Industri Galangan Kapal Terangsang Program Kampung Nelayan dan Geliat Produksi Minerba

Industri Galangan Kapal Terangsang Program Kampung Nelayan dan Geliat Produksi Minerba

Bisnis.com, JAKARTA — Industri galangan kapal dan turunannya turut terciprat berkah beberapa program negara, utamanya terkait perikanan, kampung nelayan, dan geliat produksi mineral & batu bara (minerba). Sayangnya, pelaku usaha masih perlu dukungan untuk bangkit.

Direktur Eksekutif Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Ihsan Mahyudin melihat momentum peningkatan kebutuhan produksi kapal yang dipicu program pemerintah merupakan berkah yang perlu segera dioptimalkan.

“Salah satu permintaan paling banyak berasal dari [program] pembuatan kapal nelayan, serta modernisasi yang sebelumnya nelayan tradisional menjadi punya kapal baja, untuk mendorong industri perikanan lebih berkembang,” jelasnya kepada Bisnis, dikutip pada Sabtu (27/9/2025).

Sekadar info, program-program terkait perikanan merupakan salah satu senjata pemerintah dalam Program Paket Ekonomi 2025 dari sisi penyerapan tenaga kerja. Misalnya, penciptaan 4.000 titik Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) dipatok mampu membuka 200.000 lapangan pekerjaan.

Semua itu bahkan belum ditambah efek berganda pembuatan 1.000 kapal 30 GT untuk operasional KNMP, program modernisasi 1.000 kapal nelayan, hingga beragam permintaan kapal 150 GT sampai 2.000 GT untuk perusahaan pelat merah bidang perikanan dan kelautan. 

“Nah, itu baru buat nelayan dan BUMN. Belum lagi ditambah kebutuhan peremajaan perusahaan swasta. Kami berharap semuanya bisa dibangun di dalam negeri, sehingga momentum ini juga akan membuka lapangan kerja di industri galangan beserta semua sektor-sektor penunjang,” tambahnya.

Sementara itu, seiring peningkatan produksi batu bara dan mineral, serta melihat usia kapal niaga yang ada saat ini, prospek pembangunan dan peremajaan kapal selama 5 tahun ke depan berpotensi sangat ramai.

“Kapal untuk transportasi minerba, termasuk dari nikel sampai bauksit, permintaan kapal setiap tahun bisa sampai 500 tug boat dan 500 barge. Migas pun sama, ada potensi peremajaan dari KKKS [kontraktor kontrak kerja sama] maupun Pertamina, masing-masing 150 kapal setiap tahun,” jelasnya.

Terakhir, permintaan yang datang dari kementerian/lembaga (K/L) dan BUMN terkait maritim juga akan semarak. Misalnya, ferry Ro-Ro untuk penyeberangan, Harbour Tug untuk operator pelabuhan, hingga kapal patroli dan offshore patrol vessel (OPV) buat para lembaga penegak hukum atau pengawas perikanan dan kelautan. 

Ihsan berharap masifnya permintaan kapal dalam lima tahun ke depan akan jadi lokomotif pertumbuhan industri penunjang, seperti produsen material, dan peralatan, juga komponen kapal.

Terkini, pembangunan kapal dalam negeri secara umum telah mampu mencapai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih dari 40%, sehingga berbagai upaya pemerintah untuk membantu manufaktur lokal harapannya mampu mendongkrak TKDN sampai berkisar 60%.

“Karena hingga 85% dari biaya produksi kami itu, ya, sebenarnya untuk dibelanjakan ke mereka. Namun, kami melihat mereka ini masih butuh keberpihakan pemerintah agar bisa lebih kompetitif,” tegasnya.

Sebagai contoh, industri manufaktur pembuat material, mesin, dan peralatan kapal yang melakukan impor bahan baku masih terkena bea masuk, padahal impor kapal justru bebas bea masuk.

Begitu juga dengan pengadaan material dan peralatan untuk pembangunan kapal di dalam negeri justru masih terkena PPN, padahal impor kapal niaga oleh perusahaan pelayaran tidak terkena PPN sejak beberapa tahun belakangan.

Oleh karena itu, Ihsan menilai uluran tangan pemerintah berupa insentif investasi dan dukungan kebijakan masih begitu diperlukan, dalam rangka mengoptimalkan geliat bisnis para pelaku industri manufaktur pendukung galangan kapal secara lebih baik.

“Material seperti pelat baja dan pipa, juga komponen akomodasi seperti pintu, jendela, furnitur, semua sudah bisa dalam negeri. Kalau mesin induk, optimalkan potensi investasi untuk perakitan. Sisanya tinggal komponen elektronika, navigasi, dan komunikasi, harus didukung bertahap pelan-pelan dibangun, biar tidak semuanya beli dari luar,” tutupnya.