Jakarta –
Sebagai negara kepulauan, penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Indonesia memberikan tantangan tersendiri. Satelit menjadi salah satu solusi dalam menghadirkan konektivitas sampai pelosok tanah air.
Dalam waktu dekat, Telkom melalui anak perusahaannya, Telkomsat, akan meluncurkan satelit baru ke antariksa. Sama seperti sebelumnya, satelit baru Telkom ini akan mengisi posisi Geostationary Earth Orbit (GEO).
Sebagai informasi, setiap satelit ditempatkan pada orbit tertentu berdasarkan kebutuhannya. Berbeda dari satelit milik Telkom sebelumnya, yang terbaru ini merupakan high throughput satellite (HTS).
“Satelit HTS ini direncanakan akan siap beroperasi (ready for service/RFS) di bulan April 2024 dan akan dimanfaatkan untuk membantu pemerataan digital di Indonesia melalui penyediaan layanan backhaul berbasis satelit, mengembangkan bisnis maritim di Indonesia, dan mendukung kedaulatan data di Indonesia dengan mengurangi kebergantungan kapasitas satelit asing,” tutur SVP Corporate Communication & Investor Relation Telkom, Ahmad Reza kepada detikINET.
Ada tiga jenis posisi orbit satelit utama yang saat ini digunakan, yaitu Geostationary Earth Orbit (GEO), Medium Earth Orbit (MEO), dan Low Earth Orbit, seperti dikutip dari website Telkomsat.
1. Low Earth Orbit (LEO)
Satelit LEO adalah orbit yang berada pada ketinggian 500 hingga 1.200 km dari permukaan bumi. Wahana ini memiliki populasi yang padat dengan ribuan satelit yang beroperasi saat ini, terutama menangani kebutuhan sains dan pencitraan. High Throughput Satellite (HTS) di orbit LEO bertujuan untuk menyediakan koneksi broadband internet untuk segmen enterprise, SME, maupun pemerintahan.
Karena relatif dekat dengan permukaan Bumi, salah satu kelebihan satelit di orbit LEO adalah memiliki waktu transmisi data rendah. Namun, di sisi lain satelit LEO memiliki periode mengelilingi Bumi lebih cepat daripada rotasi Bumi,sehingga dibutuhkan lebih dari 1 satelit untuk dapat melayani 1 lokasi di bumi secara kontinu.
2. Medium Earth Orbit (MEO)
Berada pada ketinggian 5.000 hingga 20.000 km, satelit MEO terutama dikenal sebagai orbit untuk satelit GPS dan navigasi lainnya. Baru-baru ini, konstelasi HTS MEO telah diterapkan untuk menghadirkan konektivitas data berlatensi rendah dan bandwidth tinggi ke penyedia layanan, lembaga pemerintah, dan perusahaan komersial.
Satelit di orbit MEO memiliki waktu transmisi data yang relatif lebih tinggi dibandingkan satelit LEO, namun relatif lebih rendah dibandingkan satelit GEO. Satelit MEO memiliki periode mengelilingi Bumi relatif lebih lambat daripada satelit LEO.
3. Geostasionary Earth Orbit (GEO)
Berada di ketinggian mencapai 36.000 km, satelit GEO memiliki keunggulan utama yaitu kemampuannya untuk tetap berada di atas satu titik di permukaan bumi. Ratusan satelit GEO berada di orbit saat ini, secara konvensional memberikan layanan seperti data cuaca, siaran TV, dan beberapa komunikasi data dengan throughput rendah. Selama beberapa tahun terakhir, kemampuan satelit GEO konvensional telah ditingkatkan secara signifikan dengan teknologi HTS, seperti yang dilakukan Telkom saat ini.
Salah satu kelebihan satelit di orbit GEO adalah memiliki periode waktu mengitari bumi yang sama dengan waktu rotasi bumi, sehingga cukup 1 satelit untuk melayani 1 lokasi di bumi secara kontinu, bahkan cukup hanya 3 satelit dengan cakupan global untuk dapat melayani seluruh lokasi di Bumi. Namun, karena letaknya jauh dari permukaan bumi, satelit GEO memiliki waktu transmisi paling tinggi dibandingkan LEO dan MEO.
Setiap orbit satelit memiliki keunggulan dan tantangannya masing-masing. Pemilihan orbit sangat bergantung pada kebutuhan aplikasi yang akan dilayani. Baik itu LEO, MEO, maupun GEO, masing-masing memiliki peran penting dalam mendukung infrastruktur komunikasi dan teknologi di era digital saat ini. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan yang terus meningkat, eksplorasi dan inovasi pada tiga orbit ini diprediksi akan terus berlanjut.
(agt/fay)