Indonesia resmi menjadi anggota penuh kelompok ekonomi negara-negara berkembang BRICS.
BRICS dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok pada 2009, dan Afrika Selatan ditambahkan pada 2010. Tahun lalu, aliansi tersebut diperluas hingga mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Arab Saudi telah diundang untuk bergabung tetapi belum bergabung. Adapun Turki, Azerbaijan, dan Malaysia yang juga secara resmi telah mengajukan permohonan untuk menjadi anggota dan beberapa negara lain telah menyatakan minatnya.
Masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS diumumkan oleh Brasil.
Kementerian Luar Negeri negara itu mengungkapkan pencalonan Indonesia sebenarnya telah disetujui oleh para pemimpin BRICS pada Agustus 2023.
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai keanggotaan Indonesia di BRICS akan memberikan keuntungan bagi negara itu untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Huda menyoroti perselisihan kebijakan perdagangan RI dengan Eropa dalam beberapa waktu terakhir, salah satunya hambatan EUDR untuk komoditas kelapa sawit.
“(Presiden) Prabowo pun menunjukkan keberpihakannya kepada sawit lokal, saya rasa itu menjadi pertimbangan juga untuk mencari pasar alternatif,” ujar Huda kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa, 7 Januari 2025 ditulis Rabu (8/1/2025).
Selain China, India, dan Rusia, anggota BRICS juga mencakup negara-negara Timur Tengah. Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah untuk memperluas jangkauan pasar RI ke kawasan tersebut.
“Jadi sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar,” ucap Huda, yang juga tidak mengesampingkan risiko bentrokan kepentingan antara kelompok BRICS dengan negara adidaya lainnya, terutama Amerika Serikat.
“Salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi. Terlebih ada potensi perang dagang AS-China ketika Trump sudah memegang kendali presiden AS. Ada potensi ekonomi global akan melambat dan berimpact pada negara koalisi,” jelasnya.