu karena membuat Gaza “tak bisa ditinggali”.
“Mereka mengenai Gaza yang menjadi tempat berbahaya, tetapi Gaza hanya berbahaya karena mereka bersikeras mengebom dan menghancurkannya, membuatnya tak cocok untuk kehidupan manusia,” katanya dikutip dari Al Jazeera.
Adapun Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi sudah menggelar pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Raja Yordania Abdullah untuk membahas situasi parah di Gaza.
Mereka menolak pemindahan paksa warga Palestina dari tanah air mereka dan pencaplokan wilayah Palestina.