TRIBUNNEWS.COM – Serangan udara terbaru Israel di Gaza kembali memicu kemarahan internasional.
Jet-jet tempur Israel mengebom tiga sekolah yang digunakan sebagai tempat pengungsian warga sipil Palestina.
Dilaporkan Al Jazeera, sedikitnya 33 orang tewas dalam serangan itu, termasuk 18 anak-anak.
Sekolah-sekolah tersebut menjadi tempat berlindung bagi ratusan keluarga yang mengungsi dari wilayah konflik.
Pada saat yang sama, pasukan Israel juga menargetkan sebuah rumah di tenggara Khan Yunis, menewaskan sedikitnya 10 orang.
Jet tempur Israel turut menghancurkan pabrik desalinasi air di sebelah timur Kota Gaza, merusak infrastruktur penting bagi penduduk yang telah terkepung selama berbulan-bulan.
Sementara itu, dua warga Palestina ditembak mati dalam serangan terpisah di Kota Jenin dan Desa Husan, Tepi Barat yang diduduki.
Agresi Israel juga menjalar ke wilayah Lebanon.
Pesawat nirawak mereka membom sebuah apartemen di pelabuhan Sidon dan menewaskan tiga orang.
Dalam dua minggu terakhir, Israel telah membunuh lebih dari 1.000 warga sipil di Gaza.
Tentara Israel mengumumkan perluasan serangan darat, dengan tujuan merebut wilayah baru untuk dijadikan “zona penyangga”.
Menurut laporan terbaru Kementerian Kesehatan Gaza, jumlah korban tewas akibat agresi Israel sejak Oktober 2023 telah mencapai 50.609 orang.
Sebanyak 287 orang terluka hanya dalam 24 jam terakhir, menjadikan total korban luka menjadi 115.063.
Banyak korban diyakini masih terkubur di bawah reruntuhan karena tim penyelamat kesulitan menjangkau lokasi serangan.
Klinik milik UNRWA di Jabalia juga hancur total setelah menjadi target serangan udara Israel, padahal klinik tersebut merupakan tempat pengungsian warga sipil, Reuters melaporkan.
Sejak Israel melanjutkan operasi besar-besaran pada 18 Maret, tercatat 1.249 warga Palestina tewas dan 3.022 lainnya terluka.
Krisis Anak Yatim Terbesar dalam Sejarah Modern
Biro Statistik Pusat Palestina mengungkapkan bahwa lebih dari 39.000 anak di Gaza kini menjadi yatim, dengan sekitar 17.000 anak kehilangan kedua orang tua mereka.
Krisis ini disebut sebagai bencana anak yatim terbesar dalam sejarah modern.
Kondisi semakin buruk akibat penggusuran paksa terhadap lebih dari dua juta penduduk Gaza oleh militer Israel.
Pada November lalu, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Jerman menyerukan kembalinya gencatan senjata dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Namun, sikap ini dinilai kontradiktif.
Jerman sebelumnya memberikan suara menolak resolusi Dewan HAM PBB yang menyerukan gencatan senjata, pembebasan tahanan, dan pencabutan blokade.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)