Industri Elektronik Minta Perlindungan Pasar di Tengah Aturan Baru TKDN

Industri Elektronik Minta Perlindungan Pasar di Tengah Aturan Baru TKDN

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga (Gabel) menilai aturan baru tingkat komponen dalam negeri (TKDN) belum serta merta menjawab tantangan utama industri yakni masih lemahnya permintaan pasar domestik dan ekspor.

Aturan baru TKDN yang dimaksud yaitu Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 35 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme baru perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). 

Sekjen Gabel Daniel Suhardiman mengatakan, pemulihan permintaan global belum sepenuhnya terjadi, sementara permintaan dalam negeri menurun imbas masifnya produk elektronik impor yang lebih murah. 

Di satu sisi, dia melihat Permenperin baru terkait TKDN itu memberi opsi fleksibilitas bagi pengusaha dalam metode perhitungan. Namun, menurut pemahamannya, aturan ini juga menghadirkan persoalan baru. 

“Metode baru lebih mudah. Namun, juga membuat masalah baru di mana layer kedua yaitu supporting industry juga harus ber-TKDN,” ujar Daniel kepada Bisnis, Rabu (17/9/2025). 

Dia juga menegaskan bahwa penerapan TKDN harus dibarengi dengan kriteria penilaian yang objektif. Transparansi dalam proses asesmen mutlak diperlukan agar pelaku industri merasa diperlakukan adil. 

Selain itu, keberadaan riset dan pengembangan (litbang) juga sangat penting untuk mendukung pencapaian target TKDN di sektor elektronik.

Terkait fleksibilitas TKDN yang diatur dalam Permenperin No. 35/2025, Daniel menilai kebijakan ini berpotensi membuka peluang dominasi pemain asing yang memiliki modal besar dan dianggap lebih cepat beradaptasi dengan regulasi baru. 

“Yang penting, investasi yang masuk haruslah investasi yang membawa pertumbuhan ekonomi riil,” tegas Daniel.

Sebagai perbandingan, Daniel menyebut, pengalaman Thailand yang menghadapi fenomena ‘zero-dollar factory’, yakni kondisi di mana investasi asing berdiri di dalam negeri tetapi tidak memberi nilai tambah signifikan bagi ekonomi lokal. 

Menurut dia, mestinya Indonesia harus belajar dari kasus tersebut agar tidak terjebak dalam jebakan investasi semu.

Di sisi lain, dengan kondisi pasar yang masih lesu, Daniel menilai produsen dalam negeri justru tengah berusaha untuk menekan biaya produksi seminimal mungkin. 

Namun, strategi efisiensi itu tidak akan berarti jika pemerintah tidak menjaga pasar domestik dari serbuan produk impor, yang seringkali masuk dengan harga lebih kompetitif.

Daniel mengingatkan bahwa konsistensi pengawasan impor adalah kunci agar industri lokal bisa tumbuh. Tanpa perlindungan yang memadai, produk asing dapat dengan mudah menguasai pasar Indonesia, apalagi di tengah lemahnya daya beli masyarakat.

“Ini akan sia-sia kalau pemerintah tidak menjaga pasar kita dari gempuran barang-barang impor secara konsisten,” pungkasnya.