Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia menempati posisi keenam, sebagai negara dengan jumlah anak tertinggi yang belum mendapatkan Imunisasi atau zero dose.
Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh hoaks dan informasi yang keliru terkait imunisasi.
Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Prima Yosephine, MKM, memaparkan, data WHO tahun 2023 mencatat bahwa 14,5 juta anak di dunia tidak mendapatkan imunisasi (zero dose), dengan Indonesia menempati posisi keenam tertinggi, yaitu 1.356.367 anak tidak menerima imunisasi dasar pada periode 2019-2023.
“Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling cost-effective dalam mencegah penyakit dan menyelamatkan 3,5 hingga 5 juta nyawa setiap tahun dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),” ujar dia dalam Pertemuan Jurnalis Pekan Imunisasi Dunia 2025 di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Ia menuturkan, jika anak-anak tidak segera mendapatkan imunisasi kejar, maka risiko terjadinya KLB PD3I akan semakin besar.
Sebagai solusi, pemerintah meluncurkan inovasi Sepekan Mengejar Imunisasi (PENARI) untuk meningkatkan cakupan imunisasi secara serentak di seluruh pos layanan imunisasi.
Sejalan dengan itu, Team Leader for Risk Resilience and Governance a.i. United Nations Development Programme (UNDP), Siprianus Bate Soro, menegaskan bahwa hoaks dan misinformasi menjadi hambatan utama dalam meningkatkan cakupan imunisasi.
“Kami semua harus bersama-sama memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya,” ujarnya.
Dengan sinergi pemerintah, masyarakat, dan media, imunisasi dapat menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045—demi generasi yang lebih sehat, kuat, dan terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah.
Ketua Pokja Imunisasi Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Hartono Gunardi, menekankan, meski lingkungan tampak bersih dan bayi tampak sehat, imunisasi tetap diperlukan untuk perlindungan jangka panjang.
Imunisasi dari Sudut Pandang Agama
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Arif Fahrudin, menegaskan bahwa imunisasi sejalan dengan prinsip Islam yang berorientasi pada kemaslahatan dan pencegahan bahaya (madharat).
Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi:
1. Imunisasi diperbolehkan (mubah) sebagai upaya membangun kekebalan tubuh.
2. Vaksin yang digunakan harus halal dan suci.
3. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.
4. Penggunaan vaksin berbahan haram/najis hanya diperbolehkan jika: a. dalam kondisi darurat (al-dlarurat) atau kebutuhan mendesak (al-hajat); b. belum tersedia vaksin yang halal dan suci; c. adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.
5. Jika tidak imunisasi menyebabkan risiko kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen, maka hukumnya menjadi wajib.
6. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar).