Ironi Jaksa Azam, Uang Hasil Korupsi Disebut Rezeki, Dipakai untuk Umrah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dengan raut kecewa,
Azam Akhmad Akhsya
buru-buru meninggalkan ruang sidang Wirjono II di
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).
Azam merupakan jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar).
Riwayatnya menjadi satu ironi penegakan hukum di tanah air.
Majelis Hakim baru saja menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan untuk
jaksa Azam
.
Ia dinilai terbukti melakukan
korupsi
dengan memeras korban
investasi bodong
Robot Trading Fahrenheit melalui pengacaranya senilai Rp 11,7 miliar.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” kata Ketua Majelis Hakim Sunoto.
Hukuman ini lebih berat nyaris dua kali lipat dari tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang masih satu korps dengan Azam.
Penuntut hanya meminta Azam dan dua pengacara lainnya dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menyebut, alasan memberatkan hukuman ini karena Azam menyalahgunakan kepercayaan masyarakat pada institusi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Bagi korban investasi bodong, Kejagung menjadi benteng terakhir bagi mereka untuk mendapatkan keadilan.
“Terdakwa telah menyalahgunakan
kepercayaan publik
terhadap institusi Kejaksaan Agung sebagai benteng terakhir keadilan,” kata Hakim Sunoto.
Selain itu, jaksa Azam juga dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Tindakannya juga melanggar sumpah jabatan jaksa.
“Dampak perbuatan terdakwa menciptakan preseden buruk dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan,” tutur Hakim Sunoto.
Sementara, alasan meringankan putusan itu adalah jaksa Azam belum pernah dihukum, mengembalikan uang hasil korupsi ke negara, dan bersikap sopan serta kooperatif selama persidangan.
“Terdakwa menyatakan penyesalan atas perbuatannya,” tutur Hakim Sunoto.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut uang hasil memeras itu tidak diterima langsung oleh jaksa Azam dari pengacara korban.
Uang terlebih dahulu dikirim ke rekening pegawai honorer Kejari Jakbar yang digunakan sebagai penampung.
Rekening dibuat atas permintaan jaksa Azam.
Setelah diterima, uang sebanyak Rp 8 miliar lalu ditransfer ke rekening milik istrinya.
“Menimbang bahwa saksi Tiara Andini membenarkan menerima transfer Rp 8 miliar,” kata Hakim Sunoto.
Sang istri pun menanyakan kepada jaksa Azam dari mana asal usul uang Rp 8 miliar yang masuk rekeningnya.
Namun, jaksa Azam tidak menjawab jujur.
“Ketika ditanya asal usulnya, suaminya mengatakan itu rezeki,” ujar Hakim Sunoto.
Majelis hakim menyebut, uang hasil memeras Rp 8 miliar itu digunakan jaksa Azam untuk berbagai kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Di antaranya adalah umrah, sumbangan pesantren, jalan-jalan, dan gaya hidup yang mencapai Rp 1 miliar.
“Umrah, jalan-jalan ke luar negeri, sumbangan pondok pesantren, dan lain-lain Rp 1 miliar,” ujar Hakim Sunoto.
Selain itu, jaksa Azam juga menggunakan uang itu untuk asuransi bank BUMN sebesar Rp 2 miliar guna memproteksi finansial keluarga.
Ia juga mengalokasikan Rp 2 miliar untuk investasi jangka panjang berupa deposito bank BUMN dan pembelian tanah serta bangunan Rp 3 miliar.
Tindakan ini menunjukkan, jaksa Azam secara sistematis menambah kekayaan dari jabatannya dengan cara yang tidak boleh dilakukan jaksa.
Bahkan, penggunaan untuk investasi dalam instrumen keuangan jangka panjang menunjukkan niat untuk menikmati hasil korupsi secara berkelanjutan,” tutur Hakim Sunoto.
Sementara itu, surat dakwaan jaksa menyebutkan, bagian lain dari uang Rp 8 miliar itu jaksa Azam bagikan kepada koleganya di kantor.
Jaksa menyebut, jaksa Azam membagikan uang korupsinya Rp 300 juta ke eks Plh Kasi Pidum Dody Gazali.
Kemudian, Rp 500 juta kepada Kepala Kejari Jakbar, Hendri Antoro; Rp 500 juta kepada eks Kepala Kejari Jakbar, Iwan Ginting; dan Rp 450 juta ke eks Kasi Pidum, Sunarto.
Lalu, Rp 300 juta untuk eks Kasi Pidum Kejari Jakbar; Rp 200 juta untuk Kasubsi Pratut Kejari Jakbar, Baroto; staf Kejari Jakbar Rp 150 juta, dan lainnya.
Ditemui usai persidangan, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri membantah menerima aliran uang panas tersebut.
“Enggak benar itu,” kata Hendri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Ironi Jaksa Azam, Uang Hasil Korupsi Disebut Rezeki, Dipakai untuk Umrah
/data/photo/2025/07/08/686cc0e63b173.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)